Penyandang Disabilitas Intelektual Terjerat Kasus Narkoba
TANGERANG, KOMPAS - Pengadilan Negeri Tangerang menggelar sidang perkara narkoba kepemilikan 0,23 gram sabu dengan terdakwa Hau Hau dan Wendra Purnama alias Enghok (22), Senin (1/4/2019).
Agenda sidang keenam ini adalah pemeriksaan Hau Hau Wijaya sebagai saksi atas perkara Wendra yang diduga penderita disabilitas intelektual. Penyandang status ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia Banten.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sri Suharni itu awalnya dijadwalkan pukul 14.00. Akan tetapi, tertunda selama lebih dari dua jam.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Manusia (LBHM) menghadirkan saksi mahkota yakni Hau Hau. Dalam keterangannya di persidangan, Hau Hau mengatakan, polisi menangkap ia dan Wendra pada tanggal 25 November 2018 pukul 02.00 di sekitar SPBU di Pintu Air, Cengkareng.
"Saat ditangkap itu, saya sudah mengkonsumsi sabu. Sebelumnya saya bersama Ica mengkonsumi sabu. Kalau Wendra tidak menggunakan sabu," kata Hau Hau kepada majelis hakim.
Ia menceritakan seputar penangkapan yang dilakukan Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Tangerang.
Kejadian berawal dari saling kontak antara Ica (belum tertangkap) dan Hau Hau untuk bertemu sebuah pusat perbelanjaan di Cengkareng.
"Ica telepon saya untuk mengantar barang pesanan dari Leni (belum diketahui keberadaannya). Saya terima tawaran itu dengan imbalan mendapat sabu untuk konsumsi sendiri," kata Hau Hau dalam sidang.
Ia bertemu dengan Ica sekitar pukul 00.00. Setelah bertemu dan mendapat barang itu (sabu), Hau Hau menelepon Wendra untuk menemani dia mengantar barang titipan dari temannya ICA kepada Leni di SPBU Cengkareng.
"Wendra sama sekali tidak kenal dengan Ica dan Leni," ujar Hau Hau.
Wendra dan Hau Hau janjian ketemu di sebuah pasar swalayan, Sevel Cengkareng. Tempat ini beberapa kali menjadi tempat nongkrong mereka.
Wendra datang menjemput temannya Hau Hau dengan menggunakan sepeda motor miliknya.
Selanjutnya, keduanya pergi ke SPBU yang akan dituju untuk bertemu dengan Leni. "Kenapa saya ajak Wendra, karena cuma dia teman saya. Dia yang saya percaya. Dan Wendra selalu mau kalau diajak keluar," jelas Hau Hau.
Ia mengatakan, dirinya dengan Wendra sudah berteman selama tiga tahun. Dan baru pertama kali ia mengajak Wendra membawa sabu titipan temannya.
"Kami teman main. Sering main PS (play station). Kami enggak pernah pakai sabu bareng," cerita Hau Hau.
Terdakwa mengaku Wendra agak sulit berbicara. Akan tetapi, keduanya berkomunimasi selalu lancar. "Memang ia (Wendra) sulit bicara. Tetapi kalau kami berkomunikasi saling mengerti. Memang, ngomongnya agak patah-patah. Antra satu kata dengan kata lainnya yang diucapkan berjarak lama," kata Hau Hau lagi.
Ketika ditanya pengacara publik dari LBH Masyarakat, Hau Hau mengatakan, saat penangkapan dan penggeledahan polisi sempat menanyakan kepada Wendra apakah ada barang yang sama (sabu) di Wendra, ia menjawab tidak.
Juga setelah penangkapan tidak ada penggeledahan di rumah terdakwa. Hau Hau meluruskan kalau tidak ada nama Monte, seseorang yang ditulis dalam BAP sebagai pemberi sabu ke dirinya.
Usai Hau Hau memberikan kesaksian, ketua majelis hakim bertanya kepada Wendra apakah dia sudah mengerti yang dijelaskan saksi, temannya terdakwa Hau Hau.
Wendra terdiam saja. Setelah ditanya lagi, Wendra menjawab. Terlihat Wendra sulit berbicara secara normal. Wendra yang duduk di samping pengacaranya berbicara terbata bata. Dengan wajah menegang, kakinya gemetaran, dan jari telunjuk dan ibu jari digerak-gerakkan membantu ia berbicara.
Kalimat yang keluar dari mulutnya hanya satu dua kata.
Ia menggunakan jari telunjuk dan ibu jari untuk menerangkan hanya bisa mendengar sedikit sembari mengatakan kalimat dan kata yang tidak terlalu jelas.
"Kecil," kata Wendra lambat sembari hampir merapatkan jari telunjuk dengan ibu jari.
Terbata-bata
Setelah saksi mahkota, majelis hakim memeriksa terdakwa Wendra. Lagi-lagi, ia tidak bisa ngomong dengan kalimat dan kata- kata yang jelas. Ia juga menggunakan jari tangannyanya untuk memperjelas apa yang diomongkannya.
Dalam sidang itu, Pengacara Publik dari LBHM yang mendampingi
Wendra, Antonius Badar Karwayu menyerahkan surat keterangan hasil pemeriksaan kondisi psikologi terdakwa Wendra dari Himpunan Psikologi Indonesi Banten.
