JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta berencana membuat saluran air menuju Setu Babakan untuk mencegah jebolnya tanggul Kali Pulo di Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pelebaran Kali Pulo dinilai bukan solusi yang efektif jika aliran air dari hulu tidak dikendalikan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yusmada Faizal di Jakarta, Kamis (4/4/2019), menjelaskan, tanggul saluran penghubung di Kali Pulo jebol disebabkan besarnya debit air dari Kota Depok, Jawa Barat, ketika hujan deras. Menurut ia, air tersebut langsung mengalir ke Kali Pulo dan tidak dapat ditahan oleh tanggul.
”Ada aliran tengah dari Depok yang melewati daerah Matoa dan Lenteng Agung, kemudian langsung menuju Kampung Pulo. Seharusnya air ini dialirkan terlebih dahulu ke Setu Babakan untuk mengendalikan debit air,” ujarnya saat meninjau wilayah rawan banjir di daerah Cawang, Jakarta Timur, Kamis.
Menurut Yusmada, pelebaran Kali Pulo bukanlah solusi untuk mencegah jebolnya tanggul tersebut. Ia mengatakan, lebar Kali Pulo masih sesuai dengan kapasitasnya dan revitalisasi Setu Babakan sedang dalam pengerjaan.
”Ketika saya tinjau, air di Kampung Pulo itu tidak meluap. Tanggulnya jebol karena derasnya air dari hulu. Jika kami lebarkan, tetapi aliran airnya tetap deras, mau selebar apa pun aliran sungai tanggul tersebut tetap jebol,” katanya.
Dalam empat hari terakhir, dua kali tanggul saluran penghubung Kali Pulo jebol karena hujan deras. Warga sekitar tanggul pun berharap Pemprov bisa menepati janji untuk proses relokasi. Selain itu, pada Desember 2017, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji untuk merelokasi dan melebarkan aliran Kali Pulo.
Maisaroh (64), warga RT 003, Kelurahan Jati Padang, yang tinggal di depan lokasi tanggul yang jebol, mengatakan, dia sudah tidak betah tinggal di daerah tersebut. ”Saya berharap pemerintah menawarkan relokasi. Saya sudah tidak betah jika setiap tahun tanggul ini jebol,” ucapnya.
Belum relokasi
Menanggapi hal tersebut, Anies mengatakan belum ada rencana untuk merelokasi warga di Kampung Pulo. Menurut dia, relokasi tidak akan menyelesaikan masalah tanggul jebol.
”Oleh sebab itu, kita perlu membangun sodetan menuju Setu Babakan agar air dari hulu bisa terkontrol. Masalahnya bukan semata-mata terkait pelebaran aliran sungai,” katanya.
Pada kesempatan kali ini, Anies juga meninjau beberapa lokasi penyebab banjir di jalan protokol, seperti di bawah jalan layang Pancoran, terowongan Cawang, dan daerah di bawah Tol Becakayu. Menurut Anies, banjir di jalan protokol disebabkan pilar-pilar proyek serta lumpur bekas galian proyek menutupi saluran air. Sebagian besar proyek di sana merupakan proyek LRT Jabodebek dan proyek Tol Becakayu.
”Pompa permanen dan pompa mobile yang disiapkan kontraktor ternyata masih belum cukup untuk memompa genangan air. Pompa ini harus ditambah jumlahnya. Tidak bisa jika hanya mengandalkan yang sudah ada dan baru digunakan ketika volume air sudah cukup tinggi,” ujarnya.
Anies mengatakan, ketersediaan pompa permanen ini seharusnya sudah masuk dalam prosedur analisis mengenai dampak lingkungan. Ia menilai, jika hujan deras ketika jam pulang kantor, genangan air ini bisa menyebabkan kemacetan parah.
”Kemacetan lalu lintas bisa sampai Slipi, Kuningan, dan Sudirman ketika muncul genangan air di jalan protokol. Oleh sebab itu, kami akan meminta para kontraktor untuk mengkaji ulang dampak dari proyek tersebut,” ujarnya.