Unjuk Rasa Semakin Besar, Desakan agar Presiden Bashir Lengser Semakin Kencang
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
KHARTOUM, MINGGU — Ribuan warga Sudan yang berunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan di luar kediaman Presiden Omar al-Bashir di pusat kota Khartoum dalam demonstrasi besar-besaran, Sabtu (6/4/2019). Mereka kembali menuntut mundurnya Bashir, yang telah 30 tahun berkuasa. Sambil meneriakkan ”satu tentara, satu rakyat”, pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan di ibu kota menyusul seruan untuk berkumpul di luar kediaman Bashir.
Sementara itu, di kota kembar Khartoum, Omdurman, yang hanya terpisah Sungai Nil dengan kota Khartoum, seorang warga dilaporkan meninggal setelah terluka selama kerusuhan antara demonstran dan polisi. Menurut kantor berita SUNA, sejumlah pemrotes dan polisi juga terluka.
Selama hampir empat bulan lebih, protes berlangsung di Sudan. Sudah belasan orang meninggal selama protes. Tenaga kesehatan memiliki peran yang besar dalam protes menentang kekuasaan Bashir ini. Menurut komite dokter oposisi, korban yang meninggal di Omdurman adalah seorang dokter yang bekerja di laboratorium.
Polisi menembakkan gas air mata kepada pengunjuk rasa yang melempari polisi dengan batu di Omdurman. Mereka mengibarkan bendera Suna dan meneriakkan slogan ”kebebasan, perdamaian, dan keadilan” di luar kompleks kediaman presiden yang dijaga oleh prajurit. Kompleks tersebut juga merupakan kantor Kementerian Pertahanan, pusat komando, dan markas keamanan.
”Berkumpulnya massa di Khartoum dan negara bagian yang lain ilegal,” kata juru bicara kepolisian Jenderal Hashim Abdelrahim kepada kantor berita SUNA. ”Polisi telah mencatat adanya seorang pemrotes yang meninggal di Omdurman”.
Hingga Sabtu malam, pasukan keamanan memukul mundur pemrotes. Akan tetapi, mereka tetap berkumpul di luar kompleks. Menurut sejumlah saksi, demonstran menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan menari. Ada juga saksi yang menginformasikan, demonstran akan tetap bertahan sampai Bashir mundur.
Kita percaya diri bahwa rezim Bashir akan jatuh.
Menteri Informasi yang juga juru bicara pemerintah, Hassan Ismail, menghargai cara petugas keamanan menangani demonstrasi. Hassan juga menyampaikan bahwa pemerintah tetap berkomitmen membuka dialog untuk mencari jalan keluar krisis.
”Pendekatan aparat pemerintah telah memuaskan publik,” ujar Ismail. ”Darah warga Sudan adalah hal yang paling berharga yang perlu kita jaga.”
Sejauh ini, Bashir menolak mundur. Menurut dia, oposisi perlu menempuh pemilihan umum untuk mendapatkan kekuasaan.
”Hari ini, kita menang dan kita percaya diri bahwa rezim Bashir akan jatuh,” kata Mohamed Saleh, seorang profesor berusia 63 tahun, saat berorasi dalam unjuk rasa. Ia memperkirakan, massa yang mendesak Bashir mundur dalam demonstrasi lebih dari 100.000 orang.
Sementara menurut warga yang menyaksikan, pemrotes terlihat lebih banyak dari demonstrasi sebelumnya. ”Sejauh mata memandang, yang ada hanyalah kumpulan pengunjuk rasa,” ujar seorang saksi kepada kantor berita Reuters.
Mendekati markas tentara
Di kota Madani di bagian tenggara Sudan, unjuk rasa serupa telah mencapai markas tentara.
Sepertinya para aktivis Sudan semakin berani mendesak mundurnya Bashir karena melihat hal serupa berhasil dilakukan di Aljazair. Di negeri Afrika utara itu, Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika akhirnya mundur setelah mendapat tekanan melalui unjuk rasa warga dan tekanan tokoh militer.
Mereka juga menyebut demonstrasi pada Sabtu kemarin sebagai peringatan atas kudeta oleh warga tahun 1985 yang memaksa Presiden Jaafar Nimeiri mundur. Demonstran berusaha menyampaikan pesan kepada militer untuk berpihak kepada mereka dalam menekan Bashir mundur. Dalam kudeta yang menggulingkan Nimeiri yang otoriter 34 tahun lalu, angkatan bersenjata berpihak kepada pengunjuk rasa.
Kejatuhan Nimeiri membawa Sudan pada pemilihan umum dan pemerintahan sipil. Sejak itu, Bashir terpilih menjadi presiden.
Unjuk rasa di Sudan sudah berlangsung sejak 19 Desember 2018, dipicu oleh kenaikan harga dan kekurangan uang. Persoalan ini merupakan tantangan pemerintahan Bashir. Seorang pemrotes, Adam Yagub (40), mengatakan, Bashir telah menghancurkan ekonomi negara sehingga rakyat menderita kekurangan obat-obatan.
Pada Februari 2019, Bashir menyatakan, Sudan yang berpenduduk 40 juta dalam keadaan darurat dan ia memecat para pembantunya di pemerintahan, termasuk para gubernur.
Bashir saat ini menjadi incaran Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dengan tuduhan penjahat perang terkait upayanya menghentikan pemberontakan bersenjata di Darfur sejak tahun 2003. Khartoum menyangkal tuduhan itu. (REUTERS/AFP)