Berkali-kali Jebol, Normalisasi Kali Pulo Tak Kunjung Dilakukan
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam empat hari terakhir, dua kali tanggul saluran penghubung di Kali Pulo, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, jebol saat hujan deras. Warga sekitar tanggul, atau lebih dikenal sebagai warga Kampung Air, berharap pemerintah segera melakukan normalisasi untuk mencegah berulangnya tanggul jebol di wilayah itu.
Fondasi tanggul Kali Pulo yang sedang dalam perbaikan kembali jebol pada Selasa, 2 April. Sebelumnya, Minggu, 31 Maret, fondasi tanggul itu rontok karena tidak mampu menahan volume air yang datang ketika hujan deras turun di wilayah Kampung Air dan sekitarnya.
Maisaroh (64), warga RT 003 yang tinggal di depan tanggul jebol, Rabu (3/4/2019), mengatakan, hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki rumahnya yang retak dan miring diterjang banjir. Bahkan, di beberapa bagian, tembok rumah itu roboh dan memorakporandakan isinya.
”Saya berharap pemerintah segera menawarkan relokasi. Saya sudah enggak betah tinggal di sini. Sudah capek setiap tahun rumah hancur karena tanggul jebol,” kata Maisaroh dengan berlinang air mata.
Sejak tinggal di lokasi itu pada 1995, Maisaroh mengatakan, hampir setiap tahun rumahnya tergenang banjir terutama pada Februari atau Maret. Namun, tahun 2017, ketinggian dan arus banjir jauh lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya.
”Kalau dulu hanya airnya meluber keluar dari tanggul, jadi kami masih sempat menyelamatkan barang-barang. Mulai 2017, tanggul sering jebol dan arus airnya kuat sekali, bahkan bisa menghanyutkan manusia atau motor,” kata warga RT 003 lainnya, Ratna (46).
Ia menuturkan, saat tanggul Kali Pulo pertama kali jebol pada 2017, dirinya dan anak bungsunya bernama Marasa yang kala itu berusia 7 tahun sempat hanyut terbawa arus banjir lebih kurang sejauh 300 meter. Akibat peristiwa itu, kini Marsa trauma tinggal di rumah, khususnya saat hujan deras.
”Saluran air Kali Pulo memang enggak ideal, lebarnya saja kurang dari 1,5 meter. Harusnya pemerintah tegas merelokasi rumah-rumah yang membuat saluran itu menyempit,” kata Ratna.
Menanggapi hal itu, Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan Holi Susanto mengatakan, saat ini belum ada rencana normalisasi saluran di Kali Pulo ataupun merelokasi warga.
Petugas SDA yang diturunkan ke lokasi difokuskan untuk memperbaiki dan memperkuat tanggul jebol.
”Terkait hal itu, tentunya butuh banyak tahapan yang harus dilalui. Yang saat ini selalu menjadi pertanyaan adalah masalah ketersediaan rumah susun di Jakarta Selatan untuk relokasi mereka,” kata Holi.
Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan ketika meninjau Kali Pulo pada 21 Desember 2017 telah menyatakan, Kali Pulo harus dilebarkan karena parahnya penyempitan. Di beberapa ruas, lebar trase Kali Pulo tinggal 2 meter, bahkan 1,5 meter, padahal lebar trase seharusnya 20 meter (Kompas, 22/12/2017).
”Yang dilakukan petugas itu saat ini hanya sekadar tambal sulam. Kalau mereka mau sungguh-sungguh bekerja agar banjir tidak lagi terulang, pelebaran saluran mutlak dilakukan,” ucap Dani (45), warga yang tinggal tepat di bibir tanggul.
Dani merasa bosan setiap kali melihat petugas SDA berseragam biru memasuki wilayah itu untuk memperbaiki tanggul jebol. Setiap tahun, pemandangan tersebut selalu berulang. Ketika tanggul kembali jebol dan banjir kembali melanda, pekerjaan para petugas SDA terasa sia-sia belaka.