Pemprov NTB Perpanjang Masa Transisi Rehab-Rekon Rumah
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan memperpanjang masa transisi darurat ke pemulihan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (rehab-rekon) rumah akibat gempa Lombok selama tiga bulan. Perpanjangan ini dilakukan mengingat masih banyak persoalan yang muncul seperti pencairan dana stimulan yang belum selesai, dan sikap masyarakat yang hanya ingin menerima uang namun menolak rumahnya dibangun.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan memperpanjang masa transisi darurat ke pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) rumah akibat gempa Lombok selama tiga bulan. Perpanjangan ini dilakukan mengingat masih banyak persoalan yang muncul, antara lain pencairan dana stimulan yang belum selesai dan sikap masyarakat yang hanya ingin menerima uang tetapi menolak rumahnya dibangun.
”Saya mendapat informasi, masyarakat tidak butuh fasilitator, mau dikasih duit, lalu (rumahnya) dibangun sendiri. Saya heran sudah sekian bulan masih ada juga yang berpikiran seperti itu,” kata Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah, Jumat (5/4/2019) sore, di Mataram, NTB.
Dalam rapat koordinasi dan evaluasi dampak bencana gempa bumi di Provinsi NTB itu terungkap soal data rumah rusak berat di Lombok Utara yang semula tercatat 44.014 berkembang menjadi lebih dari 50.000 unit. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, hingga Kamis (4/4/2019), Bank BRI belum membagikan 19.594 buku rekening kepada warga yang rumahnya terdampak.
Mayor Inf Hendra Permana, Dansatkar Rehab-Rekon Lombok Utara, mengatakan, masyarakat dua dusun di Desa Pemenang Barat dan Desa Sigar Penjalin, Lombok Utara, enggan menerima rumah yang selesai dibangun. Mereka memilih menerima dana tunai stimulan Rp 50 juta per keluarga untuk merehab-rekon rumahnya.
Warga dapat menerima pencairan dana jika membuka rekening di bank dan membentuk kelompok masyarakat (pokmas) dan pendamping (fasilitator). Dana stimulan itu dikirim ke rekening masing-masing warga. Warga kemudian mentransfernya ke rekening pokmas. Pokmas mentransfer dana itu ke rekening aplikator (penyedia bahan bangunan) yang akan membelikan kebutuhan material untuk pembangunan rumah.
Saat ini di lapangan masih terjadi tarik-ulur model rumah seperti rumah instan sederhana sehat (Risha), rumah instan konvensional (Riko), rumah instan kayu (Rika), rumah instan baja (Risba), rumah instan baja ringan (Risbari), dan rumah instan tahan gempa (Rista). ”Banyak warga yang awalnya memilih Risha, tetapi ketika kami pertemukan dengan aplikator, mereka memilih model Riko,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Lombok Timur Purnama Hadi.
Persoalan-persoalan itu menghambat percepatan rehab-rekon rumah warga. Karena masa transisi rehab rekon tinggal seminggu, sementara banyak persoalan yang harus diselesaikan, Pemprov NTB dipastikan memperpanjang masa rehab-rekon selama tiga bulan sejak April atau maksimal Agustus 2019. Dengan demikian, untuk keempat kalinya masa rehab-rekon di NTB diperpanjang terhitung 26 Agustus 2018 hingga 12 April 2019.
Wakil Gubernur NTB mengingatkan, untuk percepatan itu, bupati-wali kota memilih satu-dua model rumah tahan gempa seperti Riko yang pembangunannya memakan waktu dua bulan atau Risha yang pembangunannya dua minggu asalkan bahan bakunya tersedia. Untuk model Rika yang banyak peminatnya, dibatasi karena bahan utama, kayu, sulit didapat.
Data BPBD NTB menyebutkan, rumah yang selesai dibangun sebanyak 14.997 unit, meliputi rusak berat 3.707 unit, rusak sedang 2.393 unit dan rusak ringan 8.897 unit. Padahal, tercatat rumah rusak berat 75.138 unit, rusak sedang 33.075 unit, dan rusak ringan 108.306 unit.