Pemerintah menargetkan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar secara nasional selama periode 2014-2019. Namun, realisasinya hingga kini baru mencapai 2,6 juta hektar.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah menargetkan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar secara nasional selama periode 2014-2019. Hal itu untuk menyejahterakan masyarakat di sekitar hutan. Namun, realisasinya hingga kini baru 2,6 juta hektar.
Hal itu diungkapkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan, di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (5/4/2019). Abetnego menghadiri acara Refleksi: Sinergitas Para Pihak dalam Gerakan Pemberdayaan Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Adil dan Menyejahterakan di Kalimantan Barat.
Dia mengatakan, target perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar itu tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Namun, yang terealisasi baru 2,6 juta hektar.
Dari yang telah direalisasikan itu, skemanya antara lain berupa hutan adat (28.206 hektar), hutan desa (1,2 juta hektar), hutan kemasyarakatan (620.000 hektar), dan skema hutan tanaman rakyat (331.000 hektar).
”Ada beberapa kendala dalam pencapaian target perhutanan sosial secara nasional sehingga belum bisa mencapai target 12,7 juta hektar. Misalnya saja berkaitan dengan usulan-usulan yang memerlukan verifikasi teknis. Artinya, secara teknis diperlukan energi yang besar untuk melakukan verifikasi,” ujar Abetnego.
Selain itu, di lapangan banyak ditemukan tumpang tindih penguasaan lahan. Hal itu harus diselesaikan terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan masalah baru. Apalagi, tujuan perhutanan sosial untuk mengatasi masalah. Kondisi itulah yang kemudian memperlambat pencapaian target realisasi.
”Kemudian, ada pula beberapa kawasan yang diusulkan menjadi perhutanan sosial ternyata sensitif, misalnya ternyata yang diusulkan itu adalah kawasan lindung dan gambut. Ini diperlukan upaya-upaya lebih untuk melihat keputusan-keputusan yang akan dikeluarkan pemerintah dalam pemberian izin perhutanan sosial itu,” paparnya.
Selain itu, dia menambahkan, ada pula hambatan lainnya, yakni adanya indikasi pihak-pihak tertentu yang selama ini mendapat lahan yang besar dalam bisnisnya merasa terganggu dengan program perhutanan sosial.
Abetnego mengatakan, jika target 12,7 juta hektar perhutanan sosial tidak tercapai tahun ini, maka akan dicadangkan. Artinya, angka itu tetap menjadi target yang harus diselesaikan. Hingga akhir 2019, diperkirakan perhutanan sosial secara nasional yang bisa dicapai berkisar 3,3 juta-3,5 juta hektar.
Berdasarkan laporan akhir kelompok kerja perhutanan sosial Provinsi Kalbar, target perhutanan sosial di Kalbar sebesar 1,1 juta hektar. Dari target itu, yang sudah terealisasi seluas 262.280,91 hektar.
Direktur Lembaga Pengembangan Masyarakat Swadaya dan Mandiri (Gemawan) Laili Khairnur, selaku penyelenggara kegiatan, menilai, realisasi perhutanan sosial lamban. Hal itu terjadi juga karena masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang skema perhutanan sosial.
Ada juga masyarakat yang ingin mengajukan salah satu skema, misalnya hutan adat, tetapi di tingkat kabupaten belum ada peraturan daerahnya.
Gemawan adalah lembaga yang memfokuskan pada gerakan antikorupsi, advokasi kebijakan, pemberdayaan masyarakat, otonomi desa, dan pemberdayaan kelompok perempuan.
Selain itu, ada juga masyarakat yang ingin mengajukan salah satu skema, misalnya hutan adat, tetapi di tingkat kabupaten belum ada peraturan daerahnya. Itu membuat masyarakat kesulitan dalam memproses usulan sehingga memperlambat realisasi perhutanan sosial.
Laili mengatakan, adanya kesempatan untuk mengusulkan perhutanan sosial ini hendaknya dimanfaatkan betul-betul oleh masyarakat. Pemangku kebijakan juga harus ”jemput bola” untuk mempercepat target realisasi.