Tiga medali emas dari Grand Prix Malaysia Terbuka, mengawali perjuangan tiga atlet atletik andalan Indonesia untuk menembus Olimpiade 2020.
KUALA LUMPUR, MINGGU – Atlet lari gawang putri Emilia Nova menyempurnakan prestasi atletik Indonesia di Grand Prix Malaysia Terbuka dengan merebut medali emas, Minggu (31/3/2019). Pada final 100 meter lari gawang putri di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Emilia mencetak waktu 13,59 detik. Medali emas Emilia itu, melengkapi raihan emas Lalu Muhammad Zohri di 100 meter putra, dan Sapwaturrahman di lompat jauh putra, pada Sabtu.
Dalam laga final, Emilia mengungguli pelari gawang Korea Selatan Ryu Na-hee di urutan kedua dengan waktu 14,25 detik, dan pelari tuan rumah Raja Nursheena Raja Azhar dengan waktu 14,31 detik. Capaian Emil, sapaan Emilia, itu sejatinya masih di bawah rekor personalnya 13,33 detik yang dibuat saat meraih perak Asian Games 2018.
Pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi dihubungi dari Jakarta, mengatakan, hasil yang diraih Emil sudah sesuai program latihan awal tahun ini, yakni fokus pada perbaikan teknik berlari dan melompati gawang. ”Semua yang saya harapkan sudah dicapai Emil. Perbaikan teknik kaki lipat dan kaki lurusnya sudah bagus,” ujar Ongky.
Ketika ditemui di sela latihan di Jakarta, pada 16 Maret, Ongky mengungkapkan bahwa, pekerjaan rumah Emil dari Asian Games 2018 adalah memperbaiki teknik. Hal itu meliputi gerakan tubuh antargawang, kaki lipat, dan kaki lurus. Saat Asian Games, Emil masih berlari dengan tubuh sedikit ke belakang seusai melewati gawang. Sedangkan kaki lipatnya terlalu membuang ke samping.
Selain itu, kaki lurusnya cenderung lurus saat mendarat seusai melompati gawang. Teknik yang kurang sempurna itu, membuat kecepatannya tidak optimal. Di sisi lain, khusus untuk kaki lipat yang lurus saat mendarat, hal itu bisa memicu cidera paha.
Atas dasar itu, sejak pelatnas kembali dimulai awal 2019, Ongky fokus membenahi teknik Emil satu per satu. Dua bulan pertama, Emil didorong membenahi teknik gerakan tubuh antargawang dan kaki lipat. Sebulan terakhir, atlet kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1995 itu, fokus memperbaiki teknik kaki lurusnya.
”Dari GP (Grand Prix) Atletik ini, saya lihat Emil orang yang bisa menerima teknik baru. Dia bisa cepat beradaptasi walaupun tidak mudah bagi atlet seusia Emil untuk merubah teknik yang sudah jadi kebiasaannya,” kata Ongky.
Pasca dari GP Malaysia Terbuka, Ongky menuturkan, dirinya akan tetap menjadikan teknik sebagai menu latihan sehari-hari. Ia ingin Emil bisa benar-benar mendarah daging dengan teknik barunya. Selain itu, fokus Emil ditambah dengan peningkatan kecepatan.
Persiapan itu terus dimatangkan sebelum Emil tampil di Kejuaraan Asia Atletik di Doha, Qatar, 21-24 April. ”Kalau teknik yang benar sudah mendarah daging dan kecepatannya bertambah, saya optimistis Emil pelan-pelan bisa mencapai lari 13,00 detik, bahkan di bawah 13,00 detik,” tutur Ongky.
Peluang ke Olimpiade
Emilia bersama Zohri dan Sapwaturrahman merupakan tiga atlet atletik yang dipersiapkan oleh PB PASI untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Peluang mereka tampil di Olimpiade 2020 tidak gampang.
Menurut data Bidang Hubungan Masyarakat PB PASI, Asosiasi Internasional Federasi Atletik (IAAF) menerapkan aturan lebih ketat bagi atlet untuk lolos Olimpiade 2020. Atlet bisa lolos ke Olimpiade jika memenuhi dua syarat, yakni memenuhi batas limit rekor dan masuk batas peringkat dunia tertentu.
Untuk nomor 100 meter putra, atlet harus mencapai waktu minimal 10,05 detik dan masuk 56 besar dunia. Untuk nomor 100 meter lari gawang putri, atlet harus mencapai waktu minimal 12,84 detik dan masuk 40 besar dunia. Untuk lompat jauh putra, atlet harus mencapai lompatan minimal 8,22 meter dan masuk 32 besar dunia.
Kesempatan mengejar persyaratan itu terbuka selama periode kualifikasi Olimpiade dari 1 Januari 2019 hingga 29 Juni 2020. Peluang itu bisa dikejar dalam sejumlah kejuaraan, antara lain Kejuaraan Asia Atletik, serie Kejuaraan IAAF, dan Kejuaraan Dunia Atletik.
Artinya, tiga atlet terbaik Indonesia itu harus berusaha keras memenuhi persyaratan tersebut. Hingga kini, ketiga atlet itu masih jauh dari persyaratan yang ditetapkan IAAF. Zohri waktu terbaiknya 10,18 detik yang dicetak saat juara 100 meter di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Finlandia. Menurut peringkat dunia IAAF per 31 Maret 2019, Zohri berada di peringkat ke-70 dunia.
Emilia waktu terbaiknya 13,33 detik. Hingga kini, Emilia berada di peringkat ke-157 dunia. Sapwaturrahman lompatan terbaiknya 8,09 meter yang dicetak ketika meraih perunggu Asian Games 2018. Hingga kini, Sapwaturrahman berada di peringkat ke-146 dunia.
”Saya pribadi akan terus berusaha untuk meningkatkan kecepatan. Insya Allah, dalam masa kualifikasi 1 tahun 3 bulan lagi, saya bisa lari lebih cepat secara bertahap dan bisa mencapai batas Olimpiade yang 10,05 detik itu,” ujar Zohri beberapa waktu lalu.
Namun, peluang lolos ke Tokyo 2020 masih ada. Melihat data peringkat dunia IAAF, Zohri berpeluang besar untuk tembus 56 besar dunia. Pelari 100 meter yang berada di peringkat ke-56 dunia saat ini adalah pelari asal Jepang Takuya Kawakami yang waktu terbaiknya hanya 10,24 detik yang dicetak 2019.
Sapwaturrahman juga berpeluang masuk 32 besar dunia. Pelompat jauh peringkat ke-31 dunia saat ini adalah atlet asal Ukraina Vladyslav Mazur yang lompatan terbaiknya 8,07 meter yang dicetak 2018.
Walaupun berat, Emilia masih berpeluang masuk 40 besar dunia. Pelari 100 meter gawang putri peringkat ke-40 dunia saat ini adalah pelari asal Jerman Franziska Hofmann yang waktu terbaiknya 12,87 detik yang dicetak 2014. Artinya, jarak antara Emilia dan Hofmann tidak terlampau jauh.
Data peringkat dunia IAAF terus diperbarui. Untuk data terakhir yang dirilis 26 Maret 2019, IAAF belum memasukan capaian Zohri, Emilia, dan Sapwaturrahman di Grand Prix Malaysia Terbuka 2019. Peringkat dunia itu sangat dipengaruhi intensitas dan prestasi atlet dalam mengikuti kejuaraan internasional. Semakin sering atlet ikut kejuaraan internasional dan semakin tinggi prestasinya, semakin banyak pula poin yang bisa dikumpulkan untuk meningkatkan peringkat dunianya.