Mengintip British Museum
Jika berkesempatan ke London, Inggris, jangan lewatkan British Museum. Pada Februari lalu, saya berkesempatan mengunjungi salah satu dari 10 museum terbaik yang ditawarkan oleh kota budaya dunia itu untuk para wisatawan.
British Museum mengoleksi 9 juta lebih benda zaman prasejarah hingga masa kini, dari lima benua dan pulau-pulau terpencil di dunia.
Museum bergaya arsitektur klasik dengan belasan pilar di depannya ini terletak di kawasan Bloomsbury. Museum ini memiliki koleksi lengkap tentang sejarah peradaban manusia. Pengunjung bisa masuk tanpa dipungut biaya.
Setelah beberapa langkah memasuki museum, pengunjung segera disapa oleh patung besar, berwujud torso hingga kepala manusia. Patung sosok manusia bernama Hoa Hakananai’a itu berdiri di Galeri Selamat Datang. Hoa Hakananai’a adalah moai atau patung pahatan batu dari Pulau Paskah di Samudra Pasifik.
Patung tersebut diangkut dari ’Orongo, Rapa Nui (Pulau Paskah) pada November 1868 oleh awak kapal Inggris HMS Topaze yang tiba di London pada Agustus 1869. Di Rapa Nui dilaporkan ada 1.000 moai yang dibuat untuk memperingati bekas pemimpin suku yang dihormati seperti dewa.
Koleksi monumental di British Museum itu sering digambarkan sebagai mahakarya dan contoh terbaik moai dari Pulau Paskah, pulau yang ditemukan Jacob Roggeveen, penjelajah Belanda, pada hari Minggu Paskah, 5 April 1722. Sebagian besar moai dipahat dari batu karang vulkanik lunak di daerah Rano Raraku, Pulau Paskah.
Moai yang misterius itu berdiri kokoh dalam diam, tetapi bercerita banyak tentang penciptaannya. Menurut legenda, Hoa Hakanani’a itu adalah seorang kepala suku. Seperti umumnya warga Rapa Nui, setiap kali kepala dari suku ini meninggal, sebuah moai diletakkan di makam si kepala suku. Penduduk setempat percaya patung itu akan menangkap (kekuatan gaib) kepala suku.
Hoa Hakananai’a dilukiskan beralis tebal dengan wajah bersegi, hidung mancung, dagu menonjol, dengan lengan kurus merentang ke bawah di sisi badannya hingga mencapai bagian pinggang. Moai itu diyakini mewakili arwah leluhur atau tokoh terkemuka dan simbol status keluarga.
Bagian yang juga menarik di museum itu adalah Room 33 yang menyimpan koleksi Asia Selatan (Pakistan dan India), juga China. Separuh galeri Asia menyajikan sejarah China dari era 5000 sebelum Masehi hingga saat ini.
Mulai dari porselen biru dan putih yang ikonik dari dinasti Ming, makam dinasti Tang yang megah hingga karya seni modern. Semua pajangan menampilkan kekayaan seni dan budaya kebendaan China, termasuk lukisan, batu giok, perunggu, pernis, dan keramik.
Galeri Asia Selatan umumnya tentang sejarah wilayah itu berdasarkan urut-urutan peristiwa dan wilayahnya, mulai dari pendudukan manusia purba hingga saat ini. Koleksi menonjol umumnya berasal dari peradaban Lembah Sungai Indus (tahun 2800-1800 sebelum Masehi) hingga sekarang. Ada patung Dewa Siwa dari India dan salah satu patung terbaik Dewi Tara dari Sri Lanka.
Lukisan dan benda-benda dari masa Kekaisaran Mughal juga dapat dilihat di samping lukisan abad XX, termasuk karya peraih hadiah Nobel, Rabindranath Tagore (1861-1941). Kekaisaran Mughal adalah negara yang pada masa jayanya memerintah Afghanistan, Balochistan, dan sebagian besar anak benua India pada tahun 1526-1857.
Lingkaran api
Di depan koridor masuk galeri Asia Selatan terlihat patung Siwa Nataraja yang tampil dalam pose menari. Kaki kiri diangkat dan pergelangan dua tangannya bertemu di atas lutut kiri. Nama itu mengingatkan saya pada sanggar Tari Bali Siwa Nata Raja di Yogyakarta.
Nataraja dalam bahasa Sanskerta berarti Ratu Tarian. Sebagai Nataraja, Dewa Siwa merupakan perlambang Pralaya sekaligus penciptaan yang tergambar dalam tarian, yang menghapus dan meleburkan ilusi, serta mengubahnya menjadi kekuatan dan pencerahan.
Patung Siwa Nataraja sangat terkenal. Tidak saja di India, tetapi juga dalam sejarah Hinduisme. Simbolisme Siwa Nataraja adalah agama, seni, dan ilmu yang menyatu. Siwa yang sedang menari itu menggambarkan tentang pemahaman mendalam atas alam semesta.
Dewa Siwa, menari dalam lingkaran api, di sini menandai awal dan akhir dari setiap siklus kosmik. Legenda Siwa ini terutama tercatat di kuil Chidambaram di negara Tamil di India selatan. Kita juga tentu ingat tentang candi tertinggi di Prambanan, yakni Candi Siwa.
Tempat semua orang
Berabad-abad sebelum televisi menjadi sumber informasi, British Museum merupakan tempat bagi setiap orang untuk menyaksikan banyak spesimen dan barang antik yang terhubung dengan budaya kuno dan kontemporer. Misalnya, ada Batu Rosetta dan patung-patung Parthenon.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah ada kampanye dari negara-negara asal benda koleksi yang ingin sebagian harta bersejarah mereka dikembalikan. Namun, hingga saat ini British Museum tetap menjadi salah satu destinasi terpopuler di Inggris.
Menurut buku sejarahnya, museum ini didirikan pada 1753. Awalnya, museum ini merupakan koleksi pribadi Sir Hans Sloane, seorang dokter dan ilmuwan. Museum ini baru dibuka untuk umum pada 15 Januari 1759.
Sejak itu sampai sekarang, siapa pun dapat masuk tanpa dipungut biaya, kecuali untuk peminjaman benda koleksi. Museum ini merupakan tempat untuk belajar, penelitian, juga sekadar untuk memuaskan rasa penasaran melihat jutaan koleksi kuno dan kekayaan budaya berbagai abad dari seluruh dunia.
Hingga saat ini, museum tersebut merupakan salah satu destinasi wisata paling sibuk di Inggris. Pada tahun 2018, tercatat 5,8 juta orang mengunjungi British Museum.