JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan, selama April akan terjadi masa peralihan musim hujan menuju musim kemarau. Masyarakat diimbau untuk mewaspadai ancaman petir dan angin kencang.
Deputi Kepala BMKG Bidang Meteorologi Mulyono R Prabowo mengatakan, pada masa peralihan musim atau pancaroba cenderung terjadi cuaca ekstrem secara lokal. Beberapa wilayah, seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat bagian selatan, dan Lampung bagian timur, dalam dua hari ke depan akan terjadi cuaca ekstrem.
”Pada umumnya tempat tersebut mengalami hujan lebat dan sedang yang diawali dengan awan yang menjulang sehingga akan muncul petir dan embusan angin yang kencang,” kata Prabowo di sela-sela pengarahan media BMKG, Jumat (5/4/2019), di Jakarta.
Masa pancaroba diperkirakan akan terjadi selama sebulan, tetapi pada Mei intensitasnya berkurang. Tahun ini, cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang menyebabkan curah hujan berkurang.
Sejak November, El Nino sudah terjadi tetapi masih lemah. Prabowo memprediksi, pada bulan Mei hingga Juni, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di seluruh Indonesia akan berkurang secara menyeluruh.
Ia mengimbau agar masyarakat di Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat berhati-hati dengan bencana kebakaran akibat pengaruh El Nino. Meskipun demikian, peran manusia lebih besar terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Pada Juni hingga September, curah hujan cenderung berkurang. Pada Agustus hingga September akan terjadi puncak kemarau yang dimulai dari Nusa Tenggara Timur kemudian diikuti Nusa Tenggara Barat, Pulau Jawa, dan Sumatera.
Meskipun demikian, beberapa wilayah di Nusa Tenggara dan Jawa mulai memasuki musim kemarau pada Mei dan Sumatera pada Juni. Pada September, diperkirakan seluruh Indonesia mengalami musim kemarau.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menambahkan, angin dari daratan dan Samudra Pasifik memiliki pola yang mengarah pada ekuator atau khatulistiwa. Namun, karena rotasi bumi, angin menjadi berbelok ketika mendekati ekuator.
Belokan arah angin terjadi dari dua arah yang berbeda, yakni dari Samudra Pasifik dan dari arah Asia. Akibatnya, terjadi tabrakan di sekitar Pulau Sumatera terutama bagian utara hingga tengah. Hal tersebut menimbulkan berkurangnya kecepatan angin dan terjadi pembentukan awan secara intensif sehingga hujan turun.
Dalam tiga hari ke depan beberapa wilayah di zona pertemuan belokan angin, seperti di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, dan Papua, akan mengalami hujan lebat .
Meskipun sebagian wilayah di Indonesia berpotensi hujan, beberapa wilayah berpotensi terjadi kebakaran hutan seperti di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Diperkirakan potensi kebakaran akan terjadi hingga 10 April 2019.
Mitigasi
Prabowo mengimbau agar masyarakat mulai mengatur penggunaan air. Pemerintah juga perlu mempersiapkan daerah resapan dan bendungan untuk menjaga ketersediaan air secara jangka panjang.
Selain itu, masyarakat juga diimbau tidak berada di bawah pohon yang rindang dan sudah tua serta baliho agar tidak tertimpa saat roboh karena pengaruh embusan angin yang kencang. Masyarakat juga diimbau untuk mewaspadai kondisi tubuh yang cepat dehidrasi pada masa pancaroba.
Sebagai upaya mitigasi untuk memantau perubahan cuaca, BMKG telah memasang radar cuaca di beberapa bandara. Selain itu, 180 bandara juga telah dilengkapi automated weather observing system (AWOS). Sistem ini dapat membantu memberikan informasi cuaca sesuai dengan waktu kejadian dan akurat.
BMKG juga telah memasang peralatan untuk memonitor cuaca di wilayah maritim. Akan tetapi, karena wilayah maritim Indonesia yang sangat luas, mereka belum memasang alat monitor di semua stasiun maritim.