Pengelola Rusunami Masih Abaikan Aturan Pengelolaan
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sebagian besar pengembang dan pengurus rumah susun milik atau rusunami masih mengabaikan aturan terkait pengelolaan rusunami. Mereka masih beranggapan bahwa perlu ada peraturan pemerintah agar aturan tersebut bisa diterapkan. Sementara itu, Pemprov DKI berencana untuk memanggil para pengurus rusunami yang belum taat, sebelum dikeluarkan surat peringatan dan sanksi administratif.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi pengembang Real Estate Indonesia REI, Paulus Totok Lusida menjelaskan, para pengembang dan pengurus masih menunggu putusan uji materi MA terkait Peraturan Menteri 23/PRT/M 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Peraturan Menteri ini yang menjadi landasan pembentukan Peraturan Gubenur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.
"Sikap kami sudah jelas, kami akan menunggu putusan MA serta pembentukan Peraturan Pemerintah (PP). Pembentukan Peraturan Gubernur dan Peraturan Menteri ini tidak didasari oleh Peraturan Pemerintah, sehingga belum bisa diterapkan," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (05/04/2019).
Peraturan Gubernur dan Peraturan Menteri ini dibentuk untuk mengatur pihak pengembang apartemen agar tidak campur tangan dalam urusan P3SRS. Selama ini, banyak penghuni apartemen yang mengeluhkan tidak adanya transparansi iuran serta sistem pengelolaan apartemen selama pengembang masih ikut campur tangan dan menjadi bagian dalam P3SRS.
"Terkait transparansi iuran, kami sepakat untuk membuat transparansi tersbut. Namun, kami tidak sepakat terhadap aturan yang melarang bahwa pengembang tidak boleh campur tangan dalam urusan P3SRS," kata Paulus.
Awalnya, Pemprov DKI menargetkan pada akhir Maret, seluruh P3SRS yang terdaftar bisa mengikuti aturan tersebut. Namun, pada kenyataannya baru 53 P3SRS dari 195 P3SRS yang mau berkomitmen untuk menjalankan aturan ini.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Melly Budiastuti menjelaskan wali kota di masing-masing daerah memiliki wewenang untuk menerbitkan surat teguran dan dua kali surat peringatan sebelum pemberian sanksi administratif. Sanksi ini berupa pencabutan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan pencabutan izin P3SRS sehingga setiap kegiatannya menjadi ilegal.
"Untuk saat ini, Tim Wali Kota dalam tahap memanggil para pengurus P3SRS untuk meminta penjelasan mengapa mereka belum mau mengikuti aturan ini, sebelum penerbitan sanksi admisnistratif," katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Paulus masih belum mau memikirkan sanksi yang akan diberikan oleh pemprov. Menurut ia, pengelolaan rusunami tidak bisa bisa diberikan sepenuhnya kepada penghuni karena pemeliharaan dan rencana penataan apartemen ada di tangan pengembang.
"Apalagi jika sebagian besar unit di apartemen atau rusunami ini masih kosong dan belum ada pengembang. Maka, perlu ada pemeliharaan serta pengelolaan dari pihak pengembang sebagai bentuk pertanggung jawaban," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji berharap agar para pengembang bisa segera menerapkan pergub ini. Jika tidak, nantinya penghuni yang akan terkena imbas dari sanksi tersebut.
“Jika P3SRS dicabut izinnya, maka tidak ada lagi organisasi yang mengatur pengelolaan apartemennya untuk sementara. Penghuni secara tidak langsung akan terkena imbas dari hal ini,” ujarnya.