Mantan Bendahara Kemenpora Beli Mobil dengan Uang Pinjaman KONI
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami bukti pembelian mobil terkait kasus dugaan suap untuk penyaluran dana hibah oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) 2018.
Dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (4/4/2019), jaksa menghadirkan mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Kemenpora, Supriyono, sebagai saksi untuk terdakwa Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy. Supriyono mengembang posisi tersebut sejak Juli 2017 hingga Juli 2018.
Supriyono mengaku membantu pembelian satu unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp 520 juta, dari uang Rp 1 miliar yang dipinjamkan Ending, pada April 2018. Pembelian itu atas permintaan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (P2ON) Kemenpora, Mulyana, yang disangkakan sebagai penerima suap.
"Uang Rp 1 miliar itu digunakan untuk membiayai kegiatan P2ON di Kemenpora. Dalam perjalanannya, uang itu dipakai untuk permintaan membeli mobil Fortuner karena Pak Mulyana mengeluh mobilnya saat itu sudah tidak enak dipakai," kata Supriyono.
Jaksa penuntut umum pun menegaskan, apakah pemberian uang itu terkait proposal permintaan dana hibah KONI ke Kemenpora. Proposal yang dimaksud ialah terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan P2ON pada Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Supriyono mengatakan, pada saat itu, KONI memang sedang mengajukan permintaan dana hibah untuk kegiatan P2ON. Namun, ia mengaku tidak paham apakah pemberian uang Rp 1 miliar itu digunakan untuk melancarkan pengajuan permintaan hibah oleh KONI.
"Jadi, di awal tahun itu banyak kegiatan, tapi anggaran belum cair. BPP lalu harus cari uang untuk kegiatan. Kalau kegiatan P2ON itu tanggung jawabnya ke deputi, Pak Mulyana. Setelah proposal masuk, saya pernah minta ke Pak Mulyana untuk carikan uang," kata Supriyono.
Menurutnya, setelah itu ia mendatangi dan bertemu Ending beberapa kali hingga akhirnya ia mendapatkan uang pinjaman dalam bentuk tunai. Supriyono kemudian menyampaikan kepada Mulyana terkait perolehan uang pinjaman, termasuk uang yang dipakai untuk membeli mobil atas nama Widi, sopir Supriyono.
Jaksa umum pun memaksa Supriyono jujur menyampaikan alasan permintaan uang dari pejabat KONI kepada pimpinannya di Kemenpora. Menurutnya, sumber keuangan KONI utamanya disokong oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenpora.
"Menurut saksi sebelumnya, KONI menggantungkan anggaran dari Kemenpora. Jadi, kontradiktif kalau Anda minta uang ke KONI sebesar Rp 1 miliar. Logikanya di mana? Kalau berbeda, siap-siap saudara duduk di sana," kata jaksa sambil menunjuk kursi terdakwa yang diduduki Ending.
Dugaan kerja sama
Dalam kasus tersebut, Ending tidak hanya didakwa menyuap Mulyana, namun juga pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Penyuapan itu dilakukan Ending bersama-sama dengan Bendahara KONI Johny E Awuy.
Selain barang bukti suap berupa 1 unit mobil Fortuner, Ending dan Johny juga menyuap Mulyana dengan uang Rp 300 juta. Mulyana juga diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta dan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9.
Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan untuk menyogok Mulyana agar cepat menyetujui dan mencairkan dana hibah dari Kemenpora kepada KONI.