Anak Muda Indonesia Kurang Mengenal Kain Asli Nusantara
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi muda Indonesia dinilai tak banyak mengenal berbagai jenis kain asli Nusantara yang beragam dan kaya makna. Untuk itu, warisan wastra atau kain nusantara perlu diperkenalkan kepada generasi muda agar terus lestari. Wastra menjadi tradisi Indonesia yang memiliki makna mendalam dan perlu terus digali kekayaan yang ada di dalamnya.
Wastra atau kain tradisional khas Indonesia memiliki simbol yang bermakna dengan mengacu pada dimensi warna dan coraknya. Wastra digarap dengan berbagai macam teknik, seperti batik, tenun, songket, dan ikat. Sayangnya, kekayaan budaya Nusantara ini kurang dikenal oleh generasi muda dibandingkan dengan produk busana dari luar negeri.
Perancang mode Samuel Wattimena mengatakan, generasi muda kurang mengenal wastra nusantara karena kurangnya promosi. ”Bandingkan dengan produk busana merek luar negeri. Mereka ada di mana-mana,” ujar Samuel di Jakarta, Senin (1/4/2019).
Melalui promosi seperti festival, masyarakat Indonesia akan semakin memahami kekayaan kain tradisional yang dimiliki oleh Indonesia. Di sisi lain, para perajin juga diharapkan mampu berkarya sesuai dengan perkembangan zaman.
Samuel meyakinkan, kain tradisional Indonesia memiliki keunikan yang tidak dimiliki produk busana modern. Sebagai contoh, kain sarung yang dapat dikenakan dalam berbagai cara. Selain itu, kain sarung juga memiliki motif yang bervariasi dan memiliki kandungan makna yang mendalam di setiap bentuknya.
Ia mendorong agar generasi muda mau mencintai wastra nusantara sebagai bentuk pelestarian kekayaan budaya lokal Indonesia. Pelestarian wastra nusantara juga dapat membantu masyarakat lokal untuk terus berkarya.
”Kami berharap, masyarakat lokal terus berkarya dan mau membagikan pengetahuannya kepada generasi muda. Persoalannya, setiap desa memiliki wastra yang berbeda dan pengetahuan terkait teknik serta nilai yang terkandung di dalam motif yang dibuat tidak diturunkan ke orang lain atau generasi selanjutnya,” tutur Samuel.
Oleh karena itu, ia ingin memperkenalkan wastra melalui sekolah busana. Hal itu akan membuat kain tradisional Indonesia menjadi dikenal masyarakat luas dan memiliki pasar yang bagus di masa depan.
Festival
Untuk memperkenalkan wastra nusantara kepada masyarakat, khususnya pada generasi muda, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengadakan Festival Wastra Nusantara di Museum Kepresidenan Republik Indonesia, Balai Kirti, Istana Bogor, Jawa Barat, pada 8 hingga 14 April 2019.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, wastra nusantara memiliki nilai pendidikan karena setiap karya yang ada terdapat makna di balik sejarah dan budaya dari kain tersebut. ”Wastra bisa hidup jika nilai kulturalnya hidup,” ujarnya.
Menurut Hilmar, sebagian besar orang hanya melihat wastra dari keindahannya. Padahal, banyak makna yang terkandung dari kain tradisional tersebut. Nilai sosial kultural yang ada di dalam wastra dapat menjadi cara untuk membaca sejarah bangsa ataupun melihat tanda-tanda kultural yang dimiliki bangsa Indonesia.
Keunikan dari wastra itu menjadikannya sebagai sebuah karya yang istimewa. Alhasil, para tokoh nasional pun tertarik untuk mengoleksinya, seperti Ibu Negara Pertama Indonesia Fatmawati dan istri Presiden RI Joko Widodo, Iriana.
Setelah festival ini diselenggarakan, pemerintah berencana memamerkannya ke beberapa daerah. ”Kami akan berkolaborasi dengan tokoh daerah setempat untuk memamerkan koleksi wastra dari daerah setempat,” ujar Hilmar.
Kepala Museum Kepresidenan Bali Kirti Amurwani Dwi Lestariningsih menuturkan, sebanyak 150 wastra nusantara akan dipamerkan dalam festival tersebut. Di setiap kain yang dipamerkan akan dituliskan cerita di balik kain itu, seperti pembuatannya atau cerita sejarah di balik kain tersebut.
Festival ini juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, antara lain melalui lokakarya membatik bagi anak-anak tingkat sekolah dasar, peragaan busana, dan seminar.