Sultan HB X Keluarkan Instruksi Cegah Diskriminasi dan Intoleransi
Oleh
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS —Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan instruksi kepada bupati/wali kota di DIY untuk mengambil berbagai langkah guna mencegah diskriminasi, intoleransi, dan konflik sosial. Instruksi itu keluar setelah ada kasus penolakan warga pendatang karena perbedaan agama di sebuah dusun di Kabupaten Bantul, DIY.
Instruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2019 tentang Pencegahan Konflik Sosial ditandatangani pada Kamis (4/4/2019). Demikian diungkapkan Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi dalam konferensi pers di Yogyakarta, Jumat.
Ada tujuh poin instruksi, antara lain bupati/wali kota diperintahkan melakukan pembinaan dan pengawasan guna mewujudkan kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan keyakinan masing-masing. Hal ini termasuk menjamin kebebasan warga untuk memilih pendidikan dan pengajaran serta memilih pekerjaan dan tempat tinggal.
Bupati dan wali kota diperintahkan mencegah praktik diskriminasi dan menjunjung tinggi sikap saling menghormati serta menjaga kerukunan hidup beragama dan aliran kepercayaan. Bupati dan wali kota diminta merespons secara cepat dan tepat semua permasalahan di masyarakat yang berpotensi menimbulkan intoleransi dan konflik sosial.
Bupati/wali kota juga diminta meningkatkan efektivitas pencegahan potensi intoleransi dan konflik sosial secara terpadu; mengambil langkah cepat, tepat, tegas, dan proporsional untuk menghentikan tindak kekerasan akibat intoleransi dan konflik sosial sesuai peraturan perundang-undangan; serta menghormati hak asasi manusia.
Bupati/wali kota diinstruksikan menyelesaikan masalah akibat persoalan suku, agama, ras, dan antar-golongan serta politik di masyarakat. Mereka diminta melakukan pembinaan dan pengawasan ke organisasi perangkat daerah, kepala desa, hingga masyarakat dalam penanganan konflik sosial.
Gatot menyatakan, instruksi itu merupakan respons terhadap kasus penolakan pendatang karena perbedaan agama di Dusun Karet, Bantul. Hal tersebut dialami Slamet Jumiarto (42), yang mengontrak rumah di Dusun Karet bersama keluarga sejak akhir Maret 2019.
Menurut Gatot, masalah di Dusun Karet itu menunjukkan, penyelenggaraan pemerintahan kurang pas. Direktur Riset Setara Institute Halili menilai, instruksi itu langkah maju dalam penanganan intoleransi di DIY.
Hal tersebut diharapkan bisa mencegah dan meminimalkan praktik intoleransi dan potensi konflik sosial. Apalagi, Sultan HB X memiliki posisi kultural sangat kuat sebagai Raja Keraton Yogyakarta.
”Salah satu yang harus dibenahi adalah pemukiman eksklusif (untuk pemeluk agama tertentu). Hal itu memunculkan segregasi sosial,” ujar Halili, yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. (HRS)