Konfrontasi Lebih Besar Dikhawatirkan Terjadi di Tripoli
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BENGHAZI, KAMIS — Pimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya pertikaian senjata di ibu kota Libya. Faksi-faksi yang berseteru diimbau segera berdialog di saat pasukan yang loyal kepada komandan militer merebut sebuah kota dekat Tripoli.
Kekhawatiran itu disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat berkunjung ke Libya sejak Rabu (3/4/2019). Kunjungan pimpinan PBB ini merupakan yang pertama kali sejak pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan dan menewaskan Pemimpin Libya Moammar Khadafi.
Guterres, yang mengadakan jumpa pers di Tripoli, Kamis (4/4/2019), mengatakan di Twitter, dirinya ”sangat khawatir akan gerakan militer yang terjadi di Libya dan risiko konfrontasi yang mungkin terjadi”.
”Tidak ada solusi militer,” kata Guterres. ”Hanya dialog antarfaksi di Libya yang bisa menyelesaikan masalah di Libya,” katanya, melanjutkan.
Misi Uni Eropa untuk Libya juga menyatakan kekhawatiran terhadap ”penumpukan pasukan di Libya yang berisiko pada konfrontasi yang tidak terkendali”.
Akan tetapi, di lapangan, pasukan yang loyal kepada Marshal Khalifa Haftar yang memimpin Pasukan Nasional Libya (LNA) dapat menguasai Kota Gharyan, 50 kilometer dari Tripoli, tanpa perlawanan berarti.
Pertempuran dilaporkan terjadi semalaman di pegunungan di Distrik Al-Assabaah dekat Gharyan. Menurut media dari pasukan Haftar, dua orang yang diduga anggota milisi dan penduduk terbunuh.
Dikuasainya Gharyan merupakan posisi terdekat Hifter dari Tripoli. Dikhawatirkan, mereka akan merangsek masuk ke ibu kota dan memicu konfrontasi yang lebih besar.
”Saya sedang minum kopi di Gharyan sekarang,” kata pembantu Haftar Abdel Salam al-Hassi kepada Associated Press melalui telepon. ”Sudah kehendak Tuhan, kami akan memasuki kota-kota lain tanpa bentrokan”.
Al-Hassi menolak memberikan komentar apa langkah LNA selanjutnya.
Juru bicara LNA, Ahmed Mesmari, mengatakan dalam jumpa pers, Rabu (3/4/2019), bahwa ”persiapan sedang dilakukan… untuk membebaskan wilayah barat dari teroris dan tentara bayaran”.
Sementara itu, pimpinan pemerintah Fayez al-Sarraj menyebut gerakan itu sebagai ”eskalasi” dan mendesak pasukan Haftar untuk ”berhenti menggunakan bahasa bernada ancaman”.
Al-Sarraj menuturkan, dirinya telah memerintahkan pasukan pro-pemerintah untuk bersiap ”menghadapi semua ancaman… baik dari kelompok teroris, kriminal, penjahat, maupun semua yang mengancam keamanan semua kota di Libya”.
Pasukan Haftar telah melancarkan kampanye militer dari timur Libya di mana mereka bertempur pertama kali dengan milisi dan kelompok Islam tahun 2014. Dari situ kemudian bergerak ke selatan dengan merebut kota-kota kunci dan sekarang menuju barat mendekat ke Tripoli.
Saat ini Tripoli berada di bawah kontrol pasukan perdamaian PBB yang mendapat dukungan dari Pemerintah Libya, juga milisi yang merupakan rival LNA yang berbasis di timur.
Haftar yang didukung Mesir dan negara-negara Arab di teluk seperti Uni Emirat Arab telah mencap lawannya sebagai ”teroris” dan berulang kali menyampaikan bahwa ”membebaskan” Tripoli adalah tujuan utamanya.
Sejak penggulingan dan pembunuhan Khadafi, Libya telah jatuh ke dalam kekacauan dengan dua pemerintahan dan beberapa kelompok militan bertarung memperebutkan kekuasaan dan ladang minyak. (AP/REUTERS/AFP)