Aktivitas Tambang di Barito Timur Merusak Sumber Kehidupan Warga
Aktivitas pertambangan di Kabupaten Barito Timur dinilai merusak sumber kehidupan warga yang hidup di sekitar areal pertambangan. Sedikitnya lima sungai di Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur, rusak berat. Ladang warga juga ikut terdampak.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
TAMIANG LAYANG, KOMPAS — Aktivitas pertambangan di Kabupaten Barito Timur dinilai merusak sumber kehidupan warga yang hidup di sekitar areal pertambangan. Sedikitnya lima sungai di Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur, rusak berat. Ladang warga juga ikut terdampak.
Lima sungai tersebut adalah Sungai Paku, Sungai Mako, Sungai Garunggung, Sungai Mabayoi, dan Sungai Banuang. Kelimanya merupakan sumber kehidupan untuk tiga desa, yakni Desa Apar Batu, Janah Mansiwui, dan Desa Danau, dengan jumlah penduduk lebih kurang mencapai 409 orang.
Pada Sabtu (30/3/2019) sampai Minggu (31/3/2019), Kompas datang ke lima sungai tersebut dan melihat langsung kerusakan yang terjadi. Pada bagian hulu Sungai Paku di Desa Apar Batu, perusahaan tambang membuat jalan dengan menimbun sungai dengan tanah.
Pihak perusahaan juga membuat gorong-gorong dengan diameter kurang dari 1 meter. Gorong-gorong tersebut pun hampir rusak atau tertutup karena beban material tanah dan banyaknya kendaraan juga alat berat yang lewat di jalur itu. Setiap truk pengangkut batubara melewati jalur itu, tanah semakin turun dan jatuh ke sungai. Saat hujan sungai menjadi berlumpur, saat tak ada hujan sungai berwarna kehijauan dan berbau.
Jalur tersebut dibuat PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM), tetapi perusahaan tersebut tidak lagi beroperasi di wilayah Desa Apar Batu. Namun, saat ini ada tiga perusahaan tambang lainnya yang masih menggunakan jalur tersebut.
Selain Sungai Paku, ada juga Sungai Garonggong yang masih digunakan warga. Airnya memang terlihat jernih, tetapi saat hujan air menjadi keruh. Di sungai ini, perusahaan juga menimbunnya menjadi jalan transportasi pengangkut batubara.
Kondisi di Sungai Mako lebih parah lagi. Sungai ini menjadi sungai mati karena ditimbun tanah untuk menjadi jalan. Hanya ada satu pipa yang menghubungkan air dari satu sisi ke sisi lainnya yang kering.
”Dulu sungainya lebar-lebar dan airnya deras. Kami kalau ke kebun tak perlu bawa minum karena minum dari air sungai, cari ikan di sini, tetapi saat ini tak bisa lagi karena airnya sudah kotor, ikan pun sudah tidak ada,” kata Yusef, warga Dusun Karasik, Desa Apar Batu.
Selain sungai, material jalan juga membuat kebun-kebun warga terendam lumpur akibat luapan sungai yang tercemar itu. Alfrid, warga Desa Danau, mengungkapkan, lahannya seluas 2 hektar rusak parah karena terendam lumpur.
Dulu sungainya lebar-lebar dan airnya deras. Kami kalau ke kebun tak perlu bawa minum karena minum dari air sungai, cari ikan di sini, tetapi saat ini tak bisa lagi karena airnya sudah kotor, ikan pun sudah tidak ada.
”Ladang saya hanya berjarak 100 meter dari Sungai Benuang. Di sungai itu limbah material jalan seperti lumpur langsung ke ladang saya. Akibatnya, pada 2015-2016, saya gagal panen,” kata Alfrid.
Alfrid menambahkan, dirinya dan ratusan warga lain sudah beberapa kali meminta pemerintah untuk memeriksa langsung kondisi air sungai. Ia menambahkan, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barito Timur sempat diperiksa, tetapi hasilnya tidak diketahui masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) DLH Kabupaten Barito Timur Yuli menjelaskan, PT BNJM sudah melakukan perpanjangan izin untuk menambang. Artinya, dari sisi dampak lingkungan sudah selesai dan tidak ditemukan masalah.
”Kami juga sudah mengundang semua masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dampak lingkungan, semua sudah terwakili,” kata Yuli.
Baik Yuli maupun Sekretaris DLH Kabupaten Barito Timur Lurikto saat dihubungi tidak bisa menjelaskan hasil uji laboratorium yang sampelnya sudah mereka ambil hampir setahun yang lalu. Menurut mereka, ada bidang lain yang mengurusi hal itu.
Pada 2017, baik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng maupun Justice, Peace, and Integrated Creation (JPIC) Kalteng melakukan uji sampel di hulu maupun hilir sungai.
Awal Mei 2017 sampel air di lima sungai tersebut lalu diuji ke Jakarta untuk diperiksa di laboratorium PT Analytical Laboratory Service (ALS) Indonesia. Hasilnya, semua sampel air mengandung logam berat, seperti iron (Fe), manganese (Mn), zinc(Zn), barium (Ba), dan boron (B). Uji laboratorium dilakukan kurang dari 30 hari sesuai standar pemeriksaan internasional.
Dari lima sungai tersebut, kondisi terparah adalah di hulu Sungai Mabayoi di Dusun Karasik yang mengandung Fe paling tinggi, yakni 18,6 miligram/liter (MG/L). Kandungan Mn di sungai ini juga tertinggi, yakni 5,320 MG/L.
Tingginya kandungan logam berat dalam aliran sungai tersebut sudah melewati batas yang ditentukan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam aturan tersebut, Fe saja tidak boleh melewati 0,3 MG/L dan untuk Mn tidak boleh melebihi 0,1 MG/L.
Kepala Teknik Tambang PT BNJM Nova Maulana mengungkapkan, khusus untuk masalah jalan pihaknya secara ekonomi memang tidak bisa membuat jembatan untuk di jalur-jalur sungai. Namun, pihaknya membuat gorong-gorong. ”Saat ini, kan, musim hujan jadi material jatuh, ini alam kami tidak bisa lawan,” kata Nova.