Krishna Panolih dan M. Puteri Rosalina (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Setelah angkutan rel moda raya terpadu atau MRT, menyusul pengoperasian kereta ringan (light rail transit/LRT) di utara Jakarta dalam waktu dekat. Warga Jabodetabek sudah mengetahui rencana pengoperasian kereta ringan tersebut dan terbilang antusias menjajalnya.
Berbeda dengan MRT yang menarik kereta lebih banyak dan mempunyai daya tampung besar. Sebaliknya LRT mempunyai rangkaian yang lebih pendek dengan kapasitas kecil. Dimensi kereta LRT dengan lebar 2,6 meter dan panjang 16,9 meter hanya bisa menampung sekitar 132 orang per kereta atau 400-an orang dalam satu rangkaian.
Nama LRT tidak setenar MRT yang diresmikan pada 24 Maret lalu. Namun, nyatanya tiga dari lima responden sudah mengetahui rencana beroperasinya angkutan rel di jalur melayang ini. Menurut rencana, LRT Kelapa Gading-Velodrome akan beroperasi saat Asian Games, Agustus 2018, sebagai moda mobilitas para atlet. Namun, hingga akhir Maret ini LRT dengan panjang jalur 5,8 kilometer tersebut belum bisa dioperasikan hingga sekarang.
Meski mengetahui jadwal pengoperasiannya, tidak semua warga tahu informasi jalur yang dilewati LRT. Baru 45 persen yang mengetahui rute LRT yang siap dioperasikan tersebut. LRT yang direncanakan siap digunakan pada akhir Maret ini melewati Kelapa Gading hingga Velodrome. Selain rute tersebut, pada tahap pertama juga dibangun LRT lintas Cibubur-Cawang (14,5 km) dan Bekasi-Cawang (18,5 km), yang saat ini masih dalam proses pembangunan.
Disusul tahap dua, yang akan dibangun tiga lintasan, yaitu Dukuh Atas-Palmerah-Senayan, Cibubur-Bogor, dan Palmerah-Grogol. Menurut rencana, PT Kereta Api Indonesia Tbk yang akan mengoperasikan LRT ini.
Antusias
Antusiasme warga Jabodetabek mencoba LRT Jakarta ini cukup besar. Hal tersebut diwakili oleh tiga perempat lebih responden Jabodetabek. Sosialisasi penggunaan LRT Jakarta telah dilaksanakan pada 4-17 Maret lalu.
Kereta ringan ini merupakan jenis moda yang baru bagi warga Jabodetabek. Selain karena menggunakan jalur melayang, teknologi dan fasilitas penunjang LRT juga berbeda dengan kereta komuter yang telah beroperasi sebelumnya. LRT dan MRT menggunakan sistem kendali otomatis yang bisa dioperasikan tanpa masinis. Pada setiap stasiun ada platform screen door atau pagar pembatas peron yang melindungi penumpang dari laju kereta dan akan terbuka saat pintu kereta terbuka.
Faktor waktu tempuh antara Stasiun Velodrome dan Stasiun Kelapa Gading yang hanya 15 menit pun menjadi pertimbangan lain untuk mencoba moda ini. Selama ini rute sepanjang 5,8 km tersebut biasanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Khawatir
Meskipun moda baru LRT menyimpan ketertarikan bagi sebagian besar responden, masih ada sekitar seperlima responden yang tidak tertarik untuk mencobanya. Hal itu disebabkan, di antaranya, faktor rute yang dianggap jauh dari tempat tinggal, seperti yang diungkapkan oleh 30,4 persen responden. Wajar saja karena rute LRT yang siap dioperasikan itu baru sebatas menghubungkan Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Bagi warga wilayah Jakarta lainnya dan warga Bodetabek, lokasinya cukup jauh.
Faktor yang memengaruhi lainnya adalah belum terbiasanya menggunakan LRT, seperti pendapat lebih kurang 19 persen responden. Selama ini warga Jabodetabek biasa menggunakan moda umum baik berbasis rel maupun yang jalan bergerak di atas tanah. Adapun LRT ini dibangun di jalur melayang. Penumpang yang hendak menjangkau stasiun LRT harus naik dua hingga tiga tingkat untuk menjangkau peron LRT. Hal tersebut membutuhkan usaha khusus dan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan menggunakan angkutan yang biasanya bisa dijangkau cukup di pinggir jalan.
Namun, ada juga 15,2 persen responden yang belum yakin dengan konstruksinya. Selama ini jalur rel melayang kereta komuter hanya ada di lintas Stasiun Cikini hingga Mangga Besar. Jalur melayang ini baru digunakan di moda baru LRT serta MRT untuk menghubungkan antarstasiun.
Selain konstruksi, sebanyak 12,4 persen responden juga khawatir pada kondisi kereta yang dinilai tidak aman. Bisa jadi kekhawatiran ini muncul karena becermin pada LRT Palembang yang sering mogok pada awal pengoperasian, Agustus lalu.
Terakhir, persoalan tarif LRT juga cukup meresahkan warga Jabodetabek. Hampir 20 persen warga khawatir tarif LRT mahal mengingat biaya pembangunannya yang cukup tinggi. Namun, harusnya kekhawatiran masyarakat sirna ketika pemerintah sudah meresmikan tarif LRT Jakarta sebesar Rp 5.000 tanpa memperhitungkan jarak.
Becermin pada pengalaman LRT di Palembang, menuntut persiapan serius dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pengoperasian LRT jarak pendek tersebut. Selain harus laik operasi, tantangan lainnya adalah mengajak warga untuk mau menggunakan LRT sebagai langkah untuk mengurangi kemacetan.