Jumlah daftar pemilih tetap pada Pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019 wilayah Jawa Barat bertambah 71.070 orang sehingga total menjadi 33.341.915 pemilih.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jumlah daftar pemilih tetap pada Pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019 wilayah Jawa Barat bertambah 71.070 orang sehingga total menjadi 33.341.915 pemilih.
Jumlah tersebut ditetapkan dalam acara Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT Hasil Perbaikan Ketiga pada Pemilu 2019 Tingkat Provinsi Jawa Barat” di Kota Bandung, Rabu (3/4/2019).
Adapun dengan adanya penambahan jumlah pemilih tersebut, jumlah tempat pemungutan suara juga bertambah 56 TPS sehingga total menjadi 138.191 TPS.
”Selain menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi, perbaikan DPT ini juga rekomendasi dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Jabar. Penambahan 71.070 pemilih itu dari kalangan pemilih baru, yang tersebar di sejumlah kabupaten/ kota,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Jabar Rifqi Alimubarok seusai rapat pleno.
Pemilih baru yang dimaksud adalah warga yang baru mempunyai kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) atau mereka yang belum masuk dalam DPT, tapi sudah mempunyai KTP-el atau sudah melakukan perekaman sehingga mereka mempunyai surat keterangan KTP-el.
Menurut Rifqi, dalam perbaikan ketiga DPT ini, di antaranya dilakukan pencoretan nama pemilih yang tidak memenuhi syarat, misalnya warga yang sudah meninggal, atau terdapat DPT ganda. Selain itu, dilakukan pula pendataan pemilih yang pindah ke luar Jabar atau pun sebaliknya.
Rifqi juga mengatakan, perbaikan DPT yang terakhir akan dilakukan pada 10 April atau H-7 pencoblosan.
”Pada 10 April itu akan didata kembali kemungkinan adanya penambahan dalam DPT tambahan karena ada pemilih yang pindah atau tambahan dalam DPT khusus, yakni pemilih baru yang menggunakan surat keterangan KTP-el,” ujarnya.
Namun, Rifqi juga menyinggung, dalam proses DPT perbaikan ketiga ini tidak termasuk mengakomodasi dugaan 8.914 napi di lingkungan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jabar yang belum melakukan perekaman sehingga mereka belum mempunyai KTP-el dan nama mereka tidak ada dalam DPT.
”Perekaman itu menjadi kewenangan dinas kependudukan dan catatan sipil (dukcapil),” ucap Rifqi.
Ketika dikonfirmasi, Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jabar Zaki Hilmi mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan pihak dukcapil agar para napi itu dilakukan perekaman agar mereka tidak kehilangan hak pilihnya.
”Ternyata memang sejumlah napi tidak dapat dilayani perekaman karena ada aturan bahwa perekaman hanya dilakukan berdasarkan domisili. Sementara ada warga binaan di lingkungan lapas Bandung, misalnya, berhubung mereka berasal dari luar daerah atau luar provinsi Jabar, maka napi itu tidak bisa dilayani perekaman karena hal itu akan melanggar prosedur,” ujar Zaki.
Menurut Zaki, perekaman memungkinkan dilakukan jika memang ada kebijakan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Kewaspadaan tinggi
Secara terpisah, dalam acara Rapat Koordinasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) dan Penyelenggara Pemilu dalam Rangka Kesiapan Pemilu 2019 di Jabar di Bandung, Selasa (2/4/2019), Kepala Kepolisian Daerah Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan, dalam pengamanan penyelenggaraan pemilu, selain mengedepankan langkah preventif, juga dengan kewaspadaan tinggi.
”Apalagi Jawa Barat mempunyai jumlah DPT paling besar, ini juga rawan konflik sehingga harus diantisipasi dengan baik. Semua kepala polres dan komandan kodim tidak boleh under estimate,” tandas Agung.
Adapun pasukan yang dilibatkan dalam pengamanan Pemilu 2019 ini terdiri dari Polda Jabar 22.694 personel dan perbantuan pasukan dari Kodam III Siliwangi 10.646 personel.
Menurut Agung, yang perlu dicermati di antaranya kerawanan pada masa tenang, masa pemungutan suara, juga kerawanan pada masa penghitungan suara. Kerawanan pada masa penghitungan suara itu antara lain manipulasi hasil suara, pencurian kotak suara, sabotase atau teror, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, petugas penyelenggara pemilu yang tidak profesional, protes dari saksi, dan proses penghitungan yang lama.