BANDA ACEH, KOMPAS — Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan mengambil tanah hak guna usaha yang ditelantarkan oleh perusahaan dan akan diberikan kepada warga. Kebijakan tersebut diambil agar perusahaan serius mengelola tanah hak guna usaha dan mengakhiri konflik agraria.
Hal itu dikatakan Sofyan Djalil kepada wartawan, Jumat (5/4/2019), di Banda Aceh. Ia menuturkan, baru-baru ini pihaknya mengambil sebagian tanah hak guna usaha (HGU) milik PT Cemerlang Abadi yang terletak di Aceh Barat Daya karena dianggap tidak dikelola. Perusahaan mengajukan izin perpanjangan HGU 4.864,88 hektar, tetapi yang disetujui hanya 2.050 hektar.
”Ditambah 900 hektar untuk plasma, jika tidak dilakukan (plasma) akan ditarik kembali,” ujar Sofyan.
Sementara sisanya dijadikan tanah obyek reformasi agraria (TORA) yang akan dibagikan kepada warga. Saat ini, mekanisme pembagian kepada warga masih dibahas bersama pemerintah kabupaten setempat.
”Izin perpanjangan kami berikan untuk lahan yang selama ini dikelola, sedangkan yang ditelantarkan diambil kembali oleh negara,” kata Sofyan.
Namun, lanjutnya, pemerintah harus menghormati perusahaan yang mengelola tanah HGU dengan produktif. Oleh sebab itu, perusahaan yang mengelola dengan baik dan menjalankan kewajiban layak izin HGU-nya diperpanjang.
”Kalau izin HGU habis dan digunakan secara produktif, harus diperpanjang. Sebab, tanah akan bermanfaat jika produktif,” ucap Sofyan.
Izin perpanjangan kami berikan untuk lahan yang selama ini dikelola, sedangkan yang ditelantarkan diambil kembali oleh negara.
Sofyan menyebutkan, konflik agraria berupa perebutan lahan antara warga dan perusahaan terjadi di banyak daerah di Indonesia. Di Aceh, konflik serupa terjadi di Aceh Tamiang, Aceh Barat Daya, dan Nagan Raya.
Sofyan mengatakan, warga di sekitar hutan kini diberikan kesempatan untuk mengelola hutan melalui skema perhutanan sosial dan sejenisnya. Di Aceh, seluas 15.134 hektar perhutanan sosial dan 145.250 hektar hutan adat telah diajukan kepada pemerintah.
Kebijakan kementerian
Dihubungi terpisah, Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim mengatakan menyambut baik kebijakan kementerian menyerahkan sebagian lahan HGU perusahaan untuk pemerintah kabupaten. Kebijakan itu lebih baik agar lahan tersebut dapat dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga.
Menurut rencana, pada lahan bekas HGU itu akan dibuka sawah baru dan tempat pembibitan padi unggul untuk menyuplai kebutuhan Pulau Sumatera. Sistem pengelolaannya dengan melibatkan warga. Setiap keluarga akan diberikan hak kelola 1 hektar. Namun, warga hanya diberikan hak kelola atas tanah, bukan hak milik. ”Kalau dikasih hak milik, nanti dijual,” ujar Akmal.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, banyak lahan perusahaan di Aceh tidak dikelola maksimal oleh perusahaan. Lahan tersebut kemudian digarap secara ilegal oleh warga.
Menurut Nur, lahan yang tidak dikelola idealnya diberikan saja kepada warga sekitar agar mereka memiliki lahan untuk bertani. Melalui skema perhutanan sosial, lanjutnya, warga memiliki landasan hukum dalam mengelola hutan.