MALANG, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berusaha mendorong pengurangan sampah yang masuk ke tempat pemrosesan akhir dengan mendirikan pusat daur ulang sampah di sejumlah kabupaten/kota. Pusat daur ulang sampah yang dibangun dengan kapasitas 5-10 ton per unit setiap hari beserta sarana penunjangnya akan dibangun menggunakan dana alokasi khusus.
Besaran anggaran masih dibicarakan, tetapi menurut rencana sekitar 56 kabupaten/kota akan mendapatkannya. Ini akan mengacu pada rencana strategis daerah pengurangan sampah, penilaian Adipura, serta kepastian penyediaan lahan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, selain mengurangi residu sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA), pusat daur ulang sampah juga membawa dampak ekonomi dari sampah anorganik. Sampah organik yang diolah menjadi kompos pun bisa dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam di pekarangan dan kebun.
Dengan adanya pusat daur ulang ini, masyarakat diarahkan untuk melakukan pemilahan. Mereka bisa memanfaatkan hasil pemilahan plastik, kertas, dan kaleng untuk dijual kepada perusahaan daur ulang.
”Ketika sudah dipilah, maka ada sampah organik dan anorganik. Organik menjadi kompos dan anorganik dikoneksikan ke perusahaan daur ulang. Di sana ada penghasilan ekonomi,” ujar Rosa saat meresmikan pusat daur ulang sampah di Kelurahan Bandungrejosari, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (4/4/2019).
Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Wakil Ketua Komisi VII DPR Ridwan Hisjam dan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko. Pusat daur ulang ini memiliki kapasitas 10 ton sampah per hari dan dibangun di atas lahan pemerintah daerah seluas 250 meter persegi.
Di situ disediakan conveyor yang digerakkan mesin untuk mengangkut sampah melewati petugas yang memilah sampah anorganik ke keranjang. Sampah organik mengalir ke mesin pencacah untuk kemudian ditempatkan dalam bak-bak pengomposan.
Pusat daur ulang berkapasitas 10 ton ini diperkirakan bisa melayani sekitar 14.000 warga atau 3.500 keluarga. Pengelolaan lebih lanjut akan ditetapkan oleh Pemerintah Kota Malang.
Menurut Rosa, pihaknya sudah membangun fasilitas serupa di wilayah Danau Toba di Sumatera Utara dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur. Dengan investasi sekitar Rp 2 miliar per unit, sarana ini bisa mengurangi hingga 90 persen residu yang masuk ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Ini menjadi jalan keluar bagi banyak daerah yang dihadapkan pada kapasitas TPA yang telah penuh dan kesusahan mencari lokasi baru.
”Di beberapa wilayah akan dibangun lagi. Ketika kami akan bangun di suatu tempat, kesiapan lahan ini yang penting. Kami juga sedang bangun dan akan resmikan pusat daur ulang sampah di beberapa kabupaten/kota di wilayah Citarum dalam dua pekan ke depan mulai dari Bandung Raya dan lainnya,” ucapnya.
Sofyan mengatakan, produksi sampah di wilayahnya mencapai 500 ton per hari. Dan, sejauh ini sudah ada penanganan terhadap sebagian sampah itu melalui bank sampah dengan melibatkan masyarakat. Sebagian sampah juga sudah diolah menjadi kompos.
”Tahun 2019 tujuan kami yang harus diraih adalah Adipura, syukur-syukur Adipura Kencana. Untuk mewujudkan hal itu, masyarakat harus dilibatkan bersama. Tidak bisa jika hanya pemerintah daerah. Kita harus bersama-sama bersinergi,” ujarnya.
Seusai peresmian, ia mengatakan, anggaran pemda untuk pengelolaan sampah mencapai Rp 20 miliar. Dengan APBN 2018 mencapai Rp 2,2 triliun, dana pengelolaan sampah kurang dari 1 persen.
Menurut KLHK, angka ideal pengelolaan sampah sekitar 3 persen dari APBD. Dari sisi biaya per tonase, anggaran Rp 20 miliar dan beban sampah 500 ton per hari, biaya pengelolaan sampah mencapai Rp 109.589 per ton.
Sementara itu, Ridwan Hisjam mengatakan, pengolahan sampah yang ada saat ini merupakan langkah mendukung Malang sebagai daerah tujuan wisata. Bromo Tengger Semeru yang berada tidak jauh dari Malang merupakan salah satu dari 10 destinasi wisata yang ditetapkan pemerintah.