JAKARTA, KOMPAS — Tiga negara produsen karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sepakat mengurangi volume ekspor karet alam 240.000 ton selama empat bulan pada tahun 2019. Pengurangan volume ekspor ditujukan untuk memperbaiki harga karet dunia sekaligus memberikan harga di tingkat petani di tiga negara. Volume pengurangan dibagi proporsional sesuai produksi setiap negara.
Thailand berkontribusi produksi 52,6 persen, Indonesia 40,9 persen, dan Malaysia 6,5 persen. ”Volume ekspor Thailand disepakati untuk dikurangi 126.240 ton, Indonesia 98.160 ton, dan Malaysia 15.600 ton,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri di Jakarta, Senin (1/4/2019).
Sebagai perangkat memenuhi komitmen dan memastikan kepatuhan Indonesia terhadap keputusan tiga negara itu, Menteri Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 779 Tahun 2019. Kepmendag tersebut mengatur pelaksanaan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6. AETS pertama dilaksanakan tahun 2002, lalu tahun 2008, 2012, 2016, 2018, dan 2019.
Kasan menambahkan, Indonesia dan Malaysia mengimplementasikan kesepakatan pengurangan volume ekspor karet mulai 1 April 2019. Sementara Thailand akan mengurangi volume ekspor karetnya mulai 20 Mei 2019. ”Salah satu alasan Thailand adalah mereka sedang pemilu sehingga berbeda waktu pelaksanaannya,” kata Kasan.
Terkait pelaksanaan AETS 2019, lanjut Kasan, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyiapkan alokasi ekspor untuk setiap daerah atau cabang yang diterjemahkan ke alokasi setiap perusahaan anggota. Alokasi tersebut sudah dipetakan secara proporsional dari kinerja ekspor mereka setiap bulan selama tahun 2018.
Jangka panjang
Deputi Menteri untuk Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan, instrumen pengurangan ekspor (AETS) biasanya berdampak jangka pendek. Instrumen ini untuk memengaruhi harga karet internasional supaya harganya mencapai tingkat wajar.
Harga karet pada November 2018 cukup rendah, yakni sekitar 1,2 dollar AS per kilogram (kg). Serangkaian pertemuan Dewan Tripartit Karet Internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC) pun digelar pada Desember 2018 dan Februari 2019 di tingkat menteri ITRC.
”Kemudian, awal Maret 2019 ada pertemuan di tingkat SOM (senior officials meeting/pertemuan pejabat senior) untuk implementasi AETS. Maka, harga karet saat ini lumayan terkoreksi menjadi sekitar 1,4 dollar AS per kg,” katanya.
Rizal menuturkan, mekanisme kerja sama tiga negara penghasil karet dalam institusi ITRC pun mengenal instrumen berupa peningkatan permintaan/konsumsi karet dalam negeri. Skema ini akan mempengaruhi pasokan karet dunia.
Tiga negara ITRC (Indonesia, Thailand, dan Malaysia), misalnya, mengenalkan pemakaian karet untuk campuran aspal jalan. ”Thailand menerapkan one village one kilometre yang akan menyerap karet alam sebesar 270.000 ton. Malaysia mengalokasikan anggaran 100 juta ringgit untuk program rubberized road,” ujar Rizal.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga memperluas penggunaan karet untuk campuran aspal jalan di Indonesia. Instrumen ini dinilai lebih berdampak jangka panjang, yakni lewat skema manajemen pasokan. ITRC juga meremajakan pohon karet untuk memacu produktivitas.