Tekfin Layani Usaha Mikro
JAKARTA, KOMPAS — Segmen pelaku usaha skala mikro cenderung lebih sulit mendapat akses permodalan dari lembaga jasa keuangan konvensional. Kesulitan mereka biasanya disebabkan faktor administrasi.
Bertolak dari kondisi itu, penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi masuk ke layanan tersebut.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyebutkan, usaha mikro memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun.
Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya, Selasa (2/4/2019), di Jakarta, mengatakan, mulai awal 2019, Modalku menyediakan pembiayaan modal usaha dengan nilai mulai dari Rp 3 juta. Nilai itu termasuk kategori mikro.
Pinjaman berjangka waktu satu tahun tersebut bisa diangsur pembayarannya secara mingguan.
”Kami ingin mendukung pencapaian inklusi keuangan lebih baik yang ditandai dengan semua orang memiliki akses ke layanan keuangan. Selain itu, kami juga ingin memperluas pangsa pasar,” ujar Reynold.
Modalku beroperasi di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Produk yang ditawarkan berupa pinjaman modal usaha kecil menengah (UKM) dengan nilai Rp 50 juta-Rp 2 miliar serta pinjaman untuk membayari tagihan usaha UKM dengan nilai sampai Rp 2 miliar.
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM, Reynold mengatakan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkontribusi 60 persen terhadap produk domestik bruto.
”Saat membincangkan UMKM, kami tidak dapat melupakan membahas peran pelaku usaha mikro, seperti pedagang warung. Pelaku usaha mikro turut membentuk perekonomian,” katanya.
Peluang
GandengTangan, platform pengumpulan uang pinjaman yang beroperasi sejak empat tahun lalu, membuka peluang bagi siapa pun untuk menjadi pemberi dana dengan nilai mulai dari Rp 50.000. Uang yang terkumpul akan disalurkan untuk kegiatan sosial atau bisnis mikro tertentu.
CEO GandengTangan Jezzie Setiawan menceritakan, mulai awal 2017, GandengTangan yang semula hanya sebagai wadah penggalangan dana untuk sosial diperluas ke usaha skala mikro. Usaha mikro itu antara lain toko kelontong.
Jezzie menyebutkan, pada akhir 2018, sebanyak 1.859 pengusaha skala mikro telah menerima dana dengan jumlah total Rp 8 miliar.
Jezzie berharap, pada 2019, GandengTangan bisa menjangkau pengusaha mikro di luar Jawa. Dengan demikian, semakin banyak pengusaha skala mikro yang mendapat kemudahan akses permodalan.
”Pengusaha mikro butuh modal, tetapi pada umumnya kesulitan akses. Padahal, mereka cenderung memerlukan modal dengan nilai tidak terlalu besar dan mampu mengembalikan pinjaman,” katanya.
Sejak berdiri pada 2010, Amartha fokus menyediakan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi khusus bagi perempuan pengusaha mikro berusia 21-60 tahun. Pengusaha ini berlatar belakang kelas ekonomi paling bawah dan butuh modal untuk memulai atau mengembangkan usaha.
Perempuan pengusaha mikro pada umumnya tidak memiliki kelayakan untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan, baik karena tidak mempunyai jaminan, persyaratan administratif, maupun riwayat kredit.
Sampai saat ini, dana yang disalurkan Amartha Rp 958,69 miliar. Sebanyak 213.713 pengusaha mikro telah diberdayakan.
Vice President Amartha, Aria Widyanto, mengklaim, lebih dari 75 persen debitur pengusaha mikro mengulang pembiayaan di Amartha. Jika mengajukan pinjaman kembali, debitur biasanya akan menerima kenaikan plafon sesuai dengan skor kredit dan kinerja pembayaran pelunasan utang sebelumnya.
”Nilai pinjaman berkisar Rp 3 hingga Rp 15 juta,” ujarnya.
Aria mengatakan, pendistribusian pendanaan yang dilakukan Amartha bertujuan membantu peningkatan kesejahteraan perempuan pelaku usaha mikro. Oleh karena itu, Amartha menyelenggarakan riset secara berkala untuk mengetahui perubahan pendapatan sebelum dan sesudah pelaku usaha itu menjadi mitra.
Mengutip Social Accountability Report Amartha pada periode riset 2015-2017, pendapatan rata-rata mitra Amartha meningkat dari Rp 1,44 juta menjadi Rp 3,47 juta per bulan.