Menengok Dapur Raksasa
Di balik sajian sepotong steik, tiramisu, dan jus jeruk di hadapan penumpang pesawat, ada persiapan panjang yang dilakukan. Selain dimasak dengan bahan yang segar, ada prosedur ketat demi memastikan rasa makanan dan minuman tetap nikmat saat disantap pada ketinggian puluhan ribu kaki di atas bumi.
Persepsi rasa pada lidah dapat berubah di atas ketinggian 8.000 kaki, sekitar 2.438 meter, di atas bumi. Itu sebabnya, beberapa makanan yang di darat terasa enak, di udara bisa jadi berkurang rasa atau intensitasnya.
Ketinggian membuat kemampuan seseorang mencecap rasa makanan menurun. Tekanan dalam pesawat membuat kemampuan merasakan manis dan asin berkurang hingga 30 persen. Tekanan udara yang rendah di pesawat juga membuat udara terasa kering. Hal itu juga berpengaruh pada kemampuan lidah mencecap rasa.
Penasaran dengan rahasia dapur maskapai penerbangan, Kompas mendapat kesempatan berkunjung ke SATS Inflight Catering Centre 1 di Singapura, Kamis (21/3/2019). Kunjungan itu merupakan rangkaian acara World Gourmet Forum 2019 yang digelar Singapore Airlines.
Dapur raksasa itu melayani katering untuk penumpang maskapai Singapore Airlines. Selain itu, SATS juga melayani sejumlah maskapai internasional lainnya, antara lain Korean Air dan British Airways. Ketika hendak memasuki bangunan utama, petugas memberikan daftar pertanyaan yang harus diisi tamu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai penyakit yang tengah diderita, seperti hepatitis, influenza, dan diare. Jika isian mencukupi, peserta diizinkan masuk ke gedung.
Sebelum berkeliling ke tempat penyiapan makanan, peserta mendapat pengarahan dari Manager Public Affairs and Branding SATS Tan Yen Ling. Kepada semua peserta, Tan memaparkan peraturan dan tata tertib yang harus diikuti selama kunjungan.
Pengunjung harus mengikuti aturan ketat sebelum masuk ke dapur SATS. Peserta diminta mengenakan baju pelapis dan masker. Peserta juga diberi penutup rambut serta penutup sepatu agar tidak ada kotoran yang terjatuh saat peserta berkeliling ke dapur.
Tidak hanya itu, tamu juga harus melewati ruang air shower untuk menghilangkan bulu, rambut, dan kotoran yang mungkin masih menempel pada pengunjung. Hal ini dilakukan demi menjaga kebersihan makanan.
Di dapur SATS, peserta tidak bisa mengambil foto di seluruh ruangan yang dikunjungi. Ada tempat-tempat khusus yang tidak boleh difoto. ”Kalian bisa mengambil foto di dapur tempat membuat omelet atau telur goreng,” kata Tan. Setelah mendapat pengarahan, peserta diajak berkeliling melihat persiapan makanan di dapur katering penerbangan.
Penyiapan
SATS memiliki dua dapur raksasa bernama SATS Inflight Catering Centre 1 dan 2. Kapasitas produksi kedua dapur raksasa ini mencapai 120.000 makanan per hari.
Di dapur SATS Inflight Catering Centre 1 sendiri kapasitas produksi mencapai 60.000 makanan per hari. Adapun produksi rata-rata makanan di dapur SATS Inflight Catering Centre 1 adalah 45.000 porsi.
Proses penyiapan makanan dan minuman untuk penumpang pesawat di dapur SATS cukup panjang. Setidaknya butuh waktu 12-24 jam sebelumnya untuk memasak segala kebutuhan makan dan minum penumpang.
Bahan makanan, seperti sayur, daging, telur, daging, dan ikan, disortir terlebih dahulu ketika sampai dan disimpan di ruang penyimpanan masing-masing. Bahan makanan yang masih dikemas dalam kardus dikeluarkan, lalu diletakkan pada tempat penyimpanan khusus.
Proses memasak setiap makanan dilakukan di ruang yang berbeda-beda. Makanan seperti telur dan mi dibuat di hot kitchen. Begitu pula dengan makanan lainnya yang dibuat di dapur masing-masing.
Makanan yang sudah selesai diolah kemudian diturunkan suhunya secara cepat sebelum disimpan di mesin pendingin. Hal itu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Ketika hendak dihidangkan kepada penumpang, barulah makanan dihangatkan kembali di dalam pesawat.
Sentuhan tangan manusia dibutuhkan selama proses memasak hingga penyiapan makanan. Setelah matang, makanan harus ditata dengan teliti dan rapi sehingga menggoda untuk disantap.
Untuk memastikan rasa makanan tetap enak saat disantap pada ketinggian puluhan ribu meter di atas bumi, SATS juga dilengkapi dengan fasilitas kabin pesawat simulasi (SAC). Di ruangan itu, suhu dan tekanan udara diatur seperti di dalam pesawat yang terbang 30.000 kaki (9.144 meter) di atas bumi. Di situlah, petugas akan mencicipi makanan dan minuman untuk memastikan rasanya.
Menu baru
Dalam acara World Gourmet Forum 2019, Kompas juga mendapat kesempatan menikmati menu-menu baru yang dibuat koki kelas dunia. Para koki dari sejumlah negara itu tergabung dalam Panel Kuliner Internasional SIA. Mereka adalah Alfred Portale dari Amerika Serikat, Carlo Cracco (Italia), Sanjeev Kapoor (India), Yoshihiro Murata (Jepang), George Blanc (Perancis), Matt Moran (Australia), Suzanne Goin (AS), dan Zhu Jun (China). Dari delapan koki itu, hanya Suzanne Goin yang tidak bisa hadir.
Dalam acara itu, para koki menunjukkan keahlian menyiapkan makanan yang nikmat dan sehat. Menu yang mereka buat sesuai dengan rencana SIA untuk menawarkan menu hidangan musiman. Inovasi ini juga digagas untuk mendukung gaya hidup sehat di masyarakat.
Koki Yoshihiro, misalnya, menyajikan hidangan ikan salmon yang dimasak bersama cumi dan asparagus. Agar lebih nikmat, dia menyajikan bersama potongan rebung (bambu muda). Koki lainnya, Zhu Jun, menyajikan menu pangsit daging kepiting yang dikombinasikan dengan sayuran musiman.
Executive Vice President SIA Commercial Mak Swee Wah menuturkan, SIA berkomitmen untuk terus memberikan sajian terbaik kepada penumpang. SIA juga telah bekerja sama dengan COMO Shambhala, konsultan kesehatan di Singapura, untuk merancang menu sehat buat penumpang.
Selain menyajikan menu diet, maskapai juga menyajikan menu khusus bagi penumpang yang tidak bisa mengonsumsi bahan makanan tertentu, misalnya kacang-kacangan. Selain itu, tersedia juga menu khusus bayi atau anak-anak.