JAKARTA, KOMPAS — Lifter-lifter putri Indonesia dihadapkan pada tugas berat untuk bersaing di tingkat Asia. Absennya lifter-lifter putri Thailand tidak cukup membuat persaingan angkat besi menjadi lebih mudah. Apalagi, kekuatan Indonesia berkurang setelah Sri Wahyuni Agustiani dan Acchedya Jagaddhita mundur dari pelatnas.
Kekuatan angkat besi Indonesia akan diuji pada Kejuaraan Asia di Ningbo, China, 18-28 April 2019. Kejuaraan ini termasuk dalam kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 dengan level emas yang menyediakan poin peringkat dunia terbanyak atau setara dengan Kejuaraan Dunia.
Lifter-lifter Thailand, yang selama ini menjadi salah satu kekuatan Asia, memastikan diri mundur dari kejuaraan di Ningbo. Thailand bahkan secara sukarela meminta lifter-lifternya untuk mundur dari semua kejuaraan angkat besi, termasuk Olimpiade 2020. Keputusan ini diambil setelah adanya temuan delapan lifter Thailand positif doping dalam pengujian di Kejuaraan Dunia 2018 dan Olimpiade Rio 2016.
Berdasarkan aturan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), negara dengan tiga atau lebih lifter positif menggunakan doping dalam satu tahun kalender mendapat larangan berlomba hingga maksimal empat tahun. Namun, sebelum ada keputusan resmi IWF, Thailand sudah memutuskan mundur.
”Meskipun lifter Thailand mundur, tetap saja kami harus kerja keras. Kami akan berhadapan dengan lawan antara lain dari Vietnam, Filipina, dan China,” kata Pelatih Kepala Tim Angkat Besi Indonesia Dirdja Wihardja, Senin (1/4/2019).
Di kelas 45 kilogram, Vietnam memiliki tiga lifter yang masuk 10 besar dunia, yaitu Vuong Thi Huyen (peringkat ke-2), Khong My Phuong (8), dan Echandia Katherin (9). Dua lifter China, peraih medali di Kejuaraan Dunia 2018, mendominasi di kelas 49 kg, yaitu Hou Zhihui (1) dan Jiang Huihua (2).
Di kelas 49 kg, Indonesia lemah. Dua atlet yang dipromosikan masih minim pengalaman, yaitu Windy Cantika Aisah dan Riska Nur Amanda. Kelas ini sebelumnya ditempati Sri Wahyuni Agustiani. Sejak akhir tahun lalu, peraih perak Olimpiade 2016 dan Asian Games 2018 itu cuti hamil. Sementara Acchedya di kelas 55 kg mundur karena kasus doping.
Kejuaraan Asia akan menjadi debut Windy dan Riska di level internasional. Mereka diharapkan tampil tenang supaya bisa melakukan angkatan dengan benar demi pengumpulan poin peringkat dunia. ”Jangan sampai gagal. Kalau didiskualifikasi, kami akan mendapatkan poin 0. Situasi itu pernah dialami Syarah Anggraini di Piala Dunia 2019. Dia gagal melakukan angkatan sehingga tidak dapat poin,” kata Dirdja.
Tampil perdana di kejuaraan dengan level internasional tentu akan menekan mental kedua atlet. Oleh karena itu, menurut Dirdja, yang terpenting adalah memastikan agar angkatan pertama atlet dapat dilakukan dengan baik. Kesuksesan pada angkatan pertama dipercaya bisa meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian untuk memperbaiki rekor.
Adapun di tim putra, Dirdja menuturkan, lifter China masih mendominasi persaingan dunia karena mereka mempunyai banyak pasokan atlet kelas dunia. Tim Indonesia harus jeli melihat pergerakan kekuatan mereka.
Pekan ini, lifter menjalani latihan dengan intensitas ringan. Latihan atlet difokuskan untuk memperbaiki teknik dan membangun kekuatan dasar. Atlet juga menjalani program pemulihan tubuh dan perbaikan nutrisi sebagai persiapan menjelang kompetisi.
Ahli gizi pendamping lifter dr Louise Kartika, MGizi SpGK menuturkan, selama ini yang sering dilupakan atlet adalah tidak minum cukup karena terlalu asyik berlatih. ”Padahal, minum itu penting untuk mengganti cairan tubuh yang hilang,” ujarnya.
Selain itu, kebutuhan protein maksimal lifter jarang dihitung. ”Atlet sering berpikir harus banyak makan protein, tetapi tidak dihitung jumlah protein yang dibutuhkan. Terlalu banyak mengonsumsi protein dapat merusak liver dan ginjal,” kata Louise Kartika.