Balap mobil Formula 1 memperlihatkan wajah bengisnya di GP Bahrain, Minggu (31/3) malam. Kemenangan Charles Leclerc, pebalap muda asal Monako, dirampas kegagalan mesin mobil Ferrari menjelang akhir balapan itu.
SAKHIR, SENIN – Balapan seri kedua Formula 1 musim ini di Bahrain semestinya menjadi panggung pebalap muda Scuderia Ferrari, Charles Leclerc. Pujian untuknya bahkan mengalir dari bos tim lawan hingga Lewis Hamilton, pebalap Mercedes GP yang memenangi balapan di Bahrain, Minggu (31/3/2019) malam.
Leclerc sempat membayangkan finis di podium pertama di balapan di Sirkuit Sakhir itu seperti dilakukannya dua tahun silam pada debutnya di Formula 2 bersama Prema Racing. Sempat pula terpikirkan namanya diukir dalam buku sejarah sebagai pebalap termuda ketiga di F1, yaitu setelah Max Verstappen (2016) dan Sebastian Vettel (2008), yang finis tercepat di sebuah balapan.
Namun, realita terasa pahit bagi Leclerc. Meksipun mendominasi sesi latihan resmi, seluruh tahapan kualifikasi, hingga tampil nyaris sempurna di balapan kemarin, Leclerc gagal berdiri di podium tertinggi balapan itu. Bencana baginya itu dimulai di putaran ke-46 balapan di sirkuit padang pasir itu. Mobil SF90 tunggangannya, yang sebelumnya melaju cepat dan sulit ditandingi lawan-lawannya, mendadak melambat.
“Apa yang terjadi? Ada sesuatu yang aneh dengan mesin (mobilnya),” tanya Leclerc kepada timnya lewat komunikasi radio pada putaran ke-46 itu. Tim Ferrari, termasuk bosnya, Mattia Binotto, diam seribu bahasa. Mereka bingung menjawabnya.
Bayangan finis terdepan seketika menjadi samar-samar ketika data di layar komputer tim Ferrari menunjukkan hal mengkhawatirkan. Mobil merah Leclerc memang tidak berhenti di tengah jalan akibat kerusakan mesin. Namun, mobil itu mendadak melambat 40 kilometer per jam secara konstan, yang menurut Binotto, akibat kerusakan pada silinder ruang bakar.
Komentator televisi yang memandu langsung jalannya lomba itu pun ikut membisu melihat drama itu. “Ya Tuhan..” tukas Leclerc di saluran radio tim. Ia seketika sadar, kisah dongengnya di Bahrain tidak bakal berakhir bahagia seperti telenovela atau kisah Cinderella.
Leclerc lebih mirip petinju Mike Tyson yang berani dan berapi-api, namun mendadak tidak berdaya membalas pukulan bertubi-tubi lawannya. Mobilnya pun silih berganti dilewati duo Mercedes, Hamilton dan Valtteri Bottas, tanpa perlawanan. Lebih mirisnya lagi, Leclerc harus rela dilewati para backmarker alias jajaran pebalap di posisi buncit yang sebelumnya ia lewati satu putaran.
Leclerc masih bisa finis ketiga alias naik podium semata-mata karena “diselamatkan” safety car yang keluar menyusul mogoknya mobil Renault yang dikendari Daniel Ricciardo di lap ke-55. Untuk kali kedelapan di dalam sejarah F1, balapan itu pun berakhir di belakang safety car. Hamilton finis pertama disusul Bottas, Leclerc, dan Max Verstappen (Red Bull).
Juara masa depan
Meskipun menampilkan wajah kejamnya, balapan di Sakhir juga memperlihatkan sisi positif, yaitu sportivitas dan simpati. Alih-alih bergembira dan meloncat ke kru timnya seperti biasanya yang dilakukan para pebalap lainnya saat menang, Hamilton langsung menghampiri Leclerc dan memberinya motivasi seusai memarkir mobilnya di bawah podium juara. Bagi Hamilton, Leclerc adalah juara sesungguhnya di balapan itu.
“Kami beruntung bisa menang dan ini terasa janggal. Charles luar biasa sepanjang akhir pekan ini. Ia jauh lebih cepat dari rekan setimnya (Sebastian Vettel). Dia punya masa depan yang sangat cerah. Saya yakin itu,” tutur Hamilton menghibur Leclerc.
Simpati serupa disampaikan Toto Wolff, CEO Mercedes. “Kita menyaksikan calon juara dunia tengah dibentuk. Ia adalah juara emosional, manusia tercepat dari mesin tercepat di balapan ini. Ia menjadi korban kekejaman dari sebuah balapan dan sebaliknya memberikan keuntungan untuk kami. Itulah balapan,” tutur Wolff dikutip BBC.
Leclerc sendiri enggan menyalahkan timnya yang kembali diliputi masalah reliabilitas mobil. Ia mengapresiasi upaya timnya yang mencoba bangkit dari kegagalan di seri Australia dan memberikan mobil tercepat di Sakhir. Namun, tidak dipungkiri, kegagalan beruntun di dua seri terakhir patut menjadi cambuk bagi Ferrari. Tim asal Italia itu masih terjebak pada kesalahan-kesalahan lamanya.
Seperti musim lalu, mobil Ferrari memang terlihat sangat cepat. Namun, itu tidaklah didukung kejelian tim dan reliabilitas. Selain itu, pebalap mereka lainnya, Vettel, masih hobi membuat kesalahan fatal di momen krusial. Mobilnya melintir sehingga merusak sayap depan saat berduel dengan Hamilton di tengah balapan. Vettel pun hanya mampu finis kelima.
Mercedes saat ini masih menguasai klasemen konstruktor dengan keunggulan 39 poin dari Ferrari di peringkat kedua. Di kategori pebalap, Bottas masih di puncak dengan margin satu poin dari Hamilton. Adapun peringkat ketiga dan keempat ditempati Verstappen dan Leclerc. (AP)