Pertanian Terpadu ala Perusahaan Tambang Menjadi Model
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
PESER, KOMPAS — Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan, sektor pertanian dapat menjadi pilihan. Bentuk pertanian terpadu yang dibangun perusahaan berpotensi menjadi model pengembangan pemberdayaan masyarakat setempat untuk diterapkan oleh korporasi lainnya.
Pilihan itu dieksekusi oleh PT Kideco Jaya Agung atau Kideco, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara, yang membangun pertanian terpadu (integrated farming system/IFS).
”Kami harap masyarakat dapat mengadopsi sistem pertanian terpadu ini dan berdampak pada kesejahteraan yang berkesinambungan,” kata Presiden Direktur PT Kideco Jaya Agung M Kurnia Ariawan pada peresmian IFS di Peser, Kalimantan Timur, Jumat (5/4/2019).
Kideco membangun IFS di Desa Samurangau, satu area dengan wilayah konsesi pertambangannya sejak 2013. Sepanjang 2013-2017, korporasi mencurahkan investasi sebesar Rp 12,3 miliar.
IFS tersebut seluas 6,5 hektar dengan jumlah total tanaman sekitar 560-791 pohon. Dalam IFS, kegiatan peternakan, perikanan, dan perkebunan berada pada satu area. Kotoran dari peternakan diolah menjadi pupuk kompos dan biogas. Pupuk kompos itu dimanfaatkan untuk perkebunan.
Asisten Bidang Ekonomi Sekretaris Daerah Kabupaten Paser Ina Rosana mengapresiasi kehadiran IFS. ”Sektor utama penggerak perekonomian Paser ialah pertambangan dan perkebunan,” ucapnya.
Meskipun demikian, Ina mengharapkan, korporasi pertambangan yang ada di Paser dapat memberikan bantuan tanggung jawab sosial yang lebih mewakili kebutuhan masyarakat setempat. Dia mencontohkan, masyarakat Paser kini membutuhkan infrastruktur jalan yang memadai untuk pembangunan daerah.
Turut meresmikan IFS, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono. Menurut dia, manfaat sosial yang dapat diberikan oleh perusahaan tambang penting. ”Seiring dengan kenaikan produksi, kontribusi perusahaan dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat mesti meningkat,” ujarnya dalam sambutan.
Menurut Bambang, jika perusahaan berhasil memberikan manfaat sosial pada masyarakat, ada rasa kepemilikan dari masyarakat setempat terhadap korporasi tersebut. Oleh sebab itu, dia mengimbau perusahaan pertambangan seoptimal mungkin dalam menerapkan pengembangan pemberdayaan masyarakat, terutama yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Senada dengan Ina, Bambang berpendapat, pengembangan pemberdayaan masyarakat mesti mempertimbangkan aspirasi warga setempat. Secara spesifik, dia menyebutkan, parameter keberhasilan IFS ialah adanya replikasi pertanian terpadu yang dibangun masyarakat secara mandiri.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang juga meresmikan 233 hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang merupakan bentuk pengembangan pemberdayaan masyarakat lainnya. Kideco menjalankan lahan perkebunan tersebut dengan skema kemitraan plasma. (JUD)