KAIRO, KOMPAS -- Publik Turki, Senin (1/4/2019), dikejutkan hasil pemilu lokal atau pilkada yang digelar di negara mereka, Minggu. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Presiden Erdogan menelan kekalahan dalam perebutan kursi gubernur (wali kota metropolitan) di sejumlah kota besar, seperti Istanbul, Ankara, Izmir, Antalya, dan Adana.
Dalam tradisi politik di Turki, perebutan posisi gubernur atau wali kota metropolitan di kota-kota besar itu, terutama Istanbul dan Ankara, lebih mendapat sorotan daripada hasil pemilu lokal secara keseluruhan. Ankara dan Istanbul, pusat politik dan ekonomi Turki, dianggap menjadi barometer aspirasi rakyat terhadap kebijakan politik dan ekonomi pemerintah pusat.
Di Turki, kepala pemerintahan di kota-kota besar atau kota metropolitan, seperti Istanbul dan Ankara, dijabat seorang gubernur. Adapun kota-kota lebih kecil dipimpin wali kota.
Ketua Komisi Tinggi Pemilu Turki Sadi Guven dalam konferensi pers menyampaikan, kandidat wali kota metropolitan (gubernur) untuk Istanbul dari Partai Rakyat Republik (CHP), Ekrem Imamoglu, menang tipis atas kandidat dari AKP, Binili Yildirim. Imamoglu meraih 4.159.650 suara, berbanding 4.131.761 suara yang diperoleh Yildirim.
Sebelum ada pengumuman tersebut, Imamoglu dan Yildirim saling mengklaim kemenangan karena selisih perolehan suara di antara keduanya sangat tipis. Kemarin, Yildirim telah menerima keunggulan suara Imamoglu, tetapi juga mengisyaratkan ada penghitungan ulang sekitar 319.500 suara yang dinyatakan tak sah.
Kepala AKP Provinsi Istanbul Bayram Senocak, seperti dikutip kantor berita Reuters, mengungkapkan, ketidakberesan pemungutan suara memengaruhi hasil. Ia bersikukuh partainya menang di Istanbul.
Di Ankara, kandidat dari CHP, Mansur Yavas, meraih 50,90 persen suara berbanding 47,06 persen suara yang diraih kandidat dari AKP, Mehmet Ozhaseki. Di kota Izmir, kandidat dari CHP, Mustafa Tunc Soyer, meraih 58,02 persen suara berbanding 38,62 persen suara yang diraih calon dari AKP, Nihat Zeybekci.
Kekalahan AKP di Istanbul dan Ankara itu merupakan yang pertama terjadi sejak AKP berkuasa tahun 2002. Kekalahan itu menjadi pukulan telak terhadap Presiden Erdogan sejak ia memenangi pemilu presiden dan parlemen pada Juni 2018. Dua kota besar di Turki tersebut selama ini dikenal sebagai basis AKP.
Untuk pertama kali sejak berkuasa di Turki tahun 2002, Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan menelan kekalahan dalam pemilu lokal di ibu kota Ankara dan Istanbul.
Adapun di Izmir, kota terbesar ketiga di Turki, yang dikenal basis kubu sekuler dan oposan Erdogan, AKP selalu kalah. Erdogan telah mencalonkan kader-kader terbaik AKP, seperti Yildirim untuk posisi gubernur kota Istanbul, Ozhaseki untuk kota Ankara, dan Zeybekci untuk kota Izmir. Namun, Erdogan gagal memenangkan AKP untuk merebut jabatan gubernur di tiga kota itu.
Yildirim adalah mantan perdana menteri Turki, Ozhaseki adalah mantan menteri lingkungan hidup, dan Zeybekci adalah mantan menteri ekonomi.
Meski kalah di kota-kota besar, AKP dan mitra koalisinya, yakni Partai Gerakan Rakyat (MHP) yang beraliran ultranasionalis kanan, masih unggul dalam perolehan suara di seluruh Turki.
Komisi Tinggi Pemilu mengumumkan, koalisi AKP-MHP—yang disebut koalisi kerakyatan—meraih 51,63 persen suara berbanding 37,55 persen suara yang diraih koalisi kebangsaan antara CHP dan partai IYI (partai kebaikan). Hasil tersebut diperoleh setelah dilakukan penghitungan atas 99,81 persen kotak suara.
”Musim semi”
Ketua CHP Kemal Kilicdaroglu mengatakan, musim semi melanda Ankara dan Istanbul. Ia menyamakan hasil pemilu lokal di Istanbul dan Ankara seperti musim semi Arab tahun 2011, yang menjatuhkan rezim diktator di beberapa negara Arab.
Adapun Erdogan mengatakan, rakyat Turki masih memilih AKP tetap unggul dengan berhasil merebut posisi gubernur, wali kota, dan kepala desa di 778 kota dan desa atau 56 persen kota dan desa yang tersebar di seluruh Turki.
Ketua CHP Kemal Kilicdaroglu menyamakan hasil pemilu lokal di Istanbul dan Ankara seperti musim semi Arab tahun 2011, yang menjatuhkan rezim diktator di beberapa negara Arab.
Menurut pengamat politik dari Pusat Kajian Politik dan Strategi Al-Ahram di Kairo, Mesir, Bashir Abdel Fattah, hasil pemilu lokal Turki menunjukkan bahwa masyarakat urban di Istanbul, Ankara, dan kota besar lain menolak upaya AKP dan Erdogan menutupi krisis ekonomi Turki dengan isu keamanan, terorisme, dan konspirasi asing.
Seperti diketahui, Turki sejak awal 2018 dilanda krisis ekonomi terburuk sejak AKP berkuasa tahun 2002. Angka pengangguran di Turki kini mencapai 13 persen, inflasi mencapai 20 persen, dan nilai mata uang lira turun drastis hingga 40 persen. Jika pada Juni 2018 nilai tukar 1 dollar AS sama dengan 4 lira, pada awal April ini 1 dollar AS menjadi 5,57 lira.
”Kekalahan di kota-kota besar itu bakal mendorong dia (Erdogan) lebih defensif, berusaha menggalang dukungan elektoral melalui langkah-langkah populis, yang memperbesar risiko bagi pasar, bagi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter,” kata Inan Demir, ahli senior di bidang ekonomi pasar di Nomura, yang dikutip Reuters.