Taufik Kurniawan Belum Diberhentikan, DPR Langgar Undang-Undang
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Taufik Kurniawan yang kini berstatus terdakwa dalam perkara suap dana alokasi khusus Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, masih menjabat wakil ketua DPR. Padahal, jika mengacu pada Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD, seharusnya politisi Partai Amanat Nasional itu sudah diberhentikan sementara.
Pasal 87 Ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) tegas menyebutkan, pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Bahkan, di Pasal 18 Peraturan Tata Tertib DPR ditegaskan, anggota DPR diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. Pimpinan DPR yang seharusnya memulai proses pemberhentian sementara itu melalui Mahkamah Kehormatan Dewan.
Meski demikian, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, hingga Senin (1/4/2019) malam dia belum menerima surat dari pimpinan DPR terkait pemberhentian Taufik dari kursi Wakil Ketua DPR.
”Saya belum menerima surat pemberhentian tersebut. Sampai tadi sore saya sudah cek, saya belum terima,” kata Dasco saat dihubungi dari Jakarta.
Dengan belum diberhentikan, Taufik masih menerima hak keuangannya sebagai anggota Dewan. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, Taufik masih menerima gaji pokok.
Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR, gaji pokok anggota DPR yang merangkap wakil ketua DPR sebesar Rp 4.620.000.
”Selama belum ada surat pemberhentian, kami tidak bisa stop gaji pokok (Taufik),” kata Indra.
Untuk diketahui, Taufik telah mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, sejak pertengahan Maret 2019 lalu. Ia diduga menerima uang Rp 3,65 miliar sebagai imbalan mengurus DAK fisik pada APBN-P 2016 untuk alokasi APBD-P Kabupaten Kebumen.
Imbalan tersebut berjumlah sekitar 5 persen dari total anggaran pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Kebumen sebesar Rp 93,37 miliar. Taufik menerima uang tersebut dari Bupati Kebumen nonaktif Yahya Fuad yang sudah terlebih dahulu masuk penjara pada Oktober 2018.
Kebumen merupakan bagian dari daerah pemilihan Taufik pada Pemilu 2014. Kini, pada Pemilu 2019, Taufik kembali maju sebagai caleg dari dapil Jawa Tengah VII yang melingkupi Kebumen, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Sikap PAN
Sementara Partai Amanat Nasional (PAN) juga memilih untuk tidak segera mengganti Taufik dari jabatannya di pimpinan DPR. Padahal, Taufik sudah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak akhir Oktober 2018.
Beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Yandri Susanto mengatakan, PAN sedang mempersiapkan pengganti Taufik sebagai unsur pimpinan DPR. Namun, setelah melalui konsultasi dengan pimpinan DPR lainnya, proses penggantian mensyaratkan pengunduran diri Taufik.
Padahal, Pasal 87 Ayat 2 d menyebutkan, pimpinan DPR dapat diberhentikan apabila diusulkan oleh partai politiknya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sudah seharusnya PAN atau anggota Dewan yang terlibat korupsi harus segera mengundurkan diri. Hal ini karena korupsi merupakan pengkhianatan atas mandat rakyat yang mereka terima.