JAKARTA, KOMPAS – Potensi menurunnya tingkat partisipasi pemilih di Pemilihan Umum 2019 menjadi perhatian kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Untuk mengamankan capaian suara, di sisa 10 hari masa kampanye, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajak pendukungnya untuk menggunakan hak pilih saat hari pencoblosan.
Berdasarkan hasil survei Indobarometer yang dirilis di Jakarta, Selasa (2/4/2019) lalu, elektabilitas Jokowi-Amin unggul 17,8 persen dari Prabowo-Sandiaga. Jokowi-Amin tercatat unggul dengan angka 50,8 persen, sementara Prabowo-Sandiaga 32 persen. Responden yang belum memilih atau tidak menandai kertas simulasi 17,2 persen.
Survei itu dilaksanakan pada 15-21 Maret 2019 terhadap 1.200 responden, dengan tingkat margin of error +/- 2,83 persen. Meski elektabilitas Jokowi unggul dibanding Prabowo, jika disandingkan dengan survei Indobarometer sebelumnya pada Februari 2019, elektabilitas Jokowi-Amin hanya naik 0,6 persen, sementara Prabowo-Sandiaga naik 3,1 persen.
Peneliti Indo Barometer, Hadi Suprapto, di Jakarta, mengatakan, Jokowi-Amin relatif terus unggul di atas Prabowo-Sandiaga karena sejumlah faktor. Beberapa di antaranya, tingkat kepuasan kinerja Jokowi sebagai petahana yang masih cukup tinggi di angka 63,2 persen, penilaian publik terhadap aspek personal Jokowi yang lebih baik daripada Prabowo, serta meratanya keunggulan Jokowi di berbagai segmen pemilih dan wilayah.
Ia memprediksi, jika tidak ada perubahan mendasar, Jokowi-Amin akan unggul di Pilpres 2019. Namun, capaian elektabilitas saat ini belum bisa disebut aman. Kemenangan itu terancam apabila setidaknya 40 persen dari basis pendukung Jokowi-Amin memilih untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) atau golput pada hari pencoblosan, sementara pendukung Prabowo-Sandiaga memberi dukungan.
"Beberapa faktor yang bisa mendasari golput misalnya, kemalasan pemilih untuk datang ke TPS, bertabrakan dengan tugas pekerjaan ke luar kota, hingga kebingungan dan kekecewaan terhadap kedua paslon," katanya.
Jika tidak ada perubahan mendasar, Jokowi-Amin akan unggul di Pilpres 2019. Namun, capaian elektabilitas saat ini belum bisa disebut aman. Kemenangan itu terancam apabila setidaknya 40 persen dari basis pendukung Jokowi-Amin memilih untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) atau golput pada hari pencoblosan
Direktur Kampanye Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin Benny Ramdhani mengatakan, sisa masa kampanye akbar ke depan akan lebih banyak digunakan untuk mengamankan dukungan yang saat ini di atas kertas sudah dimiliki pasangan nomor urut 01 itu.
Di sisa 10 hari masa kampanye ini, Jokowi-Amin akan berkeliling daerah untuk mengimbau masyarakat agar tidak golput dan menggunakan hak pilihnya. Demikian pula, kampanye door to door oleh mesin partai pendukung dan sukarelawan ke rumah-rumah warga diarahkan untuk menyebar pesan yang sama.
“Urusan diseminasi gagasan visi dan misi, program kerja, kami anggap sudah selesai, karena masyarakat seharusnya sudah paham yang ditawarkan Jokowi-Amin. Tidak mungkin elektabilitas bisa unggul jika masyarakat tidak tahu apa narasi program Jokowi-Amin,” kata Benny.
Menurut Benny, ada potensi tingkat partisipasi pemilih menurun di pemilu kali ini. Salah satunya, karena hari pencoblosan bertepatan dengan tanggal merah. Hasil survei Center for Strategic and International Studies pada 15-22 Maret 2019 dengan margin of error +/- 2,1 persen menunjukkan, sebanyak 7 persen pemilih atau sekitar 13 juta orang dari daftar pemilih tetap, berencana pergi berlibur saat hari-H.
Narasi ‘jangan golput’ itu akan diterjemahkan lewat gerakan ‘Rabu Putih’. Gerakan itu adalah ikhtiar mengajak warga ke TPS dengan mengenakan pakaian putih untuk mencoblos pasangan Jokowi-Amin yang di foto kertas suara mengenakan kemeja putih. Selain imbauan, gerakan jemput bola juga akan dikerahkan untuk memastikan warga benar-benar ke TPS.
“Satu orang diminta mengajak 10 orang ke TPS. Intinya, tidak boleh ada satu pun pendukung Jokowi yang tinggal di rumah,” katanya.
Selama 10 hari terakhir ini, kampanye akbar Jokowi dan Amin memang tidak pernah luput mengajak pendukungnya menggunakan hak pilih. Narasi ini tidak hanya diangkat kedua kandidat itu, tetapi juga elite partai pendukung. Minggu (31/3/2019) lalu, saat kampanye akbar PDI-Perjuangan di Sukoharjo, Jawa Tengah, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri juga mengatakan di pidatonya bahwa golput adalah tindakan pengecut dan tidak berpendirian.
Meski tidak segencar Jokowi-Amin, pesan yang sama juga digaungkan oleh Prabowo-Sandiaga dalam beberapa kesempatan kampanyenya. Sebagai contoh, dalam orasinya di Padang, Sumatera Barat, kemarin, Prabowo mengajak warga yang hadir untuk ikut memilih pada Pemilu 2019. Sebagaimana diketahui, Sumatera Barat adalah salah satu wilayah basis suara utama Prabowo-Sandiaga di pemilu kali ini.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Ahmad Muzani, mengatakan, dalam berbagai kesempatan kampanye, pihaknya menganjurkan warga untuk menggunakan hak pilihnya untuk meningkatkan kualitas keabsahan hasil pemilu.
“Prinsip kami, semakin banyak warga negara terlibat dalam proses pencoblosan, maka semakin bagus kualitas pemilu. Tetapi, semakin sedikit warga negara yang menggunakan (hak pilih), kurang bagus kualitasnya,” kata Muzani.
Meski demikian, Muzani mengatakan, jika warga memilih ingin berlibur saat hari pencoblosan, paslon dan timses tidak bisa melarang itu. Sebab, ujarnya, dalam konstitusi, memilih adalah hak, bukan kewajiban. “Tidak menggunakan hak pilih pun tidak ada sanksinya,” kata Muzani.