Titik-titik pengungsian di Sulawesi Tengah rawan politik uang menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2019. Pengawas Pemilu memastikan bekerja ekstra untuk mencegah ataupun menjerat para pihak yang melakukannya.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Titik-titik pengungsian di Sulawesi Tengah rawan politik uang menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2019. Pengawas Pemilu memastikan bekerja ekstra untuk mencegah ataupun menjerat para pihak yang melakukannya.
”Kami sudah mengingatkan semua pihak terkait potensi politik uang di pengungsian. Potensi itu tinggi karena para pengungsi pasti mengharapkan sekali pemberian-pemberian,” kata Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Tengah Darmiati di Palu, Sulteng, Senin (1/4/2019).
Darmiati memastikan, pengawas di lapangan sudah mengidentifikasi titik-titik pengungsian yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala; tiga daerah yang terdampak gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi enam bulan lalu. Selain mencegah terjadinya tindak pidana pemilu, pihaknya tak ragu untuk menyeret siapa saja pun yang terindikasi melakukan pelanggaran.
Kami sudah mengingatkan semua pihak terkait potensi politik uang di pengungsian. Potensi itu tinggi karena para pengungsi pasti mengharapkan sekali pemberian-pemberian.
Titik pengungsian di tiga kabupaten/kota tersebut cukup banyak. Tempat pemungutan suara (TPS) juga tersebar di titik-titik pengungsian.
Selain masalah politik uang (money politics), Bawaslu juga mewaspadai kampanye di luar jadwal dan kampanye pada masa tenang nanti. Sosialisasi dengan berbagai pihak telah dilakukan agar pelanggaran tidak terjadi. Kalaupun terjadi, hukum akan menjerat para pelanggar.
Terkait pelanggaran selama masa kampanye hingga akhir Maret 2019, Bawaslu Sulteng mendata 400 pelanggaran, antara lain 27 tindak pidana pemilu. Dari 27 kasus, sebanyak 12 perkara telah berkekuatan hukum tetap. Dua di antaranya vonis bersalah 2 bulan penjara terhadap dua kepala desa di Kabupaten Tojo Una-Una dan Poso.
Satu perkara saat ini masih berada pada tahap banding dengan terdakwa anggota DPRD Sulteng yang mencalonkan diri lagi. Pada tingkat pertama, ia divonis dua bulan penjara. Terdakwa diduga melakukan kampanye di rumah ibadah disertai dengan pemberian uang.
Darmiati menyatakan, pelanggaran yang paling dominan adalah keterlibatan secara aktif kepala desa dan aparatur sipil negara dalam kampanye, kampanye di rumah ibadah, dan politik uang.
Terkait kerentanan pengungsi terhadap politik uang, Aswan (51), penghuni hunian sementara (huntara) di Kelurahan Petobo, Kota Palu, menyatakan, dirinya berhati-hati sekali dengan bantuan yang diberikan berbagai pihak. Jika bantuan berasal dari perorangan, ia menolaknya. ”Kalau bantuan dari lembaga yang jelas, saya menerimanya,” katanya.
Aswan menyatakan, bantuan yang sering diterima penghuni huntara selama ini berupa logistik, antara lain beras ataupun makanan siap saji.