"Surat hasil pemeriksaan psikologi Wendra baru diserahkan Sabtu (30/3)," jelas Antonius.
Ia juga mengusulkan kepada majelis hakim agar memeriksa kondisi psikologi terdakwa Wendra kepada rumah sakit pemerintah atau RSUD. Majelis Hakim meminta agar Jaksa Penuntut Umum segera melakukannya.
Antonius juga memohon izin agar menghadirkan saksi ahli yakni psikolog dari Himpunan Psikolog Indonesia Banten yang sudah memeriksa Wendra dan psikolog dari rumah sakit pemerintah atau RSUD yang akan memeriksa terdakwa.
"Bagaimana jaksa penuntut umum hasil pemeriksaan psikologi RSUD atau rumah sakit kapan bisa didapatkan dan dihadirkan dalam persidangan?," tanya Ketua Majelis Hakim, Sri Suharni.
Jaksa Penuntut Umum meminta kesediaan dua minggu.
"Kami butuh waktu dua minggu untuk memeriksa (psikologi) terdakwa, mendapat hasilnya, dan menyerahkan hasil ke majelis hakim dalam persidangan," jelas Jaksa Penuntut Umum, Muhammad Erlangga.
Sidang perkara tersebut ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan menghadirkan saksi dari Himpunan Psikologi Indonesia Banten, yakni psikolog.
Begitu terdakwa keluar dari kursi pesakitan dan menuju ke pintu keluar, ibu terdakwa A Hua (52) langsung menangis. "Yang sabar ya nak. Yang kuat. Selalu berdoa ya nak. Semoga kamu enggak bersalah dan secepatnya keluar," kata A Hua sembari tersedu-sedu.
Usai persidangan A Hua ibu terdakwa Wendra mengatakan, Wendra adalah bungsu dari tiga bersaudara. "Sewaktu bayi, anak saya sering step.
Sejak kecil, Wendra sering step. Tetapi, karena tidak ada biaya, makanya enggak pernah ke dokter," kata A Hua.
Dampaknya ia menjadi kurang konsentrasi dalam pelajaran.
Terdakwa Wendra memang sempat bersekolah hingga taman SMP. Akan tetapi ia bisa naik dan lulus karena nilainya dibantu pihak sekolah," ujar A Hua.
Dalam keseharian, cerita pamannya, terdakwa Wendra adalah kuli bangunan. Ia sering ikut-ikutan kerja serabutan. "Pernah juga ikut berjualan
krupuk, cuma sekedar mengantar kerupuk saja. Ini ia lakukan untuk membantu keluarga," kata Suma usai persidangan.
Dibebaskan
Terdakwa Hau Hua dan Wendra ditangkap tim Satuan Narkoba Polres Metro Tangerang di depan SPBU Jalan Lingkar Luar, Cengkareng, Jakarta Barat, pada 25 November 2018. Dari tangan Hau Hau disita barang bukti seberat 0,23 gram sabu.
Polisi menjerat Wendra dan Hau Hau dengan Pasal 114 dan Pasal 132 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sekitar bulan Januari 2019, berkas perkara kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang. Selanjutnya P21 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Sidang dakwaan berlangsung tanggal 31 Januari 2019. Hingga 11 Maret kemarin memasuki sidang ke lima dengan agenda mendengarkan keterangan saksi saksi.
Antonius mengatakan, terdakwa Wendra adalah penyandang disabilitas intelektual yang ditangkap karena dianggap menguasai dan memiliki narkotika jenis sabu sebesar 0.23 gram.
Sebagai penyandang disabilitas intelektual, terdakwa seharusnya tidak disidangkan atau dibebaskan dari persidangan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Himpunan Psikolog Indonesia wilayah Banten, terdakwa Wendra memiliki IQ di bawah rata-rata. Ia kesulitan membaca dan berbicara. Ia hanya mengerti kalimat sederhana dengan pengulangan. Terdakwa Wendra, kata Antonius, seharusnya tidak harus menjalani persidangan.
Antonius meminta terdakwa Wendra dibebaskan karena ia adalah penyandang disabilitas intelektual yang tak bisa membedakan benar atau salah.
"Hasil pemeriksaan psikologi Wendra mengalami keterbatasan fungsi fikir dan fungsi adaptif karena tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata, IQ-nya hanya 55," ujar Antonius.
Dari hasil tes intelegensi, terdakwa juga jauh di bawah standar. Kondisinya ini terjadi waktu yang lama, pengetahuan rendah dan juga memiliki hambatan menyerap simulasi sehari-hari.
Dari hasil pemeriksaan itu, kata Antonius, disimpulkan jika terdakwa Wendra memiliki intelegensi yang berfungsi pada taraf rendah. Mengalami keterbatasan fungsi pikir dan menyandang disabilitas intelektual dalam jangka waktu yang lama. Terdakwa juga kesulitan membedakan baik dan buruk, benar dan salah, serta hak dan kewajiban.
Antonius juga mengatakan, penyidik yang menangkap kedua terdakwa mengatakan dari hasil pemeriksaan urine terdakwa Wendra positif narkotika.
"Kata penyidik, hasil laboratorium pemeriksaan urin ada dan positif. Tetapi, sampai sekarang kami belum mendapatkan hasil tersebut," kata Antonius.