Pemerintah Targetkan 20 Persen Sawah Terairi pada 2022
Pada 2022, cakupan pengairan sawah ditargetkan meningkat, yakni menjadi sekitar 20 persen dari total luas sawah irigasi di Indonesia.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Program pembangunan 65 bendungan baru, yang dimulai sejak 2015, hingga kini terus berlangsung. Saat semua bendungan itu selesai dan beroperasi pada 2022, cakupan pengairan sawah akan meningkat, yakni menjadi sekitar 20 persen dari total luas sawah irigasi di Indonesia.
Demikian dikemukakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, saat ditemui seusai acara Dies Natalies Ke-5 Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2019).
Basuki menjelaskan, luas total sawah irigasi di Indonesia saat ini 7,3 juta hektar. Namun, luas sawah yang terairi dari total 231 bendungan yang ada saat ini baru sekitar 800.000 hektar atau 11 persen. Melalui penambahan 65 bendungan baru ini, diharapkan luas sawah yang terairi dari bendungan bisa mencapai 1,4 juta hektar atau 20 persen dari seluruh sawah irigasi.
Basuki mengatakan, pembangunan bendungan untuk meningkatkan produksi dan ketahanan pangan di Indonesia. ”Dengan menambah bendungan baru ini, kami berupaya mengatasi masalah kekeringan dan mendorong agar sawah yang sebelumnya hanya bisa panen setahun sekali bisa panen dua hingga tiga kali dalam setahun,” ujarnya.
Pembangunan bendungan sudah dimulai secara bertahap pada tahun 2015, yakni dengan membangun 11 bendungan baru dan menyelesaikan 13 bendungan lainnya. Pada tahun 2019, direncanakan dibangun 29 bendungan baru. Seluruh 65 bendungan baru tersebut dipastikan selesai dan siap beroperasi pada tahun 2022.
Setiap bendungan dibangun dengan besaran anggaran APBN bervariasi, berkisar ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo menjadi yang berbiaya terbesar, yakni dibangun dengan anggaran sekitar Rp 2 triliun.
Karena debit sumber air mengecil, tidak semua lahan sawah mendapatkan cukup air.
Namun, sistem irigasi teknis yang sudah berjalan tidak otomatis menghindarkan areal sawah dari risiko kekeringan. Di Kabupaten Purworejo, misalnya, pada awal Agustus 2018, terdata lebih dari 800 hektar sawah berstatus irigasi teknis yang mengalami kekeringan dan akhirnya gagal panen.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Purworejo Eko Anang Sofyan W mengatakan, kekeringan dan kegagalan panen terjadi karena debit semua sumber air menyusut drastis. Hal itu termasuk sumber air pemasok air irigasi.
”Karena debit sumber air mengecil, tidak semua lahan sawah mendapatkan cukup air sehingga akhirnya mengalami kekeringan,” ujarnya.
Stok infrastruktur
Basuki mengatakan, Indonesia memang relatif tertinggal, belum mampu memenuhi kebutuhan irigasi untuk semua areal pertanian. Dibandingkan dengan Korea Selatan, negara dengan luas lebih kecil dibandingkan Pulau Jawa, sudah memiliki ribuan bendungan. Hal serupa belum bisa diwujudkan di Indonesia karena keterbatasan anggaran.
Basuki mengatakan, pihaknya terus berupaya mengatasi ketertinggalan di bidang infrastruktur. Berdasarkan data tahun 2017, stok (rasio ketersediaan) infrastruktur Indonesia masih sekitar 43 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini jauh di bawah negara-negara maju, yang memiliki stok infrastruktur di atas 70 persen dari PDB.
”Dengan stok infrastruktur yang kita miliki saat ini, dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara saja, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia dan Singapura,” ujarnya.
Tidak sekadar mengatasi ketertinggalan di bidang pembangunan infrastruktur, tahun ini, Kementerian PUPR juga berupaya memenuhi kekurangan sumber daya manusia di bidang infrastruktur dengan membuka politeknik PUPR di Semarang. Politeknik tersebut menjadi politeknik PUPR pertama di Indonesia.
Basuki mengatakan, politeknik tersebut dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan tenaga infrastruktur di lapangan, seperti mandor, manajer lapangan, kontraktor, dan pengawas lapangan.
”Di politeknik ini, setiap mahasiswa akan mendapatkan pendidikan sangat spesifik, seperti pendidikan kejuruan, khusus untuk tenaga infrastruktur di lapangan,” ujarnya. Politeknik PUPR terbuka bagi masyarakat umum dan dibuka dalam jenjang pendidikan D-1, D-2, dan D-3.