Hujan berintensitas tinggi di wilayah Kedu, Jawa Tengah beberapa hari terakhir menyebabkan kualitas panen di sejumlah sentra padi menurun. Kondisi tersebut menghambat pengadaan pangan Perum Bulog.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
.
MAGELANG, KOMPAS — Hujan berintensitas tinggi di wilayah Kedu, Jawa Tengah, beberapa hari terakhir menyebabkan kualitas panen di sejumlah sentra padi menurun. Kondisi tersebut menghambat pengadaan pangan Perum Bulog.
Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu, Nani Yulianti, Senin (1/4/2019) di Magelang, mengatakan, pihaknya saat ini tidak bisa menggencarkan pengadaan beras karena rata-rata hasil panen petani berkadar air 15-16 persen. Angka ini melebihi batasan maksimal untuk beras medium serapan Bulog yang ditetapkan 14 persen.
”Persentase patahan beras produksi petani juga mencapai 30-40 persen, jauh di atas batasan maksimal beras di gudang Bulog, yang ditetapkan maksimal 20 persen,” ujarnya.
Persentase patahan beras produksi petani juga mencapai 30-40 persen, jauh di atas batasan maksimal beras di gudang Bulog, yang ditetapkan maksimal 20 persen.
Menurut Nani, kondisi tersebut terjadi hampir merata di semua sentra padi di wilayah Kedu. Pada akhirnya, pengadaan beras di gudang Bulog tersendat. ”Kondisi beras yang memiliki kadar air dan angka patahan tinggi ini banyak kami jumpai pada daerah sentra beras, seperti Kabupaten Purworejo dan Kebumen,” ujarnya.
Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu meliputi enam kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Magelang, dan Kota Magelang.
Dengan kondisi tersebut, menurut Nani, penyerapan beras di musim panen kali ini kurang optimal. Jika biasanya di musim panen penyerapan beras 500-750 ton per hari, tahun ini sejak Januari hingga Maret penyerapan di gudang-gudang Bulog hanya sekitar 300 ton.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Purworejo Eko Anang Sofyan W mengatakan, tingginya intensitas hujan berdampak pada hasil panen. Penurunan produksi tanaman padi 30-40 persen.
Menurut dia, penurunan produksi terjadi di areal sekitar 600 hektar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bagelen, Purwodadi, dan Ngombol. Kondisi itu terjadi karena areal sawah di daerah tersebut sempat terendam banjir dan menyebabkan puso.
Saat ini, dari total areal tanaman padi seluas 28.936 hektar, yang telah memasuki musim panen sekitar 11.000 hektar. Dari luasan tersebut, rata-rata produktivitas padi mencapai 6,4 ton gabah kering giling (GKG), lebih tinggi dibandingkan target 6,1 ton GKG per hektar.
Tidak hanya Purworejo, penurunan hasil panen juga terjadi di wilayah Kabupaten Magelang. Karena tanaman padi roboh dan terendam air, rendemen gabah hasil panen pun merosot drastis.
Bahroni, petani di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, biasanya satu kuintal gabah bisa menghasilkan 60 kilogram (kg) beras. Namun, panen kali ini diperkirakan 1 kuintal gabah hanya akan menghasilkan kurang dari 50 kg beras.
Kondisi serupa terjadi di Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur. Nurzainiyah, petani penggarap, mengatakan, robohnya tanaman padi akibat banjir dipastikan berpengaruh pada kualitas beras.
”Tanaman padi yang dipanen setelah roboh biasanya akan menghasilkan beras yang pecah-pecah dan tidak utuh,” ujarnya. Dengan kondisi ini, harga beras dipastikan menurun di bawah harga pasaran saat ini yang sekitar Rp 10.000 per kg.