Pelibatan nelayan dalam upaya konservasi menjadi salah satu kunci penting mewujudkan perikanan berkelanjutan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Nelayan dituntut menjadi kelompok masyarakat barisan terdepan untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan. Karena itu, pelibatan nelayan dalam upaya konservasi menjadi salah satu kunci penting.
Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ketika menghadiri Banyuwangi Underwater Festival di Pantai Bangsring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (2/4/2019).
”Konservasi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan. Tanpa konservasi, tidak akan ada alam yang berkelanjutan dan sumber daya alam yang berkelanjutan,” ujar Susi.
Tanpa adanya upaya konservasi dapat membuat sumber daya alam perikanan punah. Konservasi dapat dilakukan dengan melakukan penanaman terumbu karang atau setidaknya tidak merusak terumbu karang.
Susi mengatakan, sumber daya perikanan berbeda dengan sumber daya alam pertambangan. Sumber daya tambang apabila digali terus akan habis dan tidak dapat diperbarui. Sementara sumber daya perikanan tidak akan habis karena ada aneka upaya untuk terus menjaga keberlangsungannya.
Salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan sumber daya alam perikanan adalah dengan melakukan konservasi. Secara konkret, hal itu dapat dilakukan dengan menjaga alam, termasuk keberadaan terumbu karang.
”Apabila terumbu karang dijaga, produksi sumber daya perikanan akan terus berlangsung. Kepiting, udang, dan ikan akan terus beranak pinak apabila kita tidak merusak alam yang menjadi tempat tinggal dan tempat mereka berkembang biak,” kata Susi.
Susi pun mengajak para nelayan untuk menghidupkan kembali kearifan lokal sebagai bagian dari upaya konservasi. Masyarakat nelayan biasanya memiliki hari-hari tertentu yang dijadikan waktu untuk tidak melaut. Waktu tersebut perlu untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak.
Ia mencontohkan, nelayan di Pangandaran, Jawa Barat, tidak melaut setiap Jumat dan Selasa Kliwon. Hal itu sesuai dengan kepercayaan dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat sejak dahulu.
”Saya juga ingatkan sekali lagi, jangan menangkap ikan menggunakan potasium. Menggunakan 1 gram potasium dampaknya bisa untuk 6 meter persegi. Padahal, para nelayan yang nakal biasanya membawa 1 jeriken,” ungkap Susi.
Dalam kesempatan tersebut, Susi mengapresiasi kelompok nelayan Samudera Bakti Desa Bangsring. Para nelayan yang dahulu menangkap ikan menggunakan bom ikan dan potasium kini beralih melakukan konservasi dengan melakukan transplantasi terumbu karang.
Upaya para nelayan itu kini membuahkan hasil. Ikan-ikan hias yang sempat hilang dari perairan Bangsring kini muncul kembali dalam jumlah yang lebih banyak.
Kondisi tersebut membuat Pantai Bangsring menjadi destinasi wisata bawah laut di Banyuwangi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahkan telah mengganjar usaha para nelayan itu dengan penghargaan Kalpataru pada 2017.
”Sejak tahun 1970-an sudah banyak nelayan di sini yang mencari ikan menggunakan bom ikan dan potasium. Namun, sejak 2008, kami melakukan perubahan mendasar. Kami sepakat tidak menggunakan bom ataupun potasium,” ujar Ketua Kelompok Nelayan Samudera Bakti Ikwan Arief.
Kesepakatan itu diambil setelah mereka merasakan ikan-ikan hias yang menjadi sumber penghidupan mereka hilang. Mereka sadar ikan hilang karena terumbu karang yang menjadi tempat tinggal ikan rusak. Sejak 2009, para nelayan mulai fokus pada upaya konservasi terumbu karang.
Mereka menanam bibit-bibit terumbu karang dalam rak-rak yang ditenggelamkan ke dasar laut. Rak-rak yang mereka beri nama ”apartemen ikan” itu menjadi tempat ikan hidup dan berkembang biak sehingga populasinya di laut kembali meningkat.
”Tahun 2013, usaha itu mulai membuahkan hasil. Aneka ikan hias mulai bermunculan. Jumlahnya sangat banyak. Kondisi tersebut ternyata memikat para wisatawan. Tak hanya ikan yang datang, wisatawan pun kini beramai-ramai ke Bangsring,” kata Ikwan.
Upaya konservasi yang dilakukan para nelayan tidak sekadar mengembalikan tempat tinggal ikan. Mereka juga merawat ikan hiu yang terluka akibat terkena jala nelayan. Setelah diobati dan dinilai cukup sehat untuk kembali ke laut, hiu tersebut dilepaskan.