Polda Jabar Diminta Tak Halangi Bawaslu Jabar Usut
Pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat diminta tak menghalangi Badan Pengawas Pemilihan Umum Jabar mengusut kasus dugaan keberpihakan jajaran Kepolisian Resor Garut terhadap salah satu pasangan calon dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2019.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat diminta tak menghalangi Badan Pengawas Pemilihan Umum Jabar mengusut kasus dugaan keberpihakan jajaran Kepolisian Resor Garut terhadap salah satu pasangan calon dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Kasus ini menjadi sorotan publik menyusul pengakuan mantan Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Pasirwangi, Garut, Ajun Komisaris Sulman Aziz dalam jumpa pers yang difasilitasi oleh Kantor Bantuan Hukum dan HAM Lokataru, di Jakarta, Minggu (31/3/2019), pekan lalu.
Sulman saat itu mengaku diperintah oleh atasannya, dalam hal ini Kepala Polres Garut Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna untuk memihak kepada salah satu pasangan calon. Sulman juga mengaku diancam apabila di wilayahnya, paslon yang didukung sampai kalah akan dimutasi.
Sulman memang telah dimutasi berdasarkan Surat Telegram 499/II/Kep/2019, tanggal 23 Maret 2019, dan kini menjabat sebagai Kepala Unit I Seksi Pelanggaran (Sigar) Lalu Lintas Sub Direktorat Penegakkan Hukum (Subdit Gakum) Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jabar.
“Kasus ini harus diungkap supaya jelas karena ini berkaitan dengan pemilu, maka menjadi kewenangan Bawaslu Jabar untuk mengusut. Sebaiknya pihak Polda Jabar menahan diri, dan menyerahkan kepada bawaslu untuk bekerja,” kata Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta, seusai acara “Sosialisasi Produk Hukum Pengawasan Pemilu Tahun 2019 yang digelar oleh Bawaslu Jabar di Kota Bandung, Senin (1/4/2019).
Kaka juga meminta Bawaslu Jabar bersikap proaktif menindaklanjuti pengakuan Sulman yang kemudian diberitakan oleh media itu. Selain itu Kaka mengingatkan pula agar aparatur sipil negara (ASN), juga anggota TNI dan Polri untuk tetap bersikap netral dalam pemilu.
“Sebab peran dan sikap ASN, TNI-Polri ini turut menentukan kualitas pemilu. Jika ASN netral dapat berdampak postitif pada kualitas demokrasi. Namun apabila ASN berpihak juga mempunyai daya rusak yang besar. Sebab ASN menjadi panutan masyarakat. Kalau mereka tidak netral, bisa saja masyarakat menjadi apatis terhadap pemilu,” ucap Kaka.
Ketika dikonfirmasi Ketua Bawaslu Jabar Abdullah mengatakan, pihaknya melalui Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Garut akan melakukan penelusuran awal terhadap kejadian ini.
Sebab peran dan sikap ASN, TNI-Polri ini turut menentukan kualitas pemilu. Jika ASN netral dapat berdampak postitif pada kualitas demokrasi. Namun apabila ASN berpihak juga mempunyai daya rusak yang besar. Sebab ASN menjadi panutan masyarakat. Kalau mereka tidak netral, bisa saja masyarakat menjadi apatis terhadap pemilu
“Kami juga baru mendapat informasinya hari ini dari media. Kami akan mengumpulkan keterangan dulu. Jika memang dalam kejadian ini ada keberpihakan, misalnya anggota kepolisian terlibat dalam tim sukses paslon, ini masuk ranah pidana pemilu. Namun jika tidak ditemukan pelanggaran pemilu, tapi ada masalah internal di lingkup Polres Garut, bisa saja kami memberikan rekomendasi kepada Polri untuk ditangani lebih lanjut,” ujar Abdullah.
Abdullah juga mengimbau kepada ASN, TNI dan Polri, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam pemilu tetap menjaga netralitas.
“ASN harus memperlakukan peserta pemilu sama, jangan bersikap atau bertindak yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” kata Abdullah.
Mengklarifikasi
Sementara itu secara terpisah, Sulman Aziz di markas Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung mengklarifikasi pengakuannya di Kantor Bantuan Hukum dan HAM Lokataru itu.
“Saya telah melakukan kesalahan dengan menyatakan, bahwa Polri tidak netral dalam pilpres 2019. Sebetulnya hal itu saya sampaikan karena saya dalam keadaan emosi terhadap Kepala Polres. Saya jengkel telah dipindahtugaskan dari jabatan lama sebagai kepala Polsek,” kata Sulman.
Saya telah melakukan kesalahan dengan menyatakan, bahwa Polri tidak netral dalam pilpres 2019. Sebetulnya hal itu saya sampaikan karena saya dalam keadaan emosi terhadap Kepala Polres. Saya jengkel telah dipindahtugaskan dari jabatan lama sebagai kepala Polsek.
Sulman menduga, mutasi itu diterimanya sebagai sanksi karena (dugaan ketidaknetralannya) telah berfoto dengan seorang tokoh agama yang menjadi panitia deklarasi Prabowo Subianto – Sandiaga Uno di Kecamatan Pasirwangi, Garut.
Di kawasan Pasirwangi merupakan daerah yang subur, dan merupakan sentra perkebunan kentang. Di kawasan itu pula terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dikelola oleh PT Chevron Goethermal Indonesia dan PT Indonesia Power.
Sulman juga mengungkapkan, dirinya selaku kepala polsek saat itu bersama kepala polsek lainnya diinstruksikan untuk melakukan pemetaan kekuataan kedua paslon. “Namun pemetaan itu dimaksudkan untuk mengantisipasi keamanan wilayah, dan memperkirakan kekuatan pengamana yang harus disiapkan. Jadi bukan untuk mendukung salah satu paslon. Kepolisian juga merupakan lembaga yang netral, Kapolri juga telah memerintahkan kepada semua jajaran untuk netral dalam pemilu, baik pilpres dan pilkada,” ujar Sulman.
Sementara itu Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, mutasi terhadap Sulman itu bukan karena sanksi terkait berfoto dengan seorang tokoh agama yang menjadi panitia deklarasi Prabowo Subianto – Sandiaga Uno di Kecamatan Pasirwangi.
“Dari telegram yang dikeluarkan, mutasi saat itu berisikan rotasi rutin terhadap 10 personil Polda Jabar, jadi tak cuma Sulman. Mutasi ini terkait kepentingan organisasi, penyegaran, serta peningkatan kemampuan SDM di lingkungan Polda Jabar,” kata Trunoyudo.
Trunoyudo juga menyinggung, dari kejadian ini ditindaklanjuti oleh tim Bidang Propam Polda Jabar. “Hal ini akan didalami berdasarkan fakta dan bukti. Jika memang ada pelanggaran disiplin dari yang bersangkutan (Sulman Aziz) tentu akan dikenai sanksi,” ujarnya.