Di Masa Depan, Lulusan Perguruan Tinggi Diprediksi Berganti Keahlian 5-7 Kali
Oleh
RYO/ *
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lulusan perguruan tinggi yang dihasilkan saat ini diperkirakan perlu 5-7 kali ganti keahlian selama karier profesinya. Hal ini sangat kontras dengan kondisi masa lalu di mana spesialisasi bersifat baku dan stabil.
”Industri 4.0 itu tidak datang begitu saja, tetapi berfase-fase sesuai pencapaian kapabilitas teknologi yang mendasarinya. Konsekuensinya, kebutuhan keahlian dan kontur lapangan pekerjaan akan berubah-ubah sesuai dengan fase-fase pertumbuhan yang cepat ini,” kata Profesor Herry Utomo dari Louisiana State University, Selasa (2/4/2019), kepada Kompas.
Prof Herry, yang juga Presiden Indonesian Diaspora Network-United (IDN-U), menambahkan, kurikulum, materi ajar, dan cara pembelajaran dengan demikian perlu dikristalisasi. Tujuannya, untuk menumbuhkan iklim kreatif, imajinatif, dan pemecahan persoalan dengan memberdayakan berbagai teknologi ajar terkini yang sudah demikian berkembang serta memfasilitasi kolaborasi dalam ekosistem kampus yang terbuka dan global.
Ditekankan oleh Prof Herry, perlunya perakitan unit-unit dasar bahan ajar yang dengan cepat bisa direkonfigurasi sesuai tuntutan dan dibangun dengan kreativitas murni ataupun buatan (AI).
Lima universitas
Dua profesor diaspora yang bermukim di Amerika Serikat, Herry Utomo dan Ida Wenefrida dari Louisiana State University, sebelumnya telah secara maraton berkunjung ke lima universitas.
Lima universitas tersebut adalah Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati/ ITB, Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Tunas Pembangunan (UTP), dan Universitas Mataram (Unram). Para profesor itu juga memberikan kuliah umum dengan topik spesifik.
Topik-topik itu adalah ”Pengembangan Teknologi Melalui Riset, Paten, dan Produk Kolaboratif” untuk SITH (ITB); ”Membangun Ekosistem Kampus Kompetitif untuk Era Industri 4.0” untuk Unjani; ”Teknologi Smart Farming dan Strategi Ajar di Agriculture 4.0” untuk Unram; dan ”Lompatan Universitas Muda dalam Membangun Ekosistem Kampus yang Sangat Kompetitif di Era Industri 4.0” untuk UTP.
Secara umum, kata Prof Herry, sangat penting mengantisipasi perubahan yang sangat mendasar, termasuk upaya untuk menyiasati industri 4.0, sekaligus memberikan kiat-kiat untuk mengubah ancaman menjadi lompatan (leapfrogging).
Tiap universitas juga diberikan akses langsung ke diaspora dunia (IDN United - Indonesian Diaspora Network United), Indonesian American Society of Academics (IASA), dan berbagai universitas di Amerika tempat para profesor diaspora tersebut berkiprah.
Dalam kuliah umum itu disampaikan kalau industri 4.0 telah memasuki berbagai sendi kehidupan. Efeknya akan semakin luas, mulai dari sektor pertanian, industri, jasa, informasi, ataupun kehidupan sosial.
Mobil otonom ataupun sistem robotik adalah beberapa contoh proses otomatisasi dan bagaimana komputasi dan elemen fisik menjadi semakin membaur bersamaan dengan penggunaan kecerdasan buatan.
73 juta pekerjaan hilang
Salah satu akibat perubahan ini, maka tiga tahun mendatang diperkirakan 35 persen dari pekerjaan yang penting saat ini tidak akan diperlukan lagi. Di negara-negara maju, pada 2022 saja, misalnya, diperkirakan kehilangan 73 juta pekerjaan. Namun, akan muncul 133 juta profesi baru dengan syarat keahlian yang berbeda.
Karena itu, tantangannya bukan memerangi pengangguran, melainkan bagaimana memenuhi permintaan tenaga kerja berspesifikasi baru secara cepat dan dalam jumlah yang besar. ”Lulusan perlu dibekali keterampilan sosial dan mind-set yang siap untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini,” ujar Prof Ida.
Menurut Prof Herry dan Prof Ida, tidak perlu ada keseragaman dalam menyikapi industri 4.0. Setiap universitas wajib membangun keunggulan lokalnya sendiri.
Untuk itu, selain keberhasilan dalam menghasilkan produk intelektual berupa perangkat lunak, kecerdasan buatan, konsep, atau desain, universitas harus berhasil membuat produk konvensional.
Apa itu produk konvensional? Di antaranya adalah varietas, komoditas, mesin, atau produk industri dasar lain yang juga merupakan faktor penting yang akan membedakan apakah bangsa ini akan menjadi pemain dalam industri 4.0 atau hanya sebatas pengguna.