Membaca Antusiasme Kampanye Terbuka
Pengetahuan pemilih terhadap caleg lebih rendah jika dibandingkan dengan capres-cawapres atau parpol. Kampanye terbuka diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pemilih, terutama tentang pemilu legislatif.
Panjangnya masa kampanye Pemilu 2019 membuat publik tidak begitu memperhatikan pembagian periode kapan kampanye tertutup dan terbuka dilakukan. Kampanye terbuka yang dimulai awal pekan lalu tidak terlalu disambut berbeda oleh publik.
Meski demikian, kampanye terbuka tetap menjadi momentum bagi pemilih untuk menimbang dan berhitung kepada siapa suara mereka akan diberikan. Hal ini tidak lepas dari belum banyaknya pengetahuan yang dimiliki sebagian pemilih terhadap para kontestan pemilu. Hasil jajak pendapat Kompas, pekan lalu, menunjukkan, calon pemilih hanya cenderung tahu sosok pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dibandingkan dengan calon anggota legislatif (caleg).
Rata-rata hanya separuh responden yang mengaku tahu tentang sosok caleg. Hal ini berbeda dengan pengetahuan mereka tentang sosok capres-cawapres dan partai politik. Untuk pemilihan presiden, mayoritas responden (94,1 persen) sudah mengetahuinya, bahkan di antaranya mengaku sangat tahu. Hal itu antara lain tidak lepas dari gencarnya pemberitaan di media massa terkait pemilihan presiden dibandingkan dengan pemilu legislatif. Debat yang digelar untuk capres dan cawapres jadi media bagi publik untuk lebih memahami para capres-cawapres dibandingkan dengan kontestan pemilu legislatif.
Masih minimnya pengetahuan pemilih terhadap caleg berbanding lurus dengan pengakuan separuh responden yang melihat masa kampanye tertutup yang dimulai 23 September 2018 tidak cukup untuk mengetahui sosok caleg. Hal ini berbeda dengan pengetahuan mereka terhadap partai politik dan capres-cawapres di mana responden merasa sudah cukup mengetahuinya.
Kampanye terbuka
Masa kampanye terbuka diharapkan membuat pengetahuan calon pemilih tentang pileg jadi semakin baik meski jajak pendapat Kompas merekam antusiasme publik cenderung biasa saja. Hanya 51,1 persen responden yang menyatakan akan memanfaatkan masa kampanye terbuka untuk menggali informasi terkait kontestan di pemilu. Sebaliknya, 44,8 persen responden lainnya menyatakan tak akan memanfaatkannya.
Sebagian besar (25,1 persen) dari mereka yang kurang tertarik mengikuti kampanye terbuka beralasan karena sudah menentukan pilihan. Sebagian lain beralasan kampanye terbuka tidak akan mengubah apa pun. Sementara bagi responden yang mengaku akan memanfaatkan masa kampanye terbuka menyebutkan untuk lebih mengenal para kontestan agar tidak salah pilih saat hari pemungutan suara nanti.
Jika dilihat dari kelompok usia, pemilih dari kelompok usia 41-52 tahun (Gen X) adalah yang paling banyak yang tertarik dan akan memanfaatkan kampanye terbuka. Mereka merasa perlu mengenal sekaligus memantapkan pilihannya pada 17 April 2019. Sementara kelompok pemilih pemula dan generasi milenial, baik muda maupun matang, cenderung kurang antusias memanfaatkan kampanye terbuka.
Bagi responden yang antusias, harapan mereka untuk lebih mengetahui dan mengenal para kontestan tidak lepas dari dibolehkannya pemasangan iklan media dan kampanye rapat umum terbuka di lapangan yang mengundang massa pada tahapan kampanye terbuka.
Namun, model kampanye rapat umum terbuka di lapangan cenderung dinilai hanya ajang pengumpulan massa. Model kampanye ini bukan jaminan pemilih akan lebih antusias untuk mengikuti. Jajak pendapat Kompas pekan lalu juga mencatat, tak banyak responden yang tertarik untuk mengikuti model kampanye rapat umum ini. Sebanyak 60,1 persen responden enggan hadir di rapat umum, apalagi mengajak orang lain untuk menghadiri kampanye capres-cawapres pilihannya di lapangan terbuka.
Jika dipilah berdasarkan usia, model kampanye dengan rapat umum yang mendatangkan massa tidak begitu disukai oleh responden dari kalangan pemilih pemula yang masuk dalam pemilih milenial muda. Sebagian besar responden dari kalangan pemilih ini lebih banyak mengonsumsi informasi terkait pemilu dari media sosial dan berita di internet.
Sebaliknya, responden dari kalangan usia 41-52 (Gen X) lebih banyak yang mengaku tertarik mengikuti kampanye model rapat umum yang mendatangkan massa. Di posisi kedua terbanyak adalah pemilih dari kelompok usia 53-71 tahun (baby boomers). Dua kelompok pemilih itu boleh jadi adalah mereka yang saat Orde Baru mengalami memori kampanye dengan arak-arakan di jalanan dan di lapangan terbuka dengan massa yang banyak.
Namun, potensi pelanggaran justru rawan terjadi di model kampanye rapat umum. Catatan Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam kampanye terbuka perdana pada Minggu (24/3/2019) menyebutkan, di kedua kubu pasangan caprescawapres ditemukan pelanggaran. Pelanggaran itu antara lain masih ada peserta yang membawa anak-anak, aparatur sipil negara yang ikut kampanye, dan pemanfaatan fasilitas pemerintahan/negara untuk kampanye.
Tentu kampanye terbuka ini tetap akan menjadi momentum politik bagi semua kontestan. Bagi caleg, ini menjadi momen untuk meningkatkan kedekatan dengan calon pemilih. Sementara bagi partai politik dan capres-cawapres, kampanye terbuka jadi kesempatan terakhir untuk memastikan kembali kepada pemilih bahwa mereka layak dipilih, terutama kepada para pemilih yang masih ragu dan bimbang kepada siapa suaranya akan diberikan pada 17 April 2019.