Peraturan tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik Harus Ditinjau Ulang
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dampak permainan daring terhadap anak-anak dari hari ke hari semakin dirasakan, menyusul berbagai kasus yang mengganggu tumbuh kembang anak-anak. Karena itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan sejumlah organisasi perlindungan anak, kembali mendorong pemerintah untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik.
Revisi tersebut mendesak karena hingga kini implementasi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 11 tahun 2016 tersebut dinilai sangat lemah. Peraturan tersebut dinilai tidak mampu menjawab kebutuhan perlindungan anak di era digital.
“KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) akan melakukan kajian secara menyeluruh terhadap permen tersebut, kemudian menyampaikan kepada Kementerian Kominfo, agar segera ditinjau kembali, dan perlu ada aturan yang lebih kuat yang lebih menitikberatkan pada komitmen perlindungan anak dari permainan daring berkonten negatif,” ujar Komisioner Bidang Pornografi dan Perlindungan Anak KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, Rabu (/3/2019), di Jakarta.
Selasa (1/4/2019), KPAI menggelar diskusi grup terarah dengan topik “Upaya Perlindungan Anak dari Game Online yang Bermuatan Konten Negatif” yang juga membahas tentang relevansi Permen 11 Tahun 2016 sebagai upaya perlindungan anak dari permainan daring yang berkonten negatif, serta mendorong adanya pembuatan permainan daring yang berpengaruh positif terhadap tumbuh kembang anak.
Ketua KPAI Susanto menyatakan, akses anak-anak terhadap internet dan gawai semakin mudah seiring makin canggihnya teknologi informasi, dan berkembang pesatnya permainan daring. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku anak-anak yang mengikuti permainan daring sehingga melakukan tindakan kekerasan atau tindakan negatif lainnya, termasuk kekerasan siswa terhadap guru.
Selain adanya regulasi yang kuat yang dapat mennyaring konten-konten dalam permainan daring, peran masyarakat terutama orangtua dan guru sangat penting dalam mengawasi anak-anak saat menggunakan gawai yang terhubung secara daring baik waktu maupun konten-konten yang diakses anak-anak.
Terbuka direvisi
Pelaksana Tugas Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Kominfo, Slamet Santoso menyatakan sejak awal permen tersebut diterbitkan pihak Kemenkominfo menyatakan permen tersebut terbuka untuk direvisi, karena pendaftaran permainan masih bersifat sukarela. “Jauh-jauh hari kami sudah mewacanakan untuk direvisi, paling tidak pendaftaran permainannya dari sukarela menjadi wajib,” ujarnya.
Menurut Bambang, setelah satu tahun berlaku sudah banyak yang mengajukan agar permen tersebut direvisi baik dari unsur pemerintah, industri, maupun distributor permainan daring di Indonesia. “Permen itu bertujuan tidak hanya melindungi anak dari efek negatif permainan, tetapi juga bertujuan untuk mendorong industri permainan daring nasional agar bisa eksis di Indonesia dan bersaing di global,” katanya.
Dia mengingatkan tanggungjawab perkembangan anak termasuk dalam permainan daring bukan hanya pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab orangtua, guru, dan semua pihak yang terkait.
Ditolak sejak awal
Program Manager ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia Andy Ardian menyatakan dari awal permen tersebut dibuat, ECPAT dan lembaga lain menolak permen tersebut, dan meminta pemerintah merevisi permen tersebut.
Alasannya, klasifikasi dalam permen tersebut tidak mengutamakan kepentingan anak, karena kriteria usia yang dibuat misalnya usia di bawah 18 tahun tetap bisa melihat paparan kekerasan dengan bentuk-bentuk yang menurut penyusun bisa ditolerir. Padahal dari sisi perlindungan anak, apapun yang berkaitan dengan kekerasan semestinya anak tidak terpapar, begitu juga untuk konteks seksual.
“Dari sisi ini sebaiknya anak mendapatkan haknya untuk informasi yang layak buat anak, masih banyak permainan yang belum layak buat anak,” ujar Andy seraya menyatakan dari draft awal permen tersebut sudah tidak menyebutkan sama sekali perlindungan anak.
Meskipun permen tersebut dibuat untuk mendorong tumbuhnya industri permainan daring lokal, namun sampai saat ini permainan daring masih didominasi permainan impor yang belum tentu sesuai dengan kultur dan budaya di Indonesia.
"Draft awal saja tidak menyebutkan sama sekali undang-undang perlindungan anak, jadi memang tidak memiliki perspektif anak," katanya.