JAKARTA, KOMPAS — Penawaran investasi maupun pinjaman ilegal melalui platform digital ditengarai akan terus bermunculan seiring semakin terkoneksinya masyarakat. Sejak 2017 hingga 2019, Satuan Tugas Waspada Investasi telah menangani 1.038 entitas, baik untuk investasi maupun pinjaman yang ilegal.
Pada 2017, Satgas Waspada Investasi yang merupakan forum koordinasi dari 13 kementerian atau lembaga menangani 80 entitas ilegal. Entitas ilegal tersebut bergerak di banyak bidang, antara lain menawarkan investasi uang, investasi forex, cryptocurrency, broker investasi, hingga produk kecantikan.
Pada 2018, Satgas Waspada Investasi menangani 108 entitas investasi ilegal dan 404 entitas teknologi finansial untuk layanan pinjam-meminjam antarpihak (peer to peer lending). Kemudian, pada 2019, Satgas Waspada Investasi menangani 47 entitas investasi ilegal dan 399 entitas teknologi finansial untuk layanan pinjam-meminjam antarpihak. Adapun jumlah entitas teknologi finansial yang teregistrasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjumlah 99 entitas.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, Jumat (5/4/2019), di Jakarta, mengatakan, semakin berkembangnya teknologi juga dibarengi dengan makin banyaknya penawaran investasi atau layanan pinjam-meminjam ilegal. Oleh karena itu, masyarakat mesti waspada karena penawaran itu datang setiap hari.
”OJK sudah bertindak dengan menutup 803 entitas atau hampir 8 kali lipat dari entitas yang legal. Masyarakat kita mudah tergiur dan ingin cepat kaya. Ini penyebab suburnya investasi ilegal,” kata Tongam.
Tongam mengatakan, terkait kegiatan investasi, biasanya masyarakat baru melaporkan ketika mengalami kerugian dengan total kerugian yang sangat besar. Seperti kasus Pandawa Group di Depok, total kerugiannya mencapai Rp 3,8 triliun dengan korban berjumlah 549.000 orang.
Hal serupa terjadi pada teknologi finansial untuk layanan pinjam-meminjam antarpihak yang berkembang pesat karena ada kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman secara lebih cepat dan mudah dibandingkan perbankan. Sementara, bunga pinjaman bisa sangat tinggi dan pinjaman pun digunakan untuk kegiatan konsumtif.
Menurut Tongam, dari pengalaman selama ini, penipuan terjadi tidak hanya mereka yang berpendidikan rendah, tetapi juga masyarakat berpendidikan tinggi. Di satu sisi, permintaan dari masyarakat tinggi, di sisi lain penawaran terjadi setiap hari dalam jaringan.
Meski demikian, terdapat 2 tips bagi masyarakat sebelum memutuskan, yakni berpikir secara legal dan logis. Jika ada penawaran, masyarakat mesti melihat izinnya atau memastikannya ke OJK. Sementara, masyarakat mesti berpikir logis dengan penawaran imbal hasil yang dijanjikan semisal membandingkannya dengan imbal hasil dari deposito.
”Karakteristiknya (investasi ilegal) adalah keuntungan tidak wajar dalam waktu sangat cepat. Jargonnya sangat menarik,” ujar Tongam. Sampai saat ini, Satgas Waspada Investasi bekerja sama dengan otoritas yang berwenang, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, OJK, ataupun kepolisian dalam melakukan penindakan lebih lanjut.
Kepala Bagian Penindakan Pelanggaran Transaksi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Taufik mengatakan, di dalam kegiatan perdagangan berjangka komoditi, masyarakat perlu waspada terhadap pialang berjangka yang ilegal. Ciri pialang berjangka yang ilegal antara lain tidak memiliki izin usaha, nama perusahaan tidak mempergunakan kata ”berjangka” melainkan forex, terdapat penarikan margin, penerimaan nasabah secara daring dan tidak memiliki perjanjian standar.
Untuk menghindarinya, sebelum masuk ke kegiatan perdagangan berjangka komoditi, masyarakat diharapkan mempelajari latar belakang perusahaan, tata cara bertransaksi, dan kontrak berjangka yang diperdagangkan. ”Pantang percaya pada janji-janji keuntungan yang tinggi,” kata Taufik.