Konflik Soal Rusun Dapat Diatasi dengan Peraturan Gubernur
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Konflik pengelolaan rumah susun dan apartemen sering terjadi antara pihak pengembang dan penghuni. Untuk mengatasinya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik (Pergub PPRSM).
“Pergub PPRSM mengatur penggunaan sistem hak suara dalam pemilihan pengurus dan pengawas Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) adalah dengan sistem one name one vote (satu nama, satu hak suara), tidak lagi berdasarkan nilai perbandingan proporsional (NPP),” kata Meli Budiastuti Kepala Bidang P3M Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Rabu (3/4/2019) di Jakarta.
Menurut Meli, pihak pengembang rumah susun masih menjadi pemilik unit satuan rumah susun (sarusun) karena belum terjual seluruhnya. Jika dihitung berdasarkan NPP, pengembang akan selalu mendominasi dalam pemilihan pengurus PPPSRS. Kondisi ini sering memicu konflik antara penghuni dengan pengembang. Tidak jarang pengembang yang mendominasi kepengurusan menerapkan aturan yang merugikan penghuni atau pemilik rusun.
Hal serupa diungkapkan Meli dalam Diskusi Panel Pembahasan Peraturan Gubernur tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik, yang digelar oleh PT Sukses Indah Prima, perusahaan penyedia jasa di bidang MICE atau Meeting, Incentive, Conference, Exhibition, Senin (1/4/2019) di Building 7, Jakarta Selatan.
Pada diskusi itu, selain Meli, hadir juga Abdul Salam dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Firdhonal sebagai Notaris, dan Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Pengelolaan Rumah Susun Mualim Wijoyo sebagai moderator.
Menurut Meli, setelah Pergub PPRSM diterbitkan, para penghuni rusun dapat menyusun pengurus PPPSRS dengan cara yang lebih adil dan mengakomodasi kepentingan banyak pihak. Setelah itu, PPPSRS harus melakukan penyesuaian AD/ART, struktur organisasi, dan tata tertib penghunian agar selaras dengan Pergub PPPRSM.
“Penyesuaian itu adalah hal utama yang harus dilakukan oleh PPPSRS yang sudah berbadan hukum. Saat ini, ada 195 PPPSRS yang sudah disahkan oleh Gubernur, dan mereka diberi batas waktu sampai 3 bulan untuk melakukan penyesuaian,” kata Meli.
Sementara itu, Abdul Salam menyoroti pembatasan pemberian kuasa oleh pemilik rusun dalam Pergub PPRSM. Pemilik rusun perorangan hanya diperbolehkan untuk memberikan kuasa kepada keluarga terdekat jika berhalangan hadir dalam rapat pemilihan pengurus. Padahal, dalam Hukum Perdata, tidak ada batasan dalam hal pemberian kuasa. “Berdasarkan aturan KUHPerdata, kuasa boleh diberikan kepada siapa saja,”kata Abdul Salam.
Dari sudut pandang notaris, Firdhonal mengatakan, sumber persoalan yang bisa menjadi konflik adalah belum diterbitkannya Peraturan Pemerintah seperti yang diamanatkan dalam UU Rusun yang sudah terbit sejak tahun 2011. Pembuatan Akta maupun Berita Acara Rapat PPPSRS ini sangat rawan konflik karena belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan lanjutan UU Rusun.
“Kami sudah delapan tahun menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah, tetapi hingga saat ini belum juga terbit. Solusi dari potensi konflik PPPSRS adalah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah sesuai yang diamanatkan undang-undang,” kata Firdhonal.