Produk Indonesia Makin Dikenal di Platform E-Dagang Dunia
JAKARTA, KOMPAS — Produk-produk makanan dan minuman asal Indonesia merambah laman e-dagang internasional, seperti Amazon, Alibaba, dan eBay. Penyedia produk berani mematok harga lebih tinggi dibanding laman e-dagang lokal. Walau begitu, produk-produk itu untuk sementara diminati para pembeli luar negeri.
Salah satu jenis makanan yang mudah ditemukan di laman e-dagang tersebut adalah mi instan Indomie. Berbagai varian rasa tersedia, mulai dari mi goreng, mi goreng rendang, mi rasa soto, hingga mi rasa kare ayam.
Di Amazon.comm misalnya, Indomie goreng dijual sekitar 1 dollar AS per bungkus atau Rp 14.237 menurut kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) per 2 April 2019. Harga tersebut sekitar tujuh kali lebih tinggi dibanding Rp 2.200 per bungkus di Bukalapak.
Begitupun berbagai tipe kopi Indonesia seperti kopi Aceh Gayo, kopi Flores Bajawa, dan kopi luwak arabika juga mudah ditemui, misalnya di eBay. Kopi Flores Bajawa 200 gram produksi Rumacoffee, misalnya, dijual Rp 314.000-Rp 814.000 tanpa biaya pengiriman. Di Tokopedia, jenis kopi yang sama dijual dengan harga promosi Rp 46.000.
Tak hanya Indomie dan kopi, lada putih pun dijual di situs Alibaba.com. Sistem pemesanan pun beragam, ada yang dapat dipesan beberapa kilogram, ada pula yang harus dibeli dalam ukuran ton. Salah satu pedagang lada putih bangka di Alibaba hanya bisa mengirim minimal 18 ton lada putih dengan harga 8.000 dollar AS hingga 10.000 dollar AS per ton, langsung dari Pangkal Palam, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Baca juga : Platform E-Dagang Bantu UMKM Ekspor Produknya
Meski demikian, kesempatan menjual produk makanan ke luar negeri belum dimaksimalkan, terutama oleh unit usaha mikro, kecil, dan menengah. Dihubungi dari Jakarta, Rabu (3/4/2019), pendiri UD Haza Food di Surabaya yang menjual keripik pisang Pigela, Muhamad Zainudin, belum memanfaatkan e-dagang internasional. Sebab, ia harus mengurus beberapa perizinan terlebih dahulu.
”Saya enggak punya perizinan ekspor. Itu belum diurus karena agak ribet, misalnya bentuk badan hukum harus minimal CV, harus punya aset di atas Rp 400-500 juta, terus harus punya pelanggan tetap di luar negeri, itu yang kami belum bisa,” kata Zainudin.
Meskipun begitu, ia telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal. Zainudin pun masih membatasi fokusnya pada penjualan di situs e-dagang dalam negeri sampai nantinya mampu mengurus izin ekspor.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, volume pembelian lintas batas pun tidak begitu besar karena minat konsumen internasional yang terbatas. Namun, laman e-dagang internasional dijadikan sarana promosi bagi produsen makanan dan minuman Indonesia.
Ia mencontohkan, saat 11.11 Global Shopping Festival, lima produk Indonesia dijual di Alibaba, yaitu Indomie, kopi Kapal Api, sarang burung walet Yan Ty Ty, kerupuk udang Papatonk, dan wafer Richeese. ”Kalau tidak salah, Jack Ma (pendiri Alibaba) minta disiapkan 1 juta pack untuk Alibaba. Tapi pembelian masih jauh sekali dari harapan,” kata Adhi.
Menurut Adhi, peluang pemasaran makanan dan minuman di luar negeri terbuka bagi produk yang khas atau memiliki khasiat kesehatan, seperti kopi luwak asli dan sarang walet. Pasar yang dinilainya potensial adalah Asia, karena masyarakatnya yang mudah mencoba produk-produk baru.
Sistem pengiriman barang pun hampir sama, seperti ekspor konvensional. Namun, terlalu banyak aturan dalam industri makanan dan minuman yang membuat akses pasar sulit, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Sebenarnya, sudah ada standar internasional Codex Alimentarius di bawah FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) sebagai guideline universal. Tapi setiap negara punya standar sendiri, misalnya dalam jumlah minimal pengiriman, pelabelan kemasan, dan fakta nutrisi. Ada juga bahan-bahan yang tidak boleh di negara tertentu, seperti pewarna dan pengawet,” ujar Adhi.
Baca juga : E-Dagang Rambah Distribusi Musik
Meski demikian, kata Adhi, anggota Gapmmi akan terus membutuhkan e-dagang di masa depan. Sebab, e-dagang bisa memotong jalur distribusi yang sebelumnya melibatkan distributor dan penggrosir (wholesaler) menjadi langsung ke peritel.
Tingkatkan standar
Direktur Penelitian Center of Reform in Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, hambatan utama bagi produk makanan dan minuman Indonesia untuk masuk ke pasar luar negeri adalah standar sanitasi dan fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary measures/SPS). Halangan ini mudah diatasi oleh merek-merek besar, tetapi tidak bagi UMKM.
”Standar keamanan makanan ini sangat tinggi, terutama di negara-negara maju. Jadi dari sisi standar, ini harus ditingkatkan. Kalau standarnya sudah bisa dipenuhi, baru rasa makanan Indonesia bisa dikenal di banyak negara lain,” katanya.
Faisal menambahkan, SPS sering kali menjadi hambatan non-tarif terbesar bagi produk pertanian dan pangan. Karena itu, Indonesia harus memanfaatkan fitur bantuan teknis dalam perjanjian-perjanjian internasional seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dengan Australia dan Indonesia dengan Eropa.
Di samping itu, pemerintah harus terus mendampingi UMKM Indonesia untuk bisa mengakses pasar internasional lewat laman e-dagang. ”Tapi bukan sekadar masuk marketplace, tetapi juga membantu promosi,” kata Faisal.