JAKARTA, KOMPAS — Dualisme otoritas pengurusan izin investasi di Kota Batam, Kepulauan Riau, segera berakhir. Pemerintah telah memutuskan wali kota Batam sebagai pejabat ex officio kepala Badan Pengusahaan Batam.
”Kita tetap berprinsip, free trade zone berlaku untuk Batam. Tidak akan diubah macam-macam. Yang kita perbaiki ialah dualismenya. Karena keluhan di mana-mana, baik dari pengusaha asing maupun nasional. Sudah minta izin ke BP Batam, minta izin lagi ke Wali Kota Batam,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidato pada acara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Batam, Selasa (2/4/2019).
Dalam kunjungan kerja sehari di Batam, Wapres Kalla juga memimpin rapat koordinasi tentang revitalisasi Pelabuhan Batam. Acara itu dihadiri pimpinan Apindo pusat dan daerah, termasuk Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani. Menteri yang hadir antara lain Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Wapres Kalla menambahkan, pada waktunya setelah Pemilu 2019, Wali Kota Batam secara otomatis merangkap menjadi Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam. Esensi dari langkah tersebut adalah menghilangkan dualisme pengurusan perizinan, bukan untuk menghilangkan fungsi-fungsi kawasan perdagangan bebas yang selama ini diterapkan di Batam.
Setelah membuka rapat koordinasi nasional Apindo, Wapres memimpin rapat koordinasi dengan Darmin Nasution, Kepala BP Batam Edy Putra Irawady, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, dan Wali Kota Batam Muhammad Rudi di Kantor BP Batam.
Menjawab pertanyaan wartawan seusai rapat, Kalla menyatakan, rapat koordinasi membahas sejumlah hal untuk meyakinkan bahwa dualisme pengurusan perizinan investasi di Kota Batam segera dituntaskan. Sejalan dengan langkah debirokratisasi tersebut, rapat juga membahas upaya revitalisasi Pelabuhan Batu Ampar di Kota Batam untuk mempercepat upaya menurunkan biaya logistik di Kota Batam.
”Kami ingin meyakinkan, efisiensi di Pelabuhan Batu Ampar segera bisa jalan sehingga tidak akan lebih mahal dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain dan kota lain,” kata Kalla.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita yang dimintai tanggapan, Rabu (3/4/2019), mengakui, selama ini ada dualisme aturan pengurusan logistik di Batam. Padahal, sebagai zona perdagangan bebas, pengurusan izin di Batam mestinya lebih mudah. Namun, faktanya, aturan yang berlaku di Batam tidak hanya dari BP Batam, tetapi juga dari pemerintah daerah.
”Di zona perdagangan bebas seharusnya tidak ada barang yang dikenai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, nyatanya pemda mengenakan PNBP. Ini jadi biaya,” ujarnya.
Pelaku usaha, menurut Zaldy, lebih suka jika pemerintah berupaya memperkuat BP Batam. Selain itu, Batam benar-benar diperlakukan sebagai zona perdagangan bebas.
Dengan demikian, pelaku usaha memiliki semacam laboratorium mengenai industri dan perdagangan di Batam.
Persoalan biaya logistik di Kota Batam yang mahal pernah disampaikan Direktur Utama PT Sat Nusapersada (Tbk) Abidin kepada Wapres Kalla pada acara peresmian ekspor perdana produk elektronik di Batam, Februari 2019. Menurut dia, biaya transportasi kontainer dari Batam ke Singapura jauh lebih mahal dibandingkan dengan dari Jakarta ke Singapura.