Magnet Ekonomi di Dapil Baru Nusa Tenggara Barat I
Oleh
YOESEP BUDIANTO
·3 menit baca
Berbeda dengan Pemilu 2014, pada pemilu tahun ini Provinsi Nusa Tenggara Barat akan terbagi menjadi dua daerah pemilihan, yaitu Dapil NTB I yang meliputi Pulau Sumbawa dan Dapil NTB II yang mencakup pulau Lombok. Dapil NTB I di Pulau Sumbawa terdiri dari Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima.
Meskipun merupakan dapil baru, wilayah ini menjadi magnet ekonomi paling menjanjikan di seluruh gugus Kepulauan Sunda Kecil, bahkan juga di tingkat nasional. Dari aspek pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada periode 2013-2017 Dapil NTB I memiliki angka tertinggi kedua secara nasional (8,65 persen). Persentase ini jauh meninggalkan dapil lain di kepulauan Bali dan Nusa Tenggara.
Sementara itu, dari aspek PDRB, pada 2017 jumlahnya Rp 56,71 triliun, yang merupakan 60 persen dari nilai perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari jumlah tersebut, kontribusi terbesar diberikan oleh Kabupaten Sumbawa Barat (19,23 persen).
Meskipun kontribusi terbesar pada PDRB masih berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (21,97 persen), sektor pertambangan dan penggalian juga memberi sumbangan tidak sedikit (19,45 persen).
Sektor pertambangan ini terutama dihidupi oleh beroperasinya perusahaan tambang tembaga dan emas PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat. Total lahan tambang yang dioperasikan seluas 87.000 hektar untuk tambang tembaga dan emas.
Data dari situs Medco Energy yang memiliki 50 persen saham PT AMNT, estimasi sumber daya tambang di lokasi itu mencapai 6,47 juta ton tembaga dan 615,63 ton emas. Dari jumlah tersebut, potensi hasil tambang yang dihasilkan per tahun sebesar 150.000-215.000 ton tembaga dan 10,9-18,8 ton emas.
Bisa jadi magnet ekonomi inilah yang mendorong 46 caleg berlaga di dapil baru ini. Dari 46 caleg yang masuk arena Pemilu Legislatif 2019, sebagian besar (89,10 persen) merupakan caleg pendatang baru. Hanya lima caleg yang merupakan wajah lama dan satu di antaranya pernah duduk di Senayan sejak 2009. Satu caleg tersebut adalah Muhammad Syafrudin dari PAN.
Sedikitnya jumlah caleg lama yang ikut serta pertarungan menggambarkan tingginya antusiasme pendatang baru. Para pendatang baru yang ikut berlaga lebih dari separuhnya (63,41 persen) berasal dari luar pulau Sumbawa, seperti Kota Mataram, Jakarta, Depok, dan Bogor. Hanya 36,59 persen caleg yang merupakan warga lokal.
Caleg baru yang berlaga di Nusa Tenggara Barat I didominasi oleh pekerja di sektor swasta, mencapai 48,78 persen. Selain itu, caleg berlatar belakang pensiunan juga cukup besar (14,63%).
Dari segi pendidikan, kebanyakan menuntaskan pendidikan master atau S-2 (41,46 persen). Jenjang pendidikan berikutnya adalah D-4/S-1 yang mencapai 21,95 persen, sedangkan SMA/sederajat sebesar 19,51 persen. Sementara pendidikan tertinggi adalah doktor (4,88%).
Gula-gula ekonomi yang menarik para caleg tersebut akan diperebutkan secara ketat di dapil ini. Hal ini terlihat dari rasio caleg dengan kursi yang diperebutkan. Jumlah kursi yang tersedia bagi dapil ini hanya tiga. Artinya, satu kursi akan diperebutkan oleh 15 caleg atau 1:15, angka rasio yang lebih tinggi dari angka rasio nasional.
Di samping kayanya sumber ekonomi dapil ini, tantangan besar juga ada di depan mata. Data BPS menunjukkan proporsi penduduk miskin di dapil ini pada tahun 2017 masih dua digit (13,81 persen), lebih tinggi dibanding angka nasional yang 11,23 persen. Sementara skor pembangunan manusianya (IPM) hanya mencapai 68,32, lebih rendah dari angka nasional 69,88. (LITBANG KOMPAS)