Lima Lembar Kertas untuk Lima Tahun
Pelaksanaan Pemilihan Umum untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif dan anggota dewan perwakilan daerah tinggal 12 hari lagi. Menjelang hari H, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, hampir semua lokasi strategis seperti di Kota Surabaya berubah menjadi studio foto.
Puluhan bahkan foto diri calon legislatif tingkat kabupaten/kota, provinsi, pusat serta DPD silih berganti terpampang di pinggir jalan. Baliho ukuran terkecil 50 x 100 sentimeter dan paling besar 2,5 meter x 5 meter. Ramainya baliho para calon legislatif semakin menjadi-jadi sebulan terakhir ini.
Maraknya pemasangan baliho caleg, yang satu atau dua orang menyandingkan dengan foto capres dan wapres, meski sangat jarang, tidak segencar aksi agar pemilih untuk lebih mengenal calon legislatif yang kelak dipilih.
Pada Pemilu 2019, keinginan para caleg untuk mencari simpati dari pemilik hak suara kurang gencar. Rata-rata caleg mensosialisasikan dirinya kepada pemilih lewat baliho, dan video singkat dengan mengunduh di media sosial Facebook, Instagram dan Whatapps.
Memang ada caleg yang tebar pesona dengan konstituen dari pertemuan di tingkat rukun tetangga (RT) atau arisan. “Sampai hari ini saya belum punya pilihan, tidak ada yang kenal. Nanti pas coblosan mungkin coblos partai saja,” kata Primasari (38), karyawati yang tinggal di Rungkut.
Padahal menurut ibu dari dua putri ini, sosialisasi terkait pemilu, termasuk beberapa caleg hadir sudah beberapa kali digelar di lingkungan gereja. “Tetap saja tidak ada yang dikenal, termasuk caleg untuk DPRD Kota Surabaya,” ujarnya.
Sampai hari ini saya belum punya pilihan, tidak ada yang kenal. Nanti pas coblosan mungkin coblos partai saja
Paling penting sebenarnya ajakan pemilik suara menggunakan haknya ketika pemilu berlangsung, pada Rabu (17/4/2019). Agar umat Katolik di Keuskupan Surabaya menggunakan hak pilih, tidak golput dan tidak salah pilih, Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono mengajak umat untuk menggunakan hak suara dan tidak salah pilih.
Melalui Surat Gembala Prapaskah 2019, Uskup Sutikno mengatakan demi Bonum Commune serta memperkokoh bangunan demokrasi yang bermafaat bagi semua masyarakat, dirinya mengajak umat menggunakan hak suara dengan baik.
“Maka hendaknya semua warga negara menyadari dari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum,” katanya.
Apalagi paling penting adalah untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik menurut Uskup Sutikno, seluruh rakyat harus beraktivitas, bukan menjauh atau malah diam alias golput.
Untuk mengajak umat Katolik di Keuskupan Surabaya agar menggunakan hak pilihnya saat pemilu kata Vikjen Keuskupan Surabaya RD Yosef Eko Budi Susilo, sosialisasi terus dilakukan hampir di seluruh paroki. Saat sosialisasi biasanya beberapa caleg juga ikut memperkenalkan diri sekaligus program-programya ketika terpilih kelak.
Jauh lebih sulit
Persoalannya, memilih anggota legislatif jauh lebih sulit dan rumit daripada memilih pemimpin negara. Untuk eksekutif, calon cuma dua pasang yakni petahana Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin yang melawan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Secara teori, tidak sulit menentukan pilihan. Yang puas dengan kinerja Jokowi diyakini akan memberi kesempatan kepada petahana melanjutkan satu periode lagi pemerintahan. Yang tidak puas, akan memberi kesempatan kepada Prabowo.
Jadi masih sangat terbuka juga kemungkinan ada suara tidak sah secara sengaja atau golongan putih nantinya karena tidak puas dengan kontestan yang ada. Juga sudah pasti ada suara tidak terpakai karena pemilik hak politik berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara dengan berbagai latar belakang.
Nah, kerumitan dan kesulitan justru hadir saat memilih anggota legislatif yakni menempatkan wakil di DPD, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai gambaran, calon anggota DPRD Kota Surabaya berjumlah 691 orang. Untuk calon anggota DPRD Jatim daerah pemilihan I (Surabaya) berjumlah 106 orang. Untuk calon anggota DPR daerah pemilihan Jatim I (Surabaya-Sidoarjo) berjumlah 137 orang. Untuk calon anggota DPD ada 29 orang.
Bayangkan betapa rumitnya memberikan satu pilihan di antara 29 orang. Selanjutnya memilih lagi satu di antara 137 orang. Berikutnya menjatuhkan pilihan di antara 106 orang. Yang sangat menantang dan meletihkan menentukan pilihan di antara 691 orang.
Bagaimana publik punya modal yang cukup untuk memilih? Tidak ada jawaban lain kecuali proaktif mencari dan membaca informasi lewat sumber-sumber pemberitaan yang dipercaya dan terpercaya. “Memilih anggota legislatif akan jauh lebih memusingkan,” kata Airlangga Pribadi Kusman, dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya.
Sejauh ini, melacak latar belakang anggota legislatif petahana sulit mengingat keterbatasan sumber informasi. Kemungkinan yang bisa terjadi, pemilih akan melihat terlebih dahulu partai politik yang selama ini sesuai dengan ideologi dan sikap pribadinya. Kemudian, memastikan mana calon anggota legislatif yang lebih familiar dalam sudut pandangnya.
“Yang tidak diharapkan jika pilihan dijatuhkan asal-asalan karena ketidaktahuan dan keengganan pemilih untuk berpikir jernih saat menggunakan hak politiknya,” ujar Airlangga.
Untuk itu, konteks jangan salah pilih patut dipahami sebagai permintaan kepada publik agar turut bertanggungjawab dalam proses perjalanan politik bangsa dan negara. Mau tak mau, berilah waktu yang cukup untuk pikiran yang jernih guna memilih. Jangan menyerah dengan kerumitan dan kesulitan memilih di antara banyaknya kontestan calon anggota parlemen.
Yang tidak diharapkan jika pilihan dijatuhkan asal-asalan karena ketidaktahuan dan keengganan pemilih untuk berpikir jernih saat menggunakan hak politiknya
“Memilih anggota legislatif amat penting karena turut mewarnai perjalanan hidup kita,” kata Airlangga. Yang harus dipahami publik, jika menempatkan orang semaunya di parlemen, kemungkinan buruk akan berdampak pada keluarnya regulasi yang ternyata menyulitkan hidup masyarakat.
Tidak ada acara lain kecuali mempelajari secara seksama calon anggota legislatif sehingga pilihan dapat dijatuhkan dengan tepat. Yang utama turut mengantar orang yang tepat ke posisi yang terhormat sebagai wakil rakyat.
Pemilu menjadi ajang bagi pemilih untuk berdaulat, menentukan pemimpin dan wakilnya di pemerintahan selama lima tahun mendatang. Jika salah pilih, pemberian hukuman berupa tidak dipilihnya lagi hanya bisa dilakukan usai periode jabatan habis.
Memilih pemimpin saat pemilu merupakan hak bagi setiap warga negara. Boleh tidak digunakan, namun jauh lebih baik jika dipakai saat pesta demokrasi berlangsung. Partisipasi pemilih yang tinggi menjadi satu legitimasi bagi pemimpin yang terpilih, selain penyelenggara pemilu yang netral.
Di daerah, KPU Kota Surabaya terus berupaya meningkatkan partisipasi pemilih. Ada lebih dari 2,1 juta pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap pemilu 2019. Jumlah pemilih masih akan bertambah seiring permintaan pindah lokasi memilih karena masyarakat berada di luar kota domisili.
“Kami jemput bola ke kampus-kampus untuk melayani permintaan formulir A5. Kantor KPU Surabaya juga masih menerima permintaan pindah memilih usai putusan MK yang menyatakan perpanjangan hingga H-7,” ucap Komisioner KPU Kota Surabaya, Robiyan Arifin.
Dia mengimbau warga yang masuk dalam kategori keadaan tertentu seperti dalam Surat Edaran KPU yang disebar ke KPU di daerah pada 29 Maret 2019 segera mengurus ke KPU. Kriterianya adalah pemilih dalam keadaan sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta menjalankan tugas saat pemungutan suara.
Gelaran pemilu lima tahun sekali seyogyanya digunakan oleh warga negara untuk menunjukkan kedaulatannya. Datanglah mencoblos ke TPS dan memilih pemimpin dan wakil di legislatif yang diyakini mampu mewakili aspirasi. Ingat, masa depan negara akan ditentukan dalam sepuluh menit mencoblos pada lima lembar kertas suara dalam bilik suara…