SURABAYA, KOMPAS — Meski perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, di Jawa Timur defisit atau backlog hampir 1 juta unit sehingga dikategorikan tinggi. Pada masa depan, jurang ketersediaan unit berbanding permintaah rumah bisa lebih dalam. Hal ini karena ada anggapan kalangan warga yang lahir setelah 1995 menempatkan properti tidak lebih penting daripada kepemilikan produk konsumtif terutama elektronik, telekomunikasi, dan otomotif.
Jika tidak disadarkan, generasi Z dan seterusnya akan kesulitan memiliki rumah sebagai hunian atau perlindungan bagi diri sendiri dan keluarga. Mereka perlu diingatkan bahwa untuk menjadi keren bukan karena memiliki produk konsumtif termahal.
Generasi Z keren jika sejahtera dan bahagia dengan bekerja dan berkeluarga. Kepemilikan perumahan dan tabungan atau investasi keuangan menjadi salah satu indikator keberhasilan ekonomi mereka.
Terdorong untuk mengampanyekan pentingnya kebutuhan perumahan, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Jatim mengadakan pameran yang diikuti 58 stan properti di Surabaya kurun 3-7 April 2019. Pameran bertema ”Rumah untuk Milenial” disesuaikan dengan semangat tinggi kampanye pentingnya kebutuhan properti dalam hidup manusia termasuk generasi muda.
”Secara sederhana, kami ingin berkampanye, generasi milenial, generasi Z itu keren kalau punya rumah dan hidup dengan sejahtera dan bahagia,” kata Ketua REI Jatim Danny Wahid, Kamis (4/4), di sela pameran di JX International. Pameran ini diharapkan mampu menarik kedatangan calon pembeli terutama generasi milenial (lahir kurun 1980-1994) dan generasi selanjutnya.
Secara sederhana, kami ingin berkampanye, generasi milenial, generasi Z itu keren kalau punya rumah dan hidup dengan sejahtera dan bahagia.
Mengutip penelitian Housing Finance Center Bank BTN, Maret 2019, defisit perumahan nasional 11,4 juta unit. Sebanyak 910.000 unit di antaranya di Jatim. Lima tahun mendatang, angka kebutuhan rumah di Jatim diprediksi meningkat 762.000 unit.
Untuk tahun ini, potensi permintaan rumah baru di Jatim mencapai 331.000 unit. Namun, ketersediaan hunian hanya 24.000 unit atau 7 persen dari permintaan. Angka-angka tadi menandakan sesungguhnya kebutuhan perumahan masih tinggi di kalangan warga Jatim.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Teguh Pramono mengatakan, tahun ini ada 350.000 warga masuk kelompok ekonomi menengah dengan penghasilan setidaknya dua-tiga kali lipat dari rerata pendapatan per kapita.
Untuk rerata pendapatan per kapita per tahun warga provinsi menembus Rp 62 juta. ”Kondisi perekonomian akan terus membaik jika situasi tetap aman dan kondusif bagi aktivitas masyarakat,” katanya.
Biayauntukhiburan
Dilihat dari potensi ekonominya, warga Jatim mampu menyisihkan sebagian pendapatan guna memenuhi kebutuhan utama, yakni perumahan. Namun, kalangan pekerja dari generasi milenial dan generasi Z dengan penghasilan ekonomi yang masih merangkak berpandangan berbeda dalam pengaturan keuangan. Sebagian dari mereka memilih menghamburkan pendapatan untuk kebutuhan bukan utama, antara lain hiburan, pariwisata, telepon seluler, dan atau kendaraan pribadi.
Namun, bagi mereka yang bukan dari keluarga kaya, mengusahakan rumah sendiri sulit, sampai kapan mau menunggu punya rumah.
Pandangan itu boleh jadi tidak akan berpengaruh terhadap anak-anak muda yang berasal dari keluarga kaya. Apalagi di Surabaya, lanjut Danny, orangtua punya kebiasaan membelikan anak rumah. Ketika mangkat, warisan juga diberikan kepada anak-anak. ”Namun, bagi mereka yang bukan dari keluarga kaya, mengusahakan rumah sendiri sulit, sampai kapan mau menunggu punya rumah,” ujarnya.
Meski saat ini berpenghasilan tidak tinggi, menurut Danny, pekerja harus berani menyisihkan sebagian uang untuk mencicil pemilikan rumah tapak atau apartemen sederhana. Rumah tipe 36/72 bisa menjadi sasaran untuk dimiliki dan sudah cukup untuk tempat tinggal nyaman bagi keluarga dengan dua anak.
Apalagi, harga properti cenderung naik. Jika mampu membeli saat ini, jangan menunda. Jika menunda bahkan sampai sedasawarsa, properti incaran dan idaman tidak akan terbeli.
Konkretnya, jika ada rumuh tipe 36/72 dan mampu terbeli oleh pekerja di Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, segeralah beli. Lima tahun mendatang kenaikan harga properti tidak akan terkejar oleh kenaikan upah, rumah yang bisa dibeli akan lebih jauh lagi. Menurut catatan REI, kenaikan harga properti di Jatim tahun lalu mencapai 14 persen atau urutan ketiga nasional.