Pertambangan di Barito Timur Rusak Sungai
Lima sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi warga di tiga desa di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, telah rusak dan tercemar oleh aktivitas perusahaan pertambangan batubara.
TAMIANG LAYANG, KOMPAS Aktivitas penambangan batubara di Kabupaten Barito Timur dinilai merusak sumber kehidupan warga yang hidup di sekitar areal pertambangan. Sedikitnya lima sungai di Kecamatan Awang, Barito Timur, rusak berat. Ladang milik warga juga terdampak.
Lima sungai tersebut meliputi Sungai Paku, Sungai Mako, Sungai Garunggung, Sungai Mabayoi, dan Sungai Banuang. Kelimanya merupakan sumber kehidupan untuk tiga desa, yakni Desa Apar Batu, Desa Janah Mansiwui, dan Desa Danau, dengan jumlah penduduk lebih kurang mencapai 409 orang.
Berdasarkan pantauan di lima sungai tersebut pada Sabtu-Minggu (30-31/3/2019), terlihat kerusakan sungai akibat pembukaan jalan tambang batubara. Pada bagian hulu Sungai Paku, di Desa Apar Batu, perusahaan membuat jalan dengan menimbun sungai dengan tanah.
Pihak perusahaan memang membuat gorong-gorong dengan diameter kurang dari 1 meter. Namun, gorong-gorong itu hampir rusak atau tertutup karena beban material tanah serta banyaknya kendaraan dan alat berat yang lewat di jalur itu.
Saat hujan, sungai menjadi berlumpur. Sementara saat tidak ada hujan sungai berwarna kehijauan dan berbau. Jalur tersebut dibuat PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM), yang tidak lagi beroperasi di wilayah Desa Apar Batu.
Namun, saat ini ada tiga perusahaan tambang lainnya yang masih menggunakan jalur tersebut. Selain Sungai Paku, penimbunan untuk jalan transportasi batubara juga terjadi di Sungai Garunggung. Sungai yang masih digunakan warga itu airnya memang terlihat jernih. Namun saat hujan, air menjadi keruh.
Lebih parah lagi di Sungai Mako. Sungai ini menjadi sungai mati karena ditimbun tanah untuk menjadi jalan. Hanya ada satu pipa yang menghubungkan air dari satu sisi ke sisi lainnya yang kering.
”Dulu sungai lebar dan airnya deras. Kami kalau ke kebun tak perlu bawa minum karena minum dari air sungai, cari ikan di sini. Namun, kini tak bisa lagi karena airnya kotor, ikan pun sudah tidak ada,” kata Yusef, warga Dusun Karasik, Desa Apar Batu.
Kebun terendam
Selain sungai, material jalan juga membuat kebun-kebun warga terendam lumpur akibat luapan sungai yang tercemar itu. Alfrid, warga Desa Danau, mengungkapkan, lahannya seluas 2 hektar rusak parah terendam lumpur.
”Ladang saya hanya berjarak 100 meter dari Sungai Benuang. Di sungai itu limbah material jalan, seperti lumpur, langsung ke ladang saya. Akibatnya, 2015-2016, saya gagal panen,” kata Alfrid.
Alfrid dan ratusan warga lain beberapa kali meminta pemerintah memeriksa kondisi air sungai. Pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barito Timur pernah melakukan pemeriksaan, tetapi hasilnya tidak diketahui warga.
Terkait hal tersebut, Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan DLH Kabupaten Barito Timur Yuli menjelaskan, untuk PT BNJM sudah melakukan perpanjangan izin untuk menambang.
Artinya, dari sisi dampak lingkungan sudah selesai dan tidak ditemukan masalah. ”Kami sudah mengundang semua masyarakat dan tokoh masyarakat untuk dampak lingkungan, semua sudah terwakili,” kata Yuli.
Baik Yuli maupun Sekretaris DLH Kabupaten Barito Timur Lurikto saat dihubungi tidak bisa menjelaskan hasil uji laboratorium yang sampelnya sudah mereka ambil hampir setahun yang lalu. Menurut mereka, ada bidang lain yang mengurusi hal itu.
Logam berat
Pada 2017, baik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng maupun Justice, Peace, and Integrated Creation (JPIC) Kalteng melakukan uji sampel di hulu dan hilir sungai.
Awal Mei 2017 sampel air di lima sungai tersebut lalu diuji ke Jakarta untuk diperiksa di laboratorium PT Analytical Laboratory Service (ALS) Indonesia.
Hasilnya, semua sampel air mengandung logam berat, seperti iron (Fe), manganese (Mn), zinc (Zn), barium (Ba), dan boron (B). Uji laboratorium dilakukan kurang dari 30 hari sejak pengambilan sampel sesuai standar internasional.
Dari lima sungai tersebut, kondisi terparah adalah di hulu Sungai Mabayoi di Dusun Karasik yang mengandung Fe paling tinggi, yakni 18,6 miligram/liter (MG/L). Kandungan Mn di sungai ini juga tertinggi, yakni 5,320 MG/L.
Kandungan logam berat dalam aliran sungai tersebut melewati batas yang ditentukan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam aturan tersebut, untuk Fe tidak boleh melewati 0,3 MG/L dan untuk Mn tidak boleh melebihi 0,1 MG/L.
Kepala Teknik Tambang PT BNJM Nova Maulana mengungkapkan, khusus untuk masalah jalan, pihaknya secara ekonomi memang tidak bisa membuat jembatan di jalur-jalur sungai.
Namun, pihaknya sudah membuat gorong-gorong. ”Saat ini musim penghujan jadi material jatuh. Ini alam, kami tidak bisa lawan,” kata Nova. Soal logam berat di sungai, Nova mengatakan, DLH Barito Timur setiap enam bulan melakukan pemeriksaan dan hasilnya tidak ada pencemaran. (IDO)