TNI dan Polri menjamin keamanan masyarakat pada Pemilu 2019. Tingkat partisipasi pemilih menjadi gambaran kepercayaan terhadap demokrasi dan legitimasi pemilu.
JAKARTA, KOMPAS Terpenuhinya target tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum menjadi salah satu tantangan utama pada Pemilu 2019. Tingkat partisipasi turut menjadi gambaran kepercayaan publik terhadap demokrasi dan legitimasi pemilu.
Upaya meraih tingkat partisipasi itu menjadi semakin penting di tengah adanya kecenderungan penurunan tingkat partisipasi publik dalam pemilu. Jika tingkat partisipasi pada Pemilu 1999 mencapai 92,74 persen, saat Pemilu Legislatif 2014 menjadi 75,11 persen. Penurunan juga terlihat di tingkat partisipasi pemilihan presiden.
Hasil survei Centre for Strategic and International Studies memperlihatkan adanya ancaman terhadap tingkat partisipasi pada pemilu mendatang. Dalam survei yang dilakukan pada 15-22 Maret 2019 dengan 1.960 responden di 34 provinsi di Indonesia itu, sekitar 7 persen responden menyatakan berniat berlibur pada hari pemungutan suara.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 5-6 Maret 2019 memang menunjukkan, 97,9 persen responden menyatakan akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019. Persentase yang menjawab seperti itu meningkat 4,5 persen ketimbang pada jajak pendapat Kompas pada September 2018.
Namun, belum semua responden menunjukkan kesiapan untuk memilih. Hal ini, antara lain, terlihat dari responden yang menyatakan akan memilih baru 82,2 persen responden yang sudah memastikan namanya masuk dalam daftar pemilih tetap.
Jaminan
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan, TNI dan Polri menjamin keamanan pemungutan suara Pemilu 2019. Oleh karena itu, masyarakat jangan takut untuk datang ke tempat pemungutan suara guna memberikan suara. ”Kami menjamin keamanan (pemilih) dari rumah sampai TPS,” kata Hadi Tjahjanto di Surabaya, Senin (1/4/2019). Pernyataan Panglima TNI itu diamini Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang berdiri di sampingnya.
Anggota KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, memilih merupakan hak dan bukan kewajiban. Namun, tingkat partisipasi publik pada pemilu akan menggambarkan kualitas demokrasi dan legitimasi pemilu.
”KPU menghargai (isu golput/tidak memilih) sepanjang hal itu tidak diarahkan untuk menghalangi orang yang mau memilih agar tidak memilih. Upaya menghalangi orang untuk memilih merupakan pelanggaran hukum. Ini karena memilih adalah bagian dari hak yang dijamin dan dilindungi oleh undang-undang,” katanya.
Oleh karena tingkat partisipasi menjadi salah satu ukuran keberhasilan pemilu, lanjut Wahyu, KPU terus melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih guna mendorong masyarakat terlibat di setiap tahapan pemilu, termasuk dalam pemungutan suara.
”KPU punya dua metode besar untuk sosialisasi dan pendidikan pemilih. Pertama, dengan sosialisasi yang dilakukan secara mandiri oleh KPU dan penyelenggara ad hoc di lapangan, seperti kelompok penyelenggara pemungutan suara. Kedua, sosialisasi dengan melibatkan pihak lain, seperti pemerintah, kalangan swasta, media, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok sipil lainnya,” kata Wahyu. KPU juga memanfaatkan forum-forum warga sebagai sarana sosialisasi, termasuk melalui kegiatan keagamaan dan kelompok hobi.
Tanggung jawab bersama
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Sigit Pamungkas mengatakan, wacana golput tidak hanya tantangan bagi penyelenggara pemilu, tetapi juga peserta pemilu.
”Peserta pemilu tak hanya harus memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada pemilih bahwa mereka layak dipilih. Mereka juga harus mengembangkan iklim yang sejuk di dalam pemilu. Ini karena banyak faktor yang mendorong orang memutuskan golput, seperti suasana yang tidak kondusif yang ditampilkan peserta pemilu,” kata Sigit.
Direktur Kampanye Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Benny Ramdhani, mengatakan, pihaknya memaksimalkan masa kampanye rapat umum yang tersisa dua pekan untuk mengimbau pendukungnya menggunakan hak pilih.
Golput bisa mengancam capaian suara pasangan Jokowi-Amin. ”Fokus kami saat ini meyakinkan para pendukung untuk datang ke TPS untuk memilih,” katanya.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, mengatakan, timnya bersemangat untuk melakukan gerakan tatap muka menemui publik. Langkah itu diyakini lebih efektif untuk menyosialisasikan program Prabowo-Sandi. (SAN/BRO/AGE/REK)