Para produsen minuman beralkohol dari Uni Eropa mengatakan kesulitan mengekspor produk-produk mereka ke Indonesia. Mereka menilai isu sawit memengaruhi hal itu.
brussels, kamis Spirits Europe, yang mewakili produsen- produsen besar dan asosiasi- asosiasi tingkat nasional produsen minuman beralkohol di Eropa, Kamis (4/4/2019), mengungkapkan bahwa pihaknya mendapatkan aneka laporan tentang penundaan izin impor dari otoritas Indonesia terhadap produk-produk mereka. Ketegangan antara Jakarta dan Uni Eropa terkait persoalan produk sawit Indonesia diduga turut melatarbelakangi hal itu.
Merujuk keterangan salah satu sumber, masalah penundaan hanya dialami eksportir negara- negara Uni Eropa (UE). Sementara pada saat yang sama produk-produk dari luar UE mendapatkan izin impor ke Indonesia, salah satunya tequila. Indonesia mengatur impor dan distribusi produk-produk alkohol secara tahunan.
Pada 13 Maret 2019, Komisi Eropa—organ eksekutif UE— mengeluarkan Delegated Act dari Arahan Energi Terbarukan (RED) II. Dokumen RED II, antara lain, berisi tak direkomendasikannya minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan bakar nabati di wilayah UE.
Dokumen RED II berpotensi menggolongkan CPO dalam kelompok tanaman pangan berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tidak langsung (ILUC) yang berakibat pada pembatasan penggunaannya. Ekspor CPO Indonesia ke UE pun terancam.
Pemerintah Indonesia membawa perselisihan terkait isu minyak sawit dengan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah juga mempertimbangkan untuk memboikot produk-produk Uni Eropa, seperti kendaraan roda empat dan pesawat terbang.
Indonesia kecewa karena UE dinilai telah memproteksi secara berlebihan komoditas minyak nabatinya yang dihasilkan dari biji bunga matahari dan rapeseed (Kompas, 21 Maret 2019).
Atas laporan produsen minuman beralkohol itu, Komisi Eropa mengatakan sedang memeriksa situasi di lapangan. Diungkapkan bahwa Komisi Eropa juga akan mencari kemungkinan langkah tambahan yang diterapkan terkait impor alkohol dari UE.
Bukan pembalasan
Di Jakarta, Kementerian Perdagangan RI mengonfirmasi adanya penundaan surat izin impor terhadap sejumlah produk minuman beralkohol asal Eropa.
Namun, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih membantah anggapan bahwa penundaan izin itu sebagai bentuk retaliasi atau pembalasan atas rencana atau langkah UE terhadap produk sawit Indonesia.
”Ini semata-mata soal keinginan pasar. Tampaknya pasar kami lebih suka produk-produk minuman beralkohol dari Amerika,” kata Karyanto saat dikonfirmasi kantor berita Reuters, Jumat (5/4/2019).
Dihubungi Kompas secara terpisah, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh selaku Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya di Geneva, Swiss, Hasan Kleib, mengungkapkan belum ada perkembangan lebih lanjut terkait tindak lanjut soal sawit di WTO. Ditegaskan bahwa pihaknya masih menunggu perkembangan di Brussels.
Persoalan sawit itu juga mendapat respons cukup keras dari Pemerintah Malaysia. Pekan lalu, misalnya, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyatakan, UE berisiko membuka sebuah kondisi perang dagang dengan Malaysia atas sikap dan kebijakan UE yang dinilai sangat tidak adil dalam soal sawit.
Sebagaimana pendapat yang disampaikan perwakilan Pemerintah RI, Mahathir menilai kebijakan UE itu semata untuk melindungi produk komoditas yang dihasilkan di UE. Ia menyatakan, langkah UE untuk memenangi perang dagang seperti itu tidak adil. (REUTERS/BEN)