Ujian Nasional Tetap Diperlukan untuk Pantau Kualitas Sekolah
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ujian nasional dipandang masih perlu dilaksanakan meskipun tidak lagi menentukan kelulusan. Sistem evaluasi melalui ujian nasional dapat menjadi cara untuk melihat perkembangan sekolah.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 4 Jakarta Tetty Helena mengatakan, ujian nasional (UN) dapat berguna untuk pemetaan dalam melihat perkembangan status sekolah. ”Sekolah mengalami peningkatan atau penurunan dapat dilihat melalui UN,” kata Tetty saat dijumpai di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
UN juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan pendidikan di suatu daerah. Selain itu, UN dapat memacu sekolah untuk meningkatkan kualitasnya.
Sebagai contoh, pada 2017, SMAN 4 berada di posisi ke-96 di wilayah Jakarta dan pada 2018 meningkat dengan menduduki peringkat ke-54. Melalui pemeringkatan tersebut, sekolah menjadi terpacu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran agar memperoleh peringkat yang lebih baik.
Rata-rata UN SMAN 4 Jakarta pada tahun pelajaran 2017/2018 juga hanya 63,99. Tetty berharap rata-rata UN SMAN 4 tahun ini dapat meningkat.
Adapun usaha yang sudah ditempuh SMAN 4 untuk mempersiapkan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) adalah melalui pendalaman materi mulai dari kelas X hingga XII. Selain itu, mereka mengajarkan mata pelajaran yang diujikan pada UNBK secara intensif pada semester akhir kelas XII.
Siswa juga diberikan latihan soal setiap 30 menit awal sebelum memulai pelajaran. Selanjutnya, soal tersebut dibahas pada hari Sabtu.
Untuk fasilitas komputer, SMAN 4 telah mempersiapkan 52 laptop sumbangan alumni dan pemerintah. Pada tahun ini, 214 siswa mengikuti UNBK. Sekolah membaginya dalam dua sesi.
Meskipun UN tidak lagi menentukan kelulusan, siswa SMAN 4 tetap antusias mengerjakan soal. Bahkan, beberapa dari mereka tetap ikut UNBK meskipun dalam kondisi sakit. Salah satunya adalah siswa kelas XII bahasa, Nadia Rachma (17).
”Selain ujian itu penting, saya ingin bersama-sama dengan teman,” ujar Nadia. Untuk mengurangi rasa lemah di tubuhnya, ia diberikan tempat duduk yang nyaman.
Sakit itu pula yang membuat Nadia tidak dapat mengikuti pelajaran selama dua bulan sehingga ia tidak dapat mengerjakan sejumlah soal. Padahal, Nadia dikenal sebagai siswa teladan dan berprestasi di sekolah.
Cita-citanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi pun tertunda karena tidak dapat mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ia berharap dapat melanjutkan kuliah jurusan ilmu komunikasi atau bahasa Perancis.
Kualitas pendidikan
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, UN tetap diperlukan sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan secara nasional sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Karena itu, menurut Retno, tidak perlu melibatkan semua anak dan sekolah dalam pelaksanaan UN. ”Jika ingin mengganti istilah UN boleh saja, asalkan tidak menghapus sistem evaluasinya,” ujarnya.
Kesalahan yang ada di masa lalu, UN digunakan untuk parameter secara keseluruhan. KPAI mendorong pengambil kebijakan pendidikan untuk melaksanakan sistem evaluasi penilaian pendidikan dengan cara yang benar, tepat, berkeadilan, dan memiliki nilai manfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Untuk mencapai itu, keputusan Mahkamah Agung tentang UN menjadi sangat mendesak untuk dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Hal itu di antaranya peningkatan kualitas guru dan pemerataan penyebaran guru berkualitas serta pemerataan sarana dan prasarana pendidikan di seluruh Indonesia. Selain itu, diperlukan pemerataan sistem komunikasi di sekolah.