Karyawan KONI Menjerit
Tiga bulan karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia tak digaji. Mereka mulai merasakan kesulitan, terutama karyawan yang hanya menggantungkan hidup pada gaji bulanan.
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan KONI Pusat dan pemerintah diharap segera bertindak menyelamatkan nasib para karyawan KONI yang telah tiga bulan tidak menerima gaji. Seorang karyawan KONI yang tidak bersedia disebutkan namanya saat ditemui Kompas di Jakarta, Senin (1/4/2019), mengatakan, karyawan KONI tak digaji sejak Januari 2019.
Biasanya, mereka menerima gaji pada tanggal 27 atau 28 setiap bulan. Artinya, hampir empat bulan mereka tidak memperoleh penghasilan. Menurut dia, sebagian besar karyawan KONI hanya menggantungkan hidup dari gaji yang mereka peroleh. ”Hanya sebagian yang punya penghasilan sampingan, entah dari penghasilan pasangannya atau kerja di tempat lain,” ujarnya.
Karyawan ini menuturkan, dia dan rekan-rekannya mulai merasakan kesulitan. Tak sedikit karyawan yang mulai menggadaikan barang berharga untuk menyambung hidup.
Seorang karyawan lainnya yang dihubungi di Jakarta, Selasa (2/4), mengatakan, menggantungkan penghasilannya dari KONI. Istrinya hanya berjualan barang kelontong kecil-kecilan. Karena penghasilan istrinya terbatas, dia sangat kesulitan saat berobat ke rumah sakit karena menderita gangguan jantung dan asam lambung.
Ketika masuk instalasi gawat darurat, dia baru mengetahui tunjangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai karyawan KONI tidak bisa digunakan karena ada tunggakan iuran. Jika ingin menggunakan BPJS, dia diminta membayar denda lebih dahulu.
Akhirnya dia hanya dirawat satu malam dan menebus obat seadanya, dilanjutkan dengan rawat jalan. ”Sekarang, saya hanya istirahat di rumah. Paling kontrol sesekali ke rumah sakit,” katanya.
Untuk menyambung hidup, dia bergantung pada usaha istri dan bantuan dari anak-anaknya. ”Sejak gaji telat dibayar Januari lalu, saya ikut pinjam uang Rp 1 juta per bulan di koperasi karyawan,” tuturnya.
Dari fakta persidangan kasus dugaan korupsi dana hibah dari Kemenpora ke KONI Pusat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 28 Maret lalu, Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman mengungkapkan, jumlah karyawan KONI sebanyak 120 orang.
Unek-unek
Karyawan KONI itu mengatakan, para karyawan sudah pernah menyampaikan keluhan mereka kepada pimpinan KONI Pusat pada pertemuan karyawan dan pimpinan di Kantor KONI, 20 Maret. Pimpinan yang hadir, antara lain Tono dan Wakil I Ketua Umum KONI Pusat Bidang Pembinaan Prestasi Olahraga dan Pembinaan Organisasi Suwarno.
Namun, saat itu, pimpinan KONI tidak bisa memberikan kepastian kapan gaji karyawan dapat dibayarkan. ”Pak Tono hanya bilang, uang dari Kemenpora belum ada. Pimpinan itu berharap dari usulan dijadikannya KONI Pusat sebagai satuan kerja (satker). Tetapi, kapan satker itu terealisasi, para pimpinan pun tidak bisa memberikan kepastian,” ujarnya.
Dia mengatakan, para karyawan tidak berani bersuara lantang di depan umum karnea khawatir justru mereka dipecat dari KONI Pusat. ”Mayoritas karyawan sudah bekerja lebih dari 15 tahun di KONI Pusat. Umur kami sudah tak muda lagi. Kalau dipecat, kami khawatir tidak akan mudah untuk dapat ganti kerja di tempat lain,” katanya.
Para karyawan berharap pimpinan KONI dan Kemenpora mengambil langkah bijaksana untuk menolong mereka.
Keluhan karyawan itu dibenarkan mantan Ketua Komisi Bisnis KONI Pusat periode 1995-2002, Fritz E Simanjuntak. Kata Fritz, beberapa karyawan mengadu kepadanya mengenai situasi tersebut. ”Kondisi karyawan KONI berada di titik nadir. Situasinya benar-benar memprihatinkan. Tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena takut dipecat,” ujar Fritz.
Tono yang dihubungi pada Rabu (3/4), menjawab melalui pesan singkat. Menurut Tono, untuk sementara belum ada jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi KONI tersebut. ”KONI akan selalu berkoordinasi dengan Kemenpora untuk menyelesaikan honor karyawan,” tulisnya.
Terkait pernyataan Kemenpora bahwa mereka menunggu laporan pertanggungjawaban anggaran KONI tahun 2018 yang belum tuntas, Tono mengatakan akan mengecek kembali hal tersebut.
Saat ditemui sebelum menjadi saksi lanjutan sidang kasus dugaan korupsi dana hibah dari Kemenpora ke KONI Pusat, pekan lalu, Tono mengatakan, ingin fokus pada proses hukum yang berjalan. ”Kalau urusan ini sudah beres, baru kita bicara soal gaji itu. Kini bukan saat yang tepat membicarakannya,” ujarnya.
Adapun Suwarno mengakui ada keterlambatan pembayaran gaji karyawan tiga bulan terakhir. Tetapi, ia menilai kunci masalah ada di Kemenpora sebagai sumber anggaran utama KONI. Kemenpora belum memproses usulan anggaran KONI untuk menjalankan roda organisasi pada 2019, termasuk membayar gaji karyawan. ”Apa yang menjadi hambatannya saya kurang tahu. Yang lebih tahu masalah itu adalah bidang perencanaan dan kesekjenan KONI Pusat,” katanya.
Terhambat LPJ
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto dihubungi dari Jakarta, Selasa mengutarakan, KONI Pusat sudah mengajukan proposal anggaran 2019 sejak Januari. Kemenpora juga sudah menyiapkan pos anggaran untuk KONI. Namun, Kemenpora belum bisa memproses proposal tersebut karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan anggaran KONI 2018 belum beres.
Ada peringatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Kemenpora menunda proses penyaluran uang ke KONI hingga KONI bisa membereskan LPJ 2018 tersebut.
”Di sisi lain, Kemenpora tidak bisa mengambil alih tugas KONI Pusat untuk menyelesaikan masalah keterlambatan gaji karyawan itu. Jika dilakukan, justru akan menjadi temuan.Kemenpora baru bisa memberikan anggaran ke KONI Pusat jika KONI Pusat mengusulkan proposal dan proposal tersebut sudah terverifikasi,” tuturnya.
Terkait usulan menjadikan KONI sebagai satker, Gatot menyampaikan, Menpora Imam Nahrawi sudah mengajukan surat permohonan pembentukan satuan kerja khusus bagi KONI Pusat kepada Menteri Keuangan pada 4 Februari 2019. Dengan pembentukan satker, KONI sifatnya akan sama dengan Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia. Dengan demikian, sudah ada plot anggaran tetap di Kemenpora untuk KONI dan bisa meminimalisasi bentuk negoisasi antara KONI dan Kemenpora. ”Namun, hingga kini, usulan Menpora itu belum direspons,” katanya.
Gatot menambahkan, Kemenpora juga menunggu laporan detail dari KONI mengenai masalah internal mereka. Sejauh ini, KONI belum pernah mengungkapkan secara detail masalah apa yang terjadi dalam tubuh mereka, sehingga Kemenpora tak bias membantu mencarikan solusi.
Gatot juga mengingkatkan, KONI harus cari sumber pendanaan lain selain dari pemerintah. Dalam AD/ART KONI Pusat, mereka dimungkinkan mencari sumber pendanaan dari empat hal. Selain dari pemerintah, mereka dibolehkan mendapat dapat antara lain dari sponsor atau usaha yang dilakukan tanpa melanggar aturan yang ada.