Negara Tetangga Masih Jadi Tumpuan Selamatkan Nyawa
Bagi Adrasina Nusamara (30), warga Pulau Lirang, Kecamatan Wetar Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, melahirkan bukan perkara mudah. Fasilitas kesehatan menjadi barang langka untuk dia dan warga lainnya. Terbang mengarungi lautan, melintasi batas negara, hingga bergantung harap pada kemurahan Pemerintah Timor Leste masih saja harus mereka lakoni.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
Bagi Adrasina Nusamara (30), warga Pulau Lirang, Kecamatan Wetar Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, melahirkan bukan perkara mudah. Fasilitas kesehatan menjadi barang langka untuk dia dan warga lain. Terbang mengarungi lautan, melintasi batas negara, hingga bergantung harap pada kemurahan Pemerintah Timor Leste masih saja harus mereka lakoni.
”Adrasina dibawa untuk menjalani proses kelahiran ke Dili, Timor Leste, pada Sabtu (30/3/2019). Beruntung, prosesnya berhasil. Kini, bersama bayinya, dia masih berada di Timor Leste,” kata Royke Ang (61), tokoh masyarakat Pulau Lirang, saat menceritakan kisah getir itu kepada Kompas melalui telepon seluler pada Rabu (3/4/2019) siang. Lirang merupakan salah satu pulau di perbatasan Indonesia dan Timor Leste.
Sehari sebelum dibawa ke Dili, suasana di Lirang begitu menegangkan. Air ketuban Adrasina pecah. Namun, tidak ada tanda-tanda dia bakal melahirkan. Saat dibawa ke puskesmas setempat, juga tidak ada solusi. Tanpa bimbingan dokter, perawat muda minim pengalaman yang bertugas di sana malah ikut panik.
”Kami segera putuskan bawa Adrasina ke Dili. Kalau dibiarkan, nasibnya akan sama dengan beberapa ibu lainnya. Meninggal bersama bayinya karena nyawa tidak tertolong,” tutur Royke.
Surat keterangan dari kepala desa bahwa Adrasina merupakan warga Lirang segera dibuat. Kapal cepat (speedboat) pun dipacu dari Lirang ke Pulau Atauro, Timor Leste. Ada klinik yang lebih layak di sana. Waktu tempuhnya sekitar satu jam.
Akan tetapi, kondisi Adrasina semakin lemah. Khawatir tak tertolong, seorang pejabat Timor Leste di Atauro sigap menghubungi rumah sakit di Dili. Dia minta Adrasina dijemput menggunakan pesawat.
Harapan itu terkabul. Sejam kemudian, pesawat Cessna Caravan milik maskapai Mission Aviation Fellowship Timor Leste datang menjemput pasien bersama keluarganya.
Gerak cepat itu tak berhenti sampai di sana. Tiba di Dili, setengah jam kemudian, ambulans rumah sakit sudah menunggu. Secepat kilat, pasien dibawa ke rumah sakit, memberi banyak waktu bagi dokter melakukan operasi kelahiran. Pada akhirnya, semuanya terbayar indah. Adrasina sehat. Bayinya lahir selamat.
”Kalau tidak ada pesawat, mungkin pasien dan bayinya tidak akan selamat. Terima kasih, Timor Leste,” ujar Royke.
Stenly Ruff (42), kerabat Adrasina, mengatakan, keluarga tidak mengeluarkan uang untuk biaya transportasi pesawat ataupun rumah sakit. Semuanya diberikan gratis oleh Pemerintah Timor Leste.
Menurut Stenly, kebaikan Pemerintah Timor Leste terhadap warga Lirang semata-mata alasan kemanusiaan. Sebelum Timor Leste berpisah dari Indonesia, masyarakat di kedua daerah itu sudah lama membaur. Mereka sudah saling mengenal dengan baik.
Kepala Bidang Humas Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia mengatakan, fakta warga Lirang berobat ke Timor Leste sudah diketahui pemda. Namun, sejauh ini, masih banyak hambatan untuk memajukan sektor kesehatan di perbatasan seperti Lirang. Salah satunya, kondisi daerah yang terpencil membuat tenaga medis enggan bertugas di sana.
Pengalaman menghadapi maut yang dialami Adrasina jadi bukti Lirang masih sulit keluar dari masalah. Lirang belum berubah, setidaknya sejak Kompas datang ke sana April 2016. Dokter tak kunjung ada. Persoalan fasilitas kesehatan yang minim belum dituntaskan pemerintah. Kemurahan Timor Leste masih menjadi tumpuan warga.
Saat itu, terungkap fakta bahwa banyak pasien gawat darurat meninggal, baik ketika di Dili maupun dalam perjalanan dari Lirang ke Dili. Tahun 2013, seorang warga meninggal, pada 2014 (1 orang), 2015 (2 orang), dan 2016 (1 orang).
Beruntung, kali ini, Adrasina dan bayinya tak menambah daftar panjang ironi di Lirang. Ke depan, jelas perbaikan diperlukan. Butuh lebih dari sekadar alasan kemanusiaan negara tetangga untuk menyelamatkan saudara sebangsa.