Permohonan banding Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi terkait gugatan terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai izin tambang batubara di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan ditolak. Namun demikian, realisasi tambang tetap tergantung keluarnya analisis dampak lingkungan dari pemerintah kabupaten setempat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Permohonan banding Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi terkait gugatan terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai izin tambang batubara di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, ditolak. Namun, realisasi tambang tetap bergantung keluarnya analisis dampak lingkungan dari pemerintah kabupaten setempat.
Walhi menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi. SK tersebut dikeluarkan di Jakarta pada 4 Desember 2017.
Setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menolak permohonan banding, Walhi pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Realisasi tambang tetap bergantung keluarnya analisis dampak lingkungan dari pemerintah kabupaten setempat.
”Dua keputusan (gugatan dan banding) itu sangat mengecewakan dan kian membuat Meratus dalam kondisi berbahaya. Karena itu, kami mengajukan kasasi,” kata Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono di Banjarmasin, Kamis (4/4/2019).
Kisworo meminta masyarakat Kalsel terus merapatkan barisan dengan mendukung gerakan #SaveMeratus. Tujuan gerakan itu adalah meminta semua pihak, terutama pemerintah pusat dan daerah, untuk menyelamatkan dan melindungi seluruh Pegunungan Meratus yang melintasi delapan kabupaten di Kalsel hingga ke Kaltim.
Izin tambang PT MCM yang dipermasalahkan meliputi tiga wilayah kabupaten, yaitu Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah. Saat ini, hanya Pegunungan Meratus di Hulu Sungai Tengah yang masih terjaga karena masyarakat di sana sudah sangat lama menolak tambang batubara dan perkebunan sawit.
”Kami terus berjuang untuk penyelamatan Meratus. Kami berharap para hakim MA juga berpihak pada Meratus, penyelamatan lingkungan, dan rakyat. Karena itu, putusan di tingkat kasasi nantinya akan memenangkan gugatan kami,” kata Kisworo.
Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Kalsel Hadi Sutikno mengatakan, saat ini di masyarakat timbul persepsi Meratus seolah-olah bisa ditambang jika gugatan, upaya banding, hingga kasasi Walhi ditolak.
”Perlu saya luruskan, walaupun Walhi kalah, insya Allah, Meratus aman saja. Meratus di Hulu Sungai Tengah tetap tidak bisa ditambang karena tidak ada izin analisis dampak lingkungan (amdal),” katanya.
Menurut Sutikno, izin amdal itu harus dikeluarkan kepala daerah Hulu Sungai Tengah. Jika kepala daerah setempat berkomitmen menjaga wilayahnya bebas dari pertambangan, izin amdal tidak akan keluar. Kepala daerah juga tidak bisa memberikan izin amdal jika masyarakat setempat menolak kegiatan pertambangan.
”Jadi, sekalipun Kementerian ESDM menang, tidak serta merta perusahaan tambang yang mendapat izin dari kementerian bisa langsung menambang. Sebab, masih ada tahapan-tahapan yang harus dilalui,” ujarnya.
Jika kepala daerah setempat berkomitmen menjaga wilayahnya bebas dari pertambangan, izin amdal tidak akan keluar.
Sutikno menegaskan, jika perusahaan melaksanakan kegiatan tanpa dokumen lingkungan atau izin amdal, ia diancam pidana.
Menurut dia, pemprov memiliki niat yang sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pembangunan dan penyelamatan lingkungan. Untuk itu, pemprov dan LSM harus memiliki persepsi yang sama atau satu persepsi terkait pertambangan yang mengancam Pegunungan Meratus